SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG DI GUDANG ILMU PERTANIAN DAN LAINNYA

Minggu, 15 Mei 2011

BUAH KLIMATERIK DAN NON KLIMATERIK


Buah-buahan dapat dikelompokkan berdasarkan laju pernapasan mereka di saat pertumbuhan sampai fase senescene menjadi kelompok buah-buahan klimakterik dan kelompok buah-buahan non klimakterik (Biale dan Young, 1981), seperti terlihat dalam Tabel 5.
Buah-buahan klimakterik yang sudah mature, selepas dipanen, secara normal memperlihatkan suatu laju penurunan pernafasan sampai tingkat minimal, yang diikuti oleh hentakan laju pernafasan yang cepat sampai ke tingkat maksimal, yang disebut puncak pernafasan klimakterik.
Tabel 5. Buah-buahan tropis klimakterik dan non klimakterik
NAMA UMUM
NAMA ILMIAH


KLIMAKTERIK

Advokad
Pisang
Nangka
Jambu
R Mangga
Pepaya
Markisa (passion fruit)
NON KLIMAKTERIK
Buah Mete
Jeruk Bali / Grafe fruit
Lemon
Lychee
Orange
Nenas


Persea americana
Musa sepientum
Artocarpus altilis
Psidium guajava
Mangivera indica
Carica papaya
Passi flora edulis

Anacardium occidentale
Citrus paradisi
Citrus lemonia
Litchi chinenses
Citrus cinensis
Ananas comosus
Bila buah-buahan klimakterik berada pada tingkat maturitas “kemrampo” yang tepat, dikspos selama beberapa saat dengan konsentrasi ethylene yang lebih tinggi dari threshold minimal, maka terjadilah rangsangan pematangan yang tidak dapat kembali lagi (irreversiable ripening).
Pada buah-buahan non klimakterik terjadi hal yang berbeda artinya tidak memperlihatkan terjadinya hentakan pernafasan klimakterik. Meskipun buah-buahan tersebut diekspose dengan kadar ethylene kecil saja, laju pernafasan, kira-kira sama dengan kadar bila terekspose ethylene ruangan, kalau ada tingkatan laju pernafasan hanya kecil saja. Tetapi segera setelah itu laju pernafasan kembali lagi pada laju kondisi istirahat normal, bila kemudian ethylene nya ditiadakan. Dengan ekspos ethylene terjadilah suatu respon yang kira-kira mirip dapat diamati. Dalam suatu buah yang telah mature (tetapi belum matang) terjadilah perubahan parameter yang dialami buah seperti mislnya degreening atau hilangnya warna hijau.
Meskipun secara ilmiah dan physiologis dapat ditunjukkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi yang memungkinkan untuk melakukan klasifikasi sifat dan tabiat buah-buahan lepas panen, tetapi parameter yang sangat mudah dan lebih bermanfaat dan bermakna bagi konsumen adalah parameter perubahan lain yang lebih praktis sifatnya yang terjadi selama proses pematangan.
Parameter-parameter yang dimaksud adalah : terjadinya pelunakan sera terjadinya sintesa karotinoid. Demikian juga halnya dengan terjadinya perubahan warna eksternal seperti terjadinya pemecahan (breakdown), khlorophyl, sehingga membuka tabir lapisan karotenoid dalam kulit pisang, terjadinya perubahan dari warna hijau menjadi kuning (Marriot,980).
Demikian halnya dengan terjadinya perubahan-perubahan internal dalam buah terhadap komposisi yang dikandungnya. Seperti misalnya pemecahan pati menjadi sukrosa dan gula pereduksi serta turunnya kandungan dalam buah mangga (Bhatnagar dan Subramangan, 1973).
Dan khususnya dalam pengembangan timbulnya sifat karakteristik flavor buah-buahan. Perubahan mana juga terjadi bila buah-buahan klimakterik tua (mature) dieksposa dengan gas ethylene. Sesungguhnya penting untuk diamati bahwa pengeluaran gas ethylene juga terjadi sewaktu buah menjadi matang. Pengeluaran ethylene dari dalam buah merupakan salah satu karakteristik dari proses pematangan buah.
Berikut disajikan dalam Tabel 6 rekapitulasi perubahan-perubahan selama proses pematangan buah yang terjadi secara komersial.
Tabel   6.        Perubahan utama selama proses pematangan buah
Kerusakan khloroplast   
atau khlorophyl

Kehilangan asam organik
Pengeluaran ethylene
Peningkatan laju pernafasan
Hydrolysis pati
Pelunakan pektin, peningkatan daya larut
pektin
Pembentukan karotenoid dan anthocyanin
Syntesa senyawa flavor


Salah satu kesulitan yang dialami secara komersial dalam menghadapi pematangan buah adalah bagaimana caranya mengendalikan proses tersebut secara teliti. Berdasarkan pengaruh lingkungan, para pengamat cenderung untuk bergantung terhadap beberapa parameter seperti perubahan yang kasat mata saja seperti terjadinya atau tumbuhnya warna merah pada kulit buah, atau parameter perubahan kimia yang mudah diukur. Seperti misalnya peningkatan kadar gula pereduksi dan penurunan derajat keasaman.
Perubahan tingkat kekerasan (firmness) atau tekstur buah, meskipun secara jelas dapat digunakansebagai parameter penting bagi konsumen, ternyata kurang gampang dihayati dan dimengerti, dan akibatnya lebih sulit dilakukan kuantifikasi, sebaiknya perubahan flavor (citarasa) yang merupakan kepedulian utama konsumen dianggap lebih penting diasumsikan sebagai cerminan dari perubahan-perubahan fisikokimia.
Karena itu telah menjadi kepedulian yang sangat besar bagi industri buah-buahan agar secar penuh manusia dapat mempengaruhi perubahan laju pematangan dengan cara melakukan manipulasi suhu, atau konsentrasi ethylene, yaitu pada saat sebelum dan sewaktu proses pematangan buah (ripening) terhadap setiap kultural atau spesies buah-buahan.
Proses penuaan buah (maturity) sangat penting dikuasai mekanismenya. Salah satu aspek dari maturitas adalah pengembangan kapasitas buah untuk mampu menjadi matang.
Dalam suatu spesies buah atau kultivar tertentu respon terhadap ethylene sangat dipengaruhi bukan saja oleh derajat maturity buah tetapi juga oleh konsentrasi relatif dari plant growth regulator lainnya, seperti misalnya asam giberilat, serta terhadap kadar mineral yang ada di dalam buah.
Suatu contoh, perlakuan pemberian larutan kalsium khlorida terhadap buah advokad, ternyata mampu menghambat respirasi, dan sekaligus memperlambat terjadinya klimakterik dan menekan puncak produksi ethylene (Ingwa and Young, 1984). Pengaruh mana tidak terjadi terhadap buah pisang (Will et al., 1982).
Dalam pustaka yang telah diketahui pengaruh ethylene terhadap proses pematangan buah (ripening) ternyata masih sangat terbatas kurang informasi yang diperlukan terhadap senyawa-senyawa lain yang harus dilibatkan dalam mengatur proses metabolisme termasuk proses pematangan buah.
Di samping itu harus dipahami mengenai faktor lain sebelum menangani buah-buahan tropis khususnya betapa pentingnya faktor sifat kepekaan terhadap chilling enjuries. Ekspose buah-buahan tropis pada suhu lebih rendah dari nilai threshold kritis, akan berakibat gagalnya buah mencapai tingkat kematangan yang normal.
1. Peran Ethylene Pada Buah Pisang
Konsumen buah pisang (Musa AAA) di mana saja sangat mendambakan dapat memperoleh buah pisang yang matang, tidak rusak secara fisik, tidak cacat. Mereka memilih buah pisang yang kulitnya tidak tercela, dan berwarna kuning merata.
Pertama, dalam praktek perdagangan buah-buahan, agar produsen mampu mensuplai buah-buahan dengan menu tersebut di atas, mereka harus memperhatikan beberapa faktor berikut ini :
Kedua, buah-buahan yang sudah mature tetapi belum matang, jauh lebih mudah untuk ditangani dan ditransportasi, tanpa mengurangi kerusakan mekanis, bila dibanding dengan buah yang telah matang. Proses pematangan buah  dapat diperlambat, melalui berbagai cara : misalnya penurunan suhu, yang berfungsi dapat menurunkan laju respirasi, laju kehilangan air dan secara umur juga menurunkan peluang serta laju serangan mikroba. Namun demikian karena buah pisang peka terhadap chilling injuring, sebagian besar perdagangan pisang internasional tidak menyimpan pisang pada suhu di bawah 130C.
Ketiga , proses pematangan buah dapat dirangsang oleh pemberian atau eksposa gas ethylene. Karena alasan tersebut, maka sistem yang dianut dan dipraktekkan dalam perdagangan internasional pisang selalu memperhatikan faktor tersebut di atas yaitu transportasi buah yang masih mentah tetapi sudah mature dan disimpan pada suhu terendah yang dianggap masih aman. Dianjurkan untuk menahan buah dalam suatu lokasi penyimpanan (buffer store) yang berada dekat dengan terminal pasar retail sampai diperlukan, distimulir proses pematangan dengan gas ethylene dan buah didistribusi sedemikian rupa sehingga buah-buahan tersebut menjadi matang pada saat dipasarkan di lokasi penjualan retail.
Perlu diperhatikan bahwa buah pisang memiliki sifat-sifat tertentu yang unik artinya yang tidak dimiliki oleh buah lain dan hal itu penting dalam membedakan fisiologi buah. Tidak seperti buah lain, uah pisang diproduksi dari satu batang tanaman yang merupakan pseudo stem yang dibentuk oleh tangkai daun. Dan buahnya berkembang secara parthenocarpic yang berasal dari bunga betina.
Di suatu perkebunan pisang komersial, buah pisang berada dalam suatu tandan dari suatu umur yang telah diketahui. Tanaman pisang secara komersil ditumbuhkan secara serentak dan menerima input dari sinar yang sama, hara dari tanah yang sama, sehingga mengalami photosintesa yang sama, sehingga berbuah bersama-sama (Simmond, 1966).
Sedang buah advokad, mangga dan pepaya, justru sebaliknya, yaitu merupakan buah-buahan yang dihasilkan oleh pohon, yang menghasilkan buah-buahan dari bunga, yang terbuka pada saat yang berbeda dalam suatu musim buah-buahan tersebut muncul di berbagai cabang yang mensuplai hara gizi kemungkinan besar tidak sama bagi setiap buah yang sedang berkembang.
Sebagian besar ekspor buah pisang saat ini berasal dari germ plasm yang sangat sempit, yaitu berdasarkan pada hasil kloning kelompok pisang cavendish. Mereka dikelompokkan sebagai Musa AAA, triploid dengan kontribusi dari beberapa genotype Musa acuminata.
Sedang pisang godok (cooking banana) atau plantains dikelompokkan dalam grup Musa AAB, hasil kontribusi dari genotype Musa balbisiana. Pusat penelitian pisang diWest Indies telah mengembangkan jenis klon pisang baru tetraploid (Musa AAA). Jenis pisang ini tahan terhadap penyakit Panama dan Sigatoka disease. Penyakit Panama merupakan jenis penyakit ganas yang memusnahkan kultivar pisang Gross Michel (Musa AAA) di West Indies.
Berbagai jenis klon pisang tersebut memiliki perbedaan-perbedaan yang sangat tajam yaitu sebagai berikut :
Pada umumnya pisang biasa (banana) dipanen dengan cara memangkas pangkal tandan, pada saat individu buah pisang atau jari-jari pisang (fingers) telah penuh mencapai “grade” atau girth yang dikehendaki. Pengukuran grade biasanya dilakukan dengan alat kaliper. Atau bila mereka telah mencapai suatu umur tertentu.
Bila buah pisang dibiarkan tumbuh sampai mencapai maturity penuh yaitu dalam saat pra klimakterik, saat mana disebut periode green life sebelum secara spontan menjadi matang (ripe). Green life lebih mendekati korelasi dengan umur fisiologis dan grade pada waktu dipanen. Pengendalian dari green life ke ripe sebetulnya dapat dihambat.
Agar memperoleh waktu yang cukup leluasa untuk pengapalan dan untuk digunakan sebagai “buffer stock” akan sesuai dengan suplai permintaan pasar, maka preklimakterik selama 20 hari pada suhu 13.5 – 140C diperlukan bagi perdagangan Trans atlantik (New and Marriott, 1974). Bagi buah-buahan yang memiliki preclimacteric life yang tidak cukup lama atau kurang dari 20 hari kemungkinan besar akan mengalami matang awal dan pada saat pisang matang akan memproduksi ethylene, sehingga akan merangsang pematangan pisang-pisang di sekitarnya.
Setelah pisang dipanen, sisir dipisahkan, dicuci, diberi fungisida, dikemas dalam box dengan lapis polyethylene dan dikapalkan pada suhu 13.5 – 140C (sampai terjadi proses pematangan).
Proses pematangan pisang melibatkan berbagai perubahan dalam buah pisang dan hal itu harus diatur untuk menghasilkan buah yang sesuai permintaan rasa seideal mungkin dan sepraktis mungkin bagi selera konsumen. Perubahan-perubahan tersebut meliputi :
  1. Degreening kulit pisang, yang merupakan hal yang sangat penting, karena konsumen menilai buah dai penampilan kulitnya.
  1.  Pengembangan  flavor pisang yang sangat karakteristik yang hasil panen menjadi faktor utama, dalam penerimaan konsumen secara organoleptis terhadap pisang dari berbagai kultivar dan klone pisang.
  2.  Derajat keempukan dan
  3.  Konversi pati menjadi gula
2. Peran Ethylene Pada Buah Mangga
Para konsumen bila membeli mangga menuntut agar mangga yang akan dibeli memiliki warna kulit yang telah berkembang seara lengkap, dengan daging buah yang telah empuk secara merata, dengan cita rasa yang telah berkembang secara penuh. Dalam kenyataannya mangga-mangga yang proses matangnya di pohon memiliki sifat-sifat yang tersebut di atas.
Namun demikian, buah mangga baik dalam saat telah matang sempurna atau hanya matang parsial pada saat dipanen, biasanya memiliki masa simpan yang pendek. Karena alasan tersebut buah mangga biasanya dipetik dan ditransportasi ke pasar dalam keadaan mature dengan tekstur yang masih keras dan belum matang.
Mangga merupakan buah yang memiliki masa musim yang sangat pendek. Karena alasan tersebut menjadi sangat penting artinya bagi para produsen agar dapat mensuplai di tingkat “retailer” produk dengan mutu dan tingkat pematangan yang optimal sehingga dapat menjual mangga dalam volume besar dalam kurun waktu yang sangat singkat.
Di Uni Eropa, sebagian besar mangga yang diimport, diangkut melalui transportasi udara dan tiba di pelabuhan dalam kondisi yang beraneka ragam yaitu berkisar dari belum mature sampai mature, dan belum matang (unripe), matang sempurna dan terlalu matang.
Pembeli mangga di tingkat retail menghadapi masalah tersebut dan menanganinya dengan cara melakukan inspeksi pada saat pembelian berdasarkan per tiap shipment, tetapi dalam prakteknya para retail biasanya memilih buah advokad yang telah menampakkan tanda-tanda mulai timbulnya tanda pematangan buah. Tetapi cara sementara subjektif tersebut sering tidak memuaskan, dan hal itu menghambat pengembangan industri secara besar-besaran, yang diakibatkan karena tidak adanya pengendalian secara efektif yang diberikan kepada retailer maupun konsumen secara keseluruhan.
Jadi salah satu alternatif lain yang tersisa adalah dengan cara mengimpor buah advokad mature, dengan kondisi yang dapat dilakukan di tingkat pemanenan dan pengendalian pematangan pada tingkat distribusi.
Suhu optimal untuk pematangan mangga setelah dipanen berbeda pada kultivar yang berbeda pula, demikian halnya dari daerah produksi satu ke daerah produksi lainnya.
Thomas (1975) melaporkan hasil penelitian terhadap jenis mangga Alfonso (alphonso) di India, berkesimpulan bahwa suhu penyimpanan di bawah 250C akan merugikan terhadap pengembangan pigmen karotenoid pada mangga alphonso selama prose pematangan. Sdang pemberian ethylene belum dilakukan dalam penelitian tersebut.
Shubbiah Sketty dan Krisnaprasad (1975) dengan menggunakan perlakuan ethephon (2-chloro ethylphosphoric acid) pada konsentrasi 500 μl 1-1 dan 1000 μl 1- dalam air phosphat (540C ± 1C, selama 5 menit) atau dalam air dingin (24 – 280C, selama 5 menit) dengan suhu penyimpanan berikutnya 24 – 280C, menunjukkan bahwa percepatan pematangan buah dan perbaikan warna kulit dapat dicapai pada larutan panas ethylene dibanding dalam larutan yang dingin.
Untuk mangga Florida telah direkomendasikan (Hutton, Reeder, dan Cambell, 1960) untuk melakukan penyimpanan pada suhu 21 – 240C, namun demikian, sebetulnya penyimpanan pada suhu 15.5 – 190C terjadi warna kulit yang paling indah dan menarik.
Tetapi buah mangga yang dimatangkan pada suhu 15.5 – 190C terasa masam dan masih memerlukan 2 – 3 hari pemeraman lagi. Untuk mencapai cita rasa yang penuh, perlu ditambah hari dalam penyimpanan.
Pada suhu 26.70C, beberapa varitas Florida terjadi serangan / hama mottle skin. Pada dasarnya rata-rata waktu yang diperlukan untuk melunakkan mangga berkurang dengan meningkatnya suh pematangan yaitu dalam kisaran suhu 15.5 – 26.70C dan kisaran hari dari 4 sampai 20 hari tergantung varitasnya.
Data hasil penelitian mangga Florida menyarankan untuk memanfaatkan ethylene pada dosis 5 – 10 μl 1-1 untuk waktu 24 – 48 jam pada suhu 300C dengan RH tinggi (90 – 95%) untuk mencapai pematangan.
Rekomendasi yang perlu diterapkan bagi kultivar Florida adalah agar melakukan perlakuan terhadap mangga yang telah mature, tekstur yang kenyal, yaitu dengan pemberian 10 – 20 ml 1-1 ethylene pada suhu 210C selama 12 – 24 jam dengan RH 92 – 95%.
Buah mangga di Israel dimatangkan dengan tujuan agar dapat dipetik lebih dini agar buah-buahan dapat mencapai pasar dan untuk memperbaiki uniformitas warna buah. Kondisi yang dianjurkan adalah 100 μl 1-1 ethylene selama 48 jam pada suhu 250C dengan RH 90%.

3. Peran Ethylene Pada Buah Pepaya
Cara yang maju telah dilakukan terhadap prosedur lepas panen industri buah di Amerika terhadap buah pepaya. Cara-cara baru yang telah diterapkan di AS adalah merupakan gabungan dari air panas dan fumigasi untuk mengendalikan lalat buah dan kerusakan pasca panen dan pembusukan pasca panen (Akamine, 1970).
Satu masalah utama yang dihadapi pepaya dalam masalah pemasaran buah adalah teknik identifikasi maturitas optimal, dalam memastikan buah-buahan tersebut cukup kematangan dengan mutu cita rasa yang dikehendaki konsumen.
Hampir semua penelitian yang dilakukan berkisar pada buah pepaya hawai. Buah pepaya Hawai memiliki kandungan minimal padatan terlarut 11.5% secara komersial buah dapat menunjukkan 6% pertumbuhan warna pada saat akhir musim (alkamine, 1971). Perubahan komposisi karbohidrat dalam pepaya telah banyak dipelajari dan didiskusikan Tang (1979) telah berhasil menggunakan indek biokimia pematangan buah pepaya.
Alkamine dan Goo (1977) memberikan indikasi suatu hubungan antara ethylene dan dimulainya trigger klimakterik. Pada umumnya buah pepaya dapat ditrigger proses pematangannya. Pada suhu 250C, RH 85 – 95% dengan ethylene 1 μl 1-1 buah pepaya akan menjadi matang (ripe) setelah 6 – 7 hari.

PERANAN ETILEN DALAM PEMASAKAN HASIL TANAMAN


Sejak tahun 1934 telah diidentifikasi adanya gas karbid (C2H4) atau etilen yang dikeluarkan oleh buah yang matang dan gas tersebut dapat memacu pematangan. Selanjutnya setelah C2H4 identitasnya diketahui secara pasti, C2H4 digunakan untuk penanganan buah dan daya pemacu dibenarkan secara luas sehingga digunakan sebagai sarana pematangan buah dalam industri.
Hakekatnya C2H4 berfungsi untuk pematangan dan hal ini dapat dibuktikan bila dapat ditunjukkan :
1. Tanpa adanya gas C2H4 tidak akan terpacu pemasakan (ripening)
2. Peranannya dalam proses pematangan tidak dapat diganti oleh senyawa lain
3. Reaksi respirasi segera terjadi bila C2H4 diberikan dari luar
4. Diperlukan untuk berbagai reaksi pemasakan
5. Produksinya berlangsung pada permulaan peristiwa yang menentukan
6. Konsentrasi internal sebelum peningkatan peristiwa yang menentukan itu sudah mampu menimbulkan kegiatan fisiologi
Etilen (C2H4) adalah jenis senyawa tidak jenuh atau memiliki ikatan rangkap yang dapat dihasilkan oleh jaringan tanaman pada waktu-waktu tertentu dan pada suhu kamar etilen berbentuk gas. Senyawa ini dapat menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan penting dalam proses pertumbuhan tanaman dan pematangan hasil-hasil pertanian.
Di Amerika serikat, yaitu di sekitar tahun 1900, petani jeruk mempunyai kebiasan memanen buah jeruk di saat kulitnya waktu masih hijau. Jeruk tersebut kemudian dikumpulkan dalam suatu ruangan tertutup dan diterangi dipanaskan dengan menggunakan nyala lampu minyak tanah (kerosin). Setelah beberapa waktu dalam ruang atau gudang tersebut ternyata buah jeruk yang hijau itu berubah menjadi kuning. Akan tetapi bila minyak tanah diganti dengan pemanas listrik, jeruk yang berwarna hijau tersebut tidak akan berubah warnanya. Kemudian setelah dilakukan penelitian, diketahui bahwa diantara beberapa gas hasil pembakaran minyak tanah terdapat suatu gas yang dikenal sebagai gas etilen.
Etilen adalah gas yang dapat digolongkan sebagai hormon tanaman yang aktif dalam proses pematangan. Etilen disebut hormon karena dapat memenuhi persyaratan sebagai hormon, yang dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Pada tahun 1959 diketahui, bahwa etilen tidak hanya berperanan dalam proses pematangan saja, tetapi juga berperanan dalam mengatur pertumbuhan tanaman.
Secara tidak disadari, penggunaan etilen dalam proses pematangan sudah lama dilakukan, jauh sebelum senyawa tersebut diketahui peranannya dalam proses pematangan. Di Indonesia, pemeraman pisang yang masih hijau banyak dilakukan orang dengan proses pengasapan dengan memanfaatkan asap yang dihasilkan oleh pembakaran daun-daun, kering atau setengah kering dan kemungkinan besar dengan cara tersebut dapat menghasilkan etilen.
B. Peranan Etilen Dalam Pematangan Buah
Hubungan antara etilen dan pematangan buah dianggap penting sekali di dalam menentukan hipotesa pematangan itu sendiri. Dari semua hipotesa-hipotesa yang diajukan ada dua buah yang dianggap baik.
Menurut hipotesa pertama, pematangan diartikan sebagai manifestasi dari “senescene” dimana organisasi antara sel menjadi rusak. Kerusakan ini merupakan pelopor dari kegiatan hidrolisa oleh campuran enzim-enzim dan substrat. Terjadi pemecahan khlorofil, pati, pektin dan tannin. Enzim-enzim ini akan mensitesa bahan-bahan seperti etilen, pigmen, “flavor”, energi dan mungkin polipeptida.
Menurut hipotesa yang keda, pematanan atau “senescene” adalah suatu fase terakhir dari proses penguraian dan merupakan suatu proses yang dibutuhkan untuk mensitesa enzim-enzim yang spesifik. Dalam kenyataannya, kedua hipotesa di atas digunakan bersama-sama.

1. Sebagai Hormon Pematangan
Seperti telah dinyatakan sebelumnya, bahwa etilen adalah sebuah hormon yang penting di dalam proses pematangan buah. Jumlah etilen yang terdapat di dalam buah-buahan baik dari permulaan klimakterik atau pada saat puncak klimakterik dapat dilihat pada Tabel 3. Pada kenyataannya, jumlah etilen tersebut tidak selalu tetapi, akan tetapi berubah-ubah selama proses pematangan. Misalnya pada pisang yang akan memasuki proses pematangan, jumlah etilen yang ada di dalamnya kira-kira 0,0 dan 0,5 ppm sampai beberapa jam sebelum proses pernafasannya meningkat, sedangkan pada saat puncak klikmaterik jumlah etilen lebih kurang 130 ppm.
Tabel 3. Jumlah etilen di dalam buah-buahan pada saat pra dan puncak
klikmaterik
Jenis buah Konsentrasi (ppm)
Praklimaterik Puncak klimakterik
AdvokadPisang
Mangga
Semangka 0.5 – 1.0
1.0 – 1.5
0.04 – 0.08
0.8 300 – 700
25 – 40
3
27
Pada buah mangga, jumlah etilen sebesar 0.04 – 0.08 ppm yang ada di dalamnya setelah buah dipanen, sudah cukup untuk memulai proses klimakterik.
Etilen selain dapat memulai klimakterik, juga dapat mempercepat terjadinya proses ini.
Di samping itu, pada buah-buahan non klimakterik apabila ditambah etilen beberapa kali, akan terjadi klimakterik yang berulang-ulang.
Untuk lebih meyakinkan, apakah etilen itu betul-betul diperlukan dalam pematangan. Dilakukan percobaan dengan menggunakan buah pisang. Buah pisang yang masih hijau disimpan di dalam ruangan vakum dengan tekanan 0.2 atm. Selama tiga bulan penyimpanan ternyata buah pisang tetap hijau, akan tetapi, setelah secara berangsur-angsur dimasukkan etilen ke dalam ruangan tersebut, warna pisang berubah menjadi kuning (matang).
2. Pengaruh Etilen Pada Bagian Tanaman
Etilen selain berperanan penting dalam pematangan buah, juga mempunyai pengaruh yang tidak dapat diabaikan dalam sistem bagian tanaman lainnya.
Pada sistem cabang, etilen dapat menyebabkan terjadinya pengerutan, menghambat kecepatan pertumbuhan, mempercepat daun menjadi kuning dan menyebabkan kelayuan.
Pada sistem akar, etilen dapat menyebabkan akar menjadi terpilin (terputar), menghambat kecepatan pertumbuhan, memperbanyak tumbuhnya rambut-rambut akar dan menyebabkan kelayuan.
Pada sistem umbi, etilen dapat mempengaruhi pertumbuhan tunas, yiatu mempercepat umbinya tunas, sedangkan pada sistem bunga, etilen dapat mempercepat proses pemekaran kuncup, misalnya pada bunga mawar. Akan tetapi kuncup yang telah mekar itu akan cepat menjadi layu. Pada bunga anggrek, etilen menyebabkan warna bunga menjadi pucat, sedangkan pada bunga anyelir, dapat menyebabkan keanekaragaman bunga.
3. Pengaruh Suhu dan tekanan Terhadap Produksi dan Aktifitas Etilen
Aktifitas etilen dalam pematangan buah akan menurun dengan turunnya suhu, misalnya apel yang disimpan pada suhu 30C, penggunaan etilen dengan konsentrasi tinggi tidak memberikan pengaruh yang jelas baik pada proses pematangan maupun pernafasannya. Pada suhu di atas 350C, buah tidak akan membentuk etilen. Suhu optimal untuk produski dan aktifitras etilen pada buah tomat dan apel adalah 320C, sedangkan pada buah-buahan lainnya bervariasi tergantung jenis buahnya.
Pembentukan etilen pada jaringan tanaman dapat distimulasikan oleh kerusakan-kerusakan mekanis dan infeksi. Karena itu, adanya kerusakan mekanis pada buah dapat mempercepat pematangan.
Penggunaan sinar-sinar radioaktif dapat menstimulasikan pembuatan etilen. Pada buah “peach” yang disinari dengan sinar sebesar 600 Krad, ternyata dapat mempercepat pembentukan etilen, apabila diberikan pada saat klimakterik. Sebab bila diberikan pada saat praklimakterik, penggunaan sinar radiasi ini dapat menghambat produksi etilen.
Peranan Etilen (C2H4)
1. Bertindak sebagai alelopati, yaitu etilen yang dikeluarkan oleh suatu tanaman dapat mempengaruhi tanaman lainnya yang bisa merugikan bahkan mematikan. Contoh : Etilen yang dikeluarkan buah yang sudah masak akan mempercepat buah lainnya menjadi matang.
2. Auxin dapat menstimulir produksi etilen dengan menginduksi sintesis amino cyclopropane carbocxylic acid (ACC).
3. Peranan etilen terhadap absisi, etilen menyebabkan absisi melalui percepatan aktivitas enzim-enzim yang merusak dinding sel.
4. Etilen berpartisipasi pada kenaikan klimakterik
5. Etilen dapat memodifikasi permeabilitas dari membran sel dan mempercepat aktivitas enzim-enzim yang terdapat pada membran tersebut.
6. Etilen berpengaruh terhadap sintesa dan kenaikan aktifitas enzim-enzim, seperti malat dan piruvat dekarboksilase.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIFAT INDIVIDU DAN SIFAT UMUM HASIL TANAMAN



A. Sifat Individu Hasil Tanaman
Sifat individu (masing-masing) hasil tanaman banyak dipengaruhi faktor genetik, lingkungan dan tingkat kemasakan.
(1)               Faktor genetik :
Faktor dalam atau faktor pembawaan (genetik) yang berpengaruh terhadap hasil panen yaitu rasa, bau (aroma), komposisi kimia, nilai gizi dan kemampuan produksinya (produktivitas).
Perbaikan-perbaikan sifat seperti besarnya buah atau lebarnya daun, warna yang lebih menarik, rasa yang lebih manis, tekstur yang lebih lunak dan sebagainya, kesemuanya adalah sebagai hasil peningkatan kegiatan pemeliharaan / perawatan tanaman pada masa pertumbuhannya yang sangat berrkaitan dengan pengaruh faktor genetik.
(2)               Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan merupakan faktor luar dari tanaman yang banyak berpengaruh terhadap sifat buah / hasil tanaman (komposisi, tekstur, warna dan kenampakannya). Faktor lingkungan hidup terbagi menjadi dua hal, yaitu faktor iklim dan faktor tanah.
Sinar atau cahaya matahari
Sinar matahari banyak berpengaruh pada perpaduan zat makanan dalam jaringan tanaman melalui fotosintesis. Contoh : pada buah tanaman yang banyak menerima sinar matahari kandungan vitamin C nya akan lebih tinggi dibanding dengan buah yang tanamannya kurang memperoleh sinar matahari.

Temperatur
Bagi pertumbuhan tanaman, temperatur lingkungan yang optimum demikian yang tentunya pula berpengaruh terhadap pembuahan atau produktivitas hasilnya.
Musim, Tempat / Daerah Pertumbuhan
Zat Makanan / Hara
Dianjurkan kepada para petani untuk melakukan pemupukan dengan dosis yang memadai sesuai dengan yang diperlukan (pemupukan berimbang / bijaksana), agar diperoleh hasil tanaman yang lebih baik sifat dan mutunya.
(3)               Faktor Tingkat Kemasakan Hasil Tanaman
Buah atau hasil tanaman berbeda-beda tingkat kemasakannya yang diperlukan konsumen, ada pada tingkat masih muda (sayuran, kacang panjang dan lain-lain), tingkat mendekati masak (ketimun, petai, terung, tomat, dan lain-lain) dan tingkat masak (kopi, coklat, pisang, kacang-kacangan dan lain-lain).
Semakin masaknya buah / hasil tanaman, kandungan zat tepung dan gulanya semakin meningkat sedangkan kandungan vitamin C pada umumnya menurun, kecuali pada jeruk, tomat, mangga, asparagus, anggur, apel dan lain-lain vitamin C meningkat.
      B. Sifat Umum Hasil Tanaman
Sifat umum hasil tanaman adalah sifat dari setiap jenis / sesama hasil tanaman seperti sifat sesama daun, sesama batang, akar, biji dan sebagainya yang disebabkan beberapa faktor (struktur anatomi, komposisi kimia, iklim, tempat tumbuh) ada yang mempunyai persamaan dan perbedaan.
Sifat umum hasil tanaman dapat dikelompokkan seperti :
\
Sifat umum dari sesama daun dan buah :
Sifat umum yang lunak dari sesama daun dan buah disebabkan oleh :
·         Kandungan air yang tinggi
·         Jaringan sel parensim
·         Rendahnya lapisan lilin di permukaannya
Hal ini penting diketahui agar dilakukan penanganan yang sesuai dengan sifat tanaman, seperti : pengeringan, pengepakan, penyimpanan, pengangkutan, dan lain-lain.
Sifat umum dari sesama batang dan kulit batang
Sesama batang dan kulit batang bersifat kaku, keras dan ulet karena keduanya terkandung serat / sellulosa, hemisellulosa, dan leginin.
Sifat umum dari sesama akar
Akar tanaman memiliki sifat kaku, keras ulet, tetapi susah untuk dipertahankan, karena banyak mengandung serat
Sifat umum biji-bijian
Biji-bijian memiliki sifat umum keras dan lunak, karena banyak mengandung tepung, protein, minyak, sedangkan kadar airnya rendah.
Sifat umum umbi-umbian
·         Umbi akar dan umbi batang mempunyai sifat agak keras dan rapuh, karena banyak mengandung zat tepung atau protein dan kadar air agak tinggi.
·         Umbi daun (bawang merah, bawang putih, dan lain-lain), mempunyai sifat lunak karena pemadatan pangkal daun.

Jumat, 15 April 2011

Arti Penanganan Pasca panen Tanaman

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Penanganan pasca panen merupakan upaya sangat strategis dalam rangka mendukung peningkatan produksi . Konstribusi penanganan pasca panen terhadap peningkatan produksi dapat tercermin dari penurunan kehilangan hasil dan tercapainya mutu sesuai persyaratan mutu.
Dalam penanganan pasca panen , salah satu permasalahan yang sering dihadapi adalah masih kurangnya kesadaran dan pemahaman petani terhadap penanganan pasca panen yang baik sehingga mengakibatkan masih tingginya kehilangan hasil dan rendahnya mutu . Untuk mengatasi masalah ini maka perlu dilakukan penanganan pasca panen yang didasarkan pada prinsip-prinsip Good Handling Practices (GHP) agar dapat menekan kehilangan hasil dan mempertahankan mutu hasi.
Dalam usaha-usaha di bidang pertanian atau secara tegas dalam usaha budidaya tanaman pangan dan tanaman perdagangan, kegiatan penanganan atau pengelolaan tanaman, penting sekali untuk diperhatikan sejak penyiapan lahan pertanamannya sampai kepada penyimpanan hasil tanamannya. Yang dimaksud dengan kegiatan penanganan atau pengelolaan tanaman di sini adalah kegiatan penanganan atau pengelolaan secara benar mengikuti ketentuan-ketentuan yang telah dianjurkan.
Tujuan utama dari kegiatan penanganan atau pengelolaan tanaman yaitu agar dapat diperoleh hasil tanaman yang baik, dalam arti memenuhi harapan atau memuaskan petani penanamnya, memuaskan pemenuhan kebutuhan umum atau pasar. Berikut gabaran lingkup penanganan pasca panen hasil tanaman :
1. Penanganan atau Pengelolaan Sebelum Panen :
(1) Mempersiapkan dan pengolahan lahan
(2) Pemilihan dan penggunaan benih atau bibit bersertifikat
(3) Pemeliharaan tanaman
(4) Pengaturan pemberian air
(5) Pemupukan
2. Penanganan atau Pengelolaan Menjelang Panen
Penanganan atau pengelolaan menjelang panen yaitu perawatan khusus terhadap tanaman yang sedang tumbuh subur atau sehat, antara lain pengurangan banyaknya bunga, pemangkasan ranting, tunas dan daun-daun, peliukan ranting dan sebagainya.
3. Penanganan atau Pengelolaan Saat Panen
(1) Tidak banyak hasil terbuang
(2) Tidak banyak hasil rusak
(3) Tidak banyak buah / hasil yang masih muda yang terambil (terpetik).
4. Penanganan atau Pengelolaan Lepas Panen
Kegiatan yang diperlukan kehati-hatian setelah lepas panen, antara lain pengeringan, penyortiran, prosesing, pengepakan dan penyimpanan.
Pasca panen adalah suatu tahapan kegiatan yang dimulai sejak pengumpulan hasil pertanian sampai siap untuk dipasarkan. Baik dalam keadaan surplus maupun tidak surplus, produk agronomi khususnya produk tanaman holtikultura, masalah pasca panen selalau timbul meskipun dalam keadaan yang berbeda-beda. Masalah tersebut menjadi semakin gawat pada daerah yang memiliki iklim tropis yang lembab seperti di Indonesia.
Dari berbagai masalah pasca panen yang ada dapat dikelompokkan menjadi empat masalah utama, yaitu :
1. Rendahnya mutu hasil panen
2. Rendahnay efisiensi pananganan
3. Tingginya susut, kehilangan dan kerusakan hasil
4. Rendahnya kadar penanganan limbah hasil.
Secara sederhana industri pangan mencakup kegiatan produksi bahan mentah, kegiatan pengolahan dan distribusi hasil pertanian. Kegiatan di bidang produksi bahan mentah adalah kegiatan yang berhubungan dengan teknologi pertanian, meliputi pembibitan dan penanaman, pemeliharaan, pemanenan atau pemotongan, penyimpanan, penanganan atau penegpakan dan distribusi bahan mentah untuk proses pembuatan suatu bahan dari bahan mentah atau bahan asal serta kegiatan-kegiatan penanganan dan pengawetan bahan tersebut. Kegiatan pengolahan ini merupakan inti dari kegiatan-kegiatan di bidang teknologi pangan. Kegiatan produksi meliputi penyimpanan, pengangkutan dan penjualan atau pemasaran.
1.2. Arti Penting Pengelolaan Lepas Panen
Pengelolaan lepas panen perlu mendapat perhatian yang seksama, karena salah satu merosotnya mutu hasil pada pemasaran disebabkan kurang diperhatikannya penanganan lepas panen. Tentang hal ini dapat diberikan beberapa gambaan sebagai berikut :
1. Terjadinya Peristiwa-peristiwa Fisiologis
Dalam praktek yang umum dan berlangsung relatif di berbagai daerah di tanah air kita, pemungutan hasil tanaman jarang sekali dilakukan pada saat dan keadaan hasil tersebut telah masak optimum. Biasanya dilakukan sebelumnya yaitu dalam keadaan 75-80 persen masak, sehingga dalam keadaan demikianhasil yang telah dipungut akan mengalami peristiwa-peristiwa fisiologis, antara lain dapat menimbulkan kerusakan fisiologis (physiological disordes after harvesting) atau terjadinya penyimpangan-peanyimpangan, antara lain buah menjadi keriput, buah tampaknya masak benar tetapi setelah diperam beberapa hari rasanya kurang manis atau bagian dalamnya ada yang membusuk atau masih keras menunjukkan keadaan yang masih mentah, buah atau hasil setelah dikeringkanmengalami pecah-pecah atau hancur, dan sebagainya.
Kerusakan atau penyimpangan demikian berarti kehilangan hasil, karena tidak dapat diterima secara normal di pasaran (terutama untuk ekspor). Untuk mengatasi hal tersebut sangat diperlukan pengetahuan tentang fisiologi lepas panen dalam menentukan derajat kemasakan siap panen.
1. Berkembangnya Penyakit yang Dapat Menimbulkan Kerusakan atau perubahan Sifat Hasil Tanaman
Ada beberapa jamur tertentu antara lain Aspergilus sp dan Fusarium sp serta beberapa mikroba golongan Khamir yang dapat menimbulkan kerusakan atau perubahan sifat hasil tanaman lepas panen, terutama dalam penyimpanan. Pengelolaan di sini terutama dalam pengeringan harus benar-benar kering dan penyimpanannya harus pada wadah yang kering serta ditempatkan pada ruangan yang tidak lembab, sedikit jauh dari kontak dengan lantai dan dinding ruangannya.
1. Berkembangnya Hama Gudang
Hama gudang dapat menyerang setiap waktu, ada yang kelihatan dan ada yang paling merugikan yaitu yang tidak tampak, karena menyerang atau merusak bagian dalam hasil tanaman lepas panen. Kerusakan yang dikarenakan hama gudang termasuk pencemarannya oleh telur, kepompong dan kotoran yang dapat menurunkan kualitas hasil tanaman.
1. Kehilangan dan Berbagai Kerusakan Fisik Berkaitan Dengan kegiatan Pengambilan dan Pengangkutan Hasil
Beberapa contoh yang berhubungan dengan hal tersebut antara lain :
1. Pemetikan daun tembakau, daun teh yang tidak memperhatikan ketentuan atau pertimbangan-pertimbangan yang diperlukan, demikian pula dalam pengeringannya tidak memperhatikan suhu yang diperlukan, maka mutu hasil tanaman ini tidak akan memenuhi standar perdagangan / ekspor negara konsumen, walaupun pengepakannya memenuhi persyaratan.
2. Pemetikan atau pengambilan hasil tanaman yang serampangan akan mengakibatkan hasil tanaman / buah yang belum masanya harus dipetik / diambil menjadi terambil.
Meskipun nampaknya sederhana, penanganan pasca panen merupakan suatu sistem yang komplek, karana bukan saja melibatkan faktor teknis, tetapi juga faktor sosial–ekonomi.
Untuk mendapatkan mutu hasil hortikultura khususnya buah-buahan dan sayur- sayuran yang baik dalam pemasaran ,maka kegiatan perlakuan segar seperti penentuan derajat pemasakan untuk dipetik, granding dan sortasi, pengepakan, pengangkutan dan penyimpanan harus dilaksanakan secara cermat dan hati-hati. Perlakuan yang kasar akan meningkatkan jumlah kerusakan, yang berarti akan memperpendek daya simpannya.
Buah-buahan harus dipungut pada derajat kemasakan cukup tua, tidak perlu masak atau matang di pohon akan tetapi ada pula beberapa jenis buah yang menghendaki dipungut betul-betul matang di pohon.
Penentuan tingkat ketuaan untuk di panen nampaknya belum mendapatkan perhatiansecara penuh, walaupun para petani dan para pedagang buah dan sayur mengetahui betul kapan sebaiknya buah dan sayur harus dipetik untuk kemudian di pasarkan. Hal ini antara lain juga disebabkan keadaan sosial ekonomi – dan tidak terjaminnya keamanan setempat.
Penentuan saat panen pada buah-buahan dan sayur-sayuran memegang peranan penting di dalam menentukan mutu, baik untuk keperluan pengolahan maupun untuk keperluan hidangan segar. Kegiatan penanganan pasca panen lainnya seperti penyortiran, pengepakan, pengangkutan, penyimpanan, termasuk peranan penting di dalam penentuan mutu akhir.
Bahan mentah hasil panen selama penyimpanan akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisiologik, mekanik, fisik, kimiawi, parasitik atau mikrobiologik. Di Indonesia misalnya, sayur-sayuran dan buah-buahan banyak mengalami kerusakan sebelum sempat dikonsumsi. Jumlah kerusakan kira-kira meliputi 35 – 40 % sedangkan sisanya 60 % sebagian besar dijual dalam bentuk sayur-sayuran dan buah-buahan segar atau diolah menjadi acar, manisan, juice, selai, saus, sambal dan lain-lain.
Kesadaran Melakukan Pasca Panen
Untuk mewujudkan hasil tanaman yang dikehendaki para konsumen (individu atau industri, pasar domestik atau pasar negeri), maka penanganan atau pengelolaannya memerlukan teknik dan pengetahuan yang selalu harus mengikuti perkembangan pasar, dimana standar atau patokan yang dikehendaki oleh para konsumen telah tertentu.
Teknik dan pengetahuan penanganan atau pengelolaan hasil tanaman lepas panen sampai sekarang dapat dikatakan belum atau kurang diperhatikan oleh para petani pada umumnya, mereka kurang menyadari bahwa kalau hal tersebut diperhatikan dan diterapkan dengan baik setiap lepas panen, maka pendapatan atau keuntungan yang diperoleh akan lebih besar. Mengenai belum atau kurang diperhatikan atau kurangnya kesadaran melakukan penanganan atau pengelolaan lepas panen adalah karena alasan-alasan sebagai berikut :
1. Kebutuhan yang mendesak
2. Teknik dan pengetahuan tradisional yang belum dikembangkan
3. Kurangnya pengatahuan tentang penanganan atau pengelolaan lepas panen
4. Keengganan para petani untuk melakukan penanganan lepas panen karena kesulitan biaya dan tenaga tambahan.( dari berbagai Sumber )

Jumat, 21 Januari 2011

Pertumbuhan dan perkembangan

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan suatu proses yang penting . Secara empiris, pertumbuhan tanaman dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi dari genotif x lingkungan = f (factor pertumbuhan internal x factor pertumbuhan eksternal ).
Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan (growth) didefinisikan sebagai suatu peningkatan ukuran yang prosesnya tidak dapat balik (Ireversible), serta dihasilkan dari pembelahan sel dan perbesaran sel. Pertumbuhan menyangkut aspek kuantitatif sehingga dapat dinyatakan dengan angka dan dapat diukur dengan alat ukur panjang atau berat. Melalui suatu rangkaian pembelahan mitosis, zigot akan menjadi embrio multiseluler didalam sebuah biji. Setelah perkecambahan, terjadi pembelahan mitosis yang sebagian besar terpusat pada meristem apikal dekat dengan ujung akar dan ujung tunas. Pembesaran sel-sel yang baru dibuat inilah yang bertanggung jawab terhadap peningkatan ukuran sesungguhnya dari suatu tumbuhan.

Perkembangan yaitu perubahan pada makhluk hidup menuju kedewasaan. Perkembangan menyangkut aspek kualitatif kelengkapan organ tubuh menjadi makhluk yang sempurna dan dewasa . Perkembangan berlangsung bersamaan dengan pertumbuhan. Misalnya jagung yang tumbuh juga mengalami perkembangan sehingga terbentuk struktur yang dewasa (bunga, buah dan biji).
Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan dimualai dengan perkecambahan biji. Biji akan berkembang menjadi tumbuhan kecil atau kecambah (planula). Kecambah akan berkembang menjadi tumbuhan kecil yang sempurna, yang kemudian tumbuh membesar. Setelah mencapai masa tertentu, tumbuhan akan berbunga dan menghasilkan buah serta biji. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan terjadi pembelahan sel, pemanjangan sel dan diferensiasi sel.

Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan yang tidak dapat balik dalam ukuran pada semua sistem biologi. Pertumbuhan ini digambarkan dengan kurve yang sigmoid. Proses pertumbuhan ini diatur oleh pesan hormonal dan respon dari lingkungan (panjang hari, temperatur rendah, perubahan persediaan air. Pertumbuhan berikutnya disebut diferensiasi, yang didefinisikan sebagai pengontrolan gen dan hormonal serta lingkungan yang merubah struktur dan biokimiawi perubahan ini terjadi pada hewan dan tanaman saat berkembang (Kaufman et al., 1975).

Gambar 1.2 Daerah pembelahan, daerah pemanjangan, dan daerah diferensiasi.

Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan merupakan hasil interaksi komplek dua faktor, yaitu faktor dalam atau intern dan faktor luar atau ekstern. Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh tumbuhan sendiri yang berpengaruh terhadap pertumbuhan. Faktor itu dibedakan menjadi dua, yaitu faktor intrasel dan intersel. Yang termasuk factor intrasel adalah sifat menurun atau factor hereditas, sedangkan yang termasuk factor intersel adalah hormone. Faktor luar atau ekstern yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan adalah air tanah dan mineral, kelembapan udara, suhu udara, cahaya, dan lain-lain ( Prawirohartono 2003 : 51).
Pertumbuhan tanaman dapat didefenisikan sebagai bertambah besarnya tanaman yaang diikuti oleh peningkatan bobot kering. Tanaman yang bertambah panjang ditempat gelap belum dapat dikatakan tumbuh walaupun volumenya bertambah karena bobot keringnya sebenarnya menurun akibat respirasi yang terus berlangsung. Sedangkan fotosintesis tidak terjadi. Dalam keadaan normal pertambahan volume diikuti oleh peningkatan bobot kering. ( Darmawan dan Baharsjah, 1983 ).
Pertumbuhan dan perkembangan bagian-bagian vegetatif tanaman diatas tanah Terutama ditentukan oleh aktivitas meristem apikal karena disini primordia daun terbentuk, karena pemanjangan batang permulaannya tergantung pada jaringan batang baru yang terbentuk pada ujung dan karena banyak rangsangan hormonal ( Goldsworthy dan Fisher, 1996 ).
Faktor lingkungan juga penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tidak hanya lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan, tetapi juga banyak faktor seperti cahaya, temperatur, kelembaban, dan faktor nutrisi mempengaruhi akhir morfologi dari tanaman. Cahaya meliputi pada lekukan dari batang morfogenesis. Temperatur, kelembaban,dan nutrisi mempunyai efek yang lebih halus, tetapi juga mempengaruhi perubahan morfologi ( Ting, 1987 ).
Penelitian kultur embrio menunjukkan bahwa embrio membutuhkan sejumlah zat tumbuh tergantung pada stadium perkembangannya. Embrio yang masih sangat muda membutuhkan auksin, giberelin, sitokinin, vitamin, dan mungkin juga siklitor dan senyawa-senyawa lain sampai mencapai perkembangan yang normal ( Prawiranata, dkk, 1981 ).
Pertumbuhan adalah manifestasi yang paling jelas. Pertumbuhan adalah hasil dari jaringan proses metabolik yang berjalan pada tumbuhan. Dibawah kondisi yang normal, kondisi dan bentuk proses lebih besar daripada destruktif dengan hasil yang meningkat pada zat dari tumbuhan. Pertumbuhan zat tumbuh selalu merupakan hasil dari konstruktif metabolisme dan menyertai dengan kenaikan berat basah ( Pradhan, 2001 ).
Daerah meristematis pucuk batang mengalami pertumbuhan primer seperti yang terjadi pada akar. Namun, caranya lebih kompleks karena tidak hanya proliferasi aksis batang namun juga pembentukan organ lateral lainnya. Pembelahan sel pada batang umumnya terjadi pada internodus paling atas. Selam periode pertumbuhan aktif, meristem ujung batang yang tipis, berdinding lembut dan isodiametris, aktif melakukan proliferasi sel. Pemanjangan sel diperpanjang sepanjang internodus. Semakin jauh dari internodus maka kecepatan pemanjangan semakin lambat. Daerah pemanjangan di belakang ujung batang biasanya 10 cm panjangnya (Loveless, 1991). Proses pemanjangan tunas terjadi melalui pertumbuhan ruas yang sedikit lebih tua di bawah ujung tunas tersebut. Pertumbuhan ini disebabkan pembelahan sel dan pemanjangan sel dalam ruas tersebut. Pembelahan sel dan pertumbuhan yang terus menerus sehingga mendorong ke arah pemanjangan batang dan tunas (Campbell, 1999). Salisbury (1992) juga menjelaskan bahwa pada batang yang sedang tumbuh, daerah pembelahan sel batang lebih jauh letaknya dari ujung daripada daerah pembelahan akar, terletak beberapa sentimeter dibawah ujung.

Inisiasi Akar Tanaman
Pada ujung akar dan ujung batang tumbuhan berbiji yang aktif tumbuh, terdapat tiga daerah (zona) pertumbuhan dan perkembangan.
a. Daerah pembelahan (daerah meristematik)
Daerah pembelahan merupakan daerah yang paling ujung dan merupakan tempat terbentuknya sel-sel baru. Sel-sel didaerah ini mempunyai inti sel yang erlatif besar, ber dinding tipis, dan aktif membelah diri.
b. Daerah pemanjangan
Daerah pemanjangan merupakan daerah hasil pembelahan sel-sel meristem. Sel-sel hasil pembelahan etrsebut akan bertambah besar ukurannya sehingga menjadi bagian dari daerah pemanjangan. Ukuran selnya bertambah beberapa puluh kali dibanding sel-sel meristematik.
c. Daerah diferensiasi
Daerah diferensiasi merupakan daerah yang terletak dibawah daerah pemanjangan. Sel-sel didaerah diferensiasi umumnya mempunyai dinding yang tebal dan beberapa diantaranya mengalami diferensiasi menjadi epidermis, kortek dan empulur. Sel yang lain berdiferensiasi menjadi pearenkim, jaringan penunjang dan jaringan pengangkut (xylem dan floem)

Gambar penampang akar
Sel-sel inisial membentuk sel-sel pada ujung akar yang bersifat meristematis. Pembelahan sel terjadi secara longitudinal dan beberapa ke arah lateral yang menyebabkan akar berbentuk silindris (Campbell, 1999). Selanjutnya sel-sel dekat ujung akar aktif berproliferasi, dimana terletak tiga zona sel dengan tahapan pertumbuhan primer yang berurutan (zona pembelahan sel, zona pemanjangan dan zona pematangan). Zona pembelahan sel meliputi meristem apikal dan turunannya, yang disebut meristem primer (terdiri dari protoderm, prokambium dan meristem dasar). Meristem apikal yang terdapat di pusat zona pembelahan menghasilkan sel-sel meristem primer yang bersifat meristematik. Zona pembelahan sel bergabung ke zona pemanjangan (elongasi). Disini sel-sel memanjang sampai sepuluh kali semula, sehingga mendorong ujung akar, termasuk meristem ke depan. Meristem akan mandukung pertumbuhan secara terus-menerus dengan menambahkan sel-sel ke ujung termuda zona pemanjangan tersebut (Campbell, 1999).
Proses pemanjangan akar terkonsentrasi pada sel-sel dekat ujung akar, dimana terletak tiga zona sel dengan tahapan pertumbuhan primer yang berurutan. Dari ujung akar ke arah atas terdapat zona pembelahan sel, zona pemanjangan dan zona pematangan. Zona pembelahan sel meliputi meristem apikal dan turunannya, yang disebut meristem primer (terdiri dari protoderm, prokambium dan meristem dasar). Meristem apikal yang terdapat di pusat zona pembelahan menghasilkan sel-sel meristem primer yang bersifat meristematik. Zona pembelahan sel bergabung ke zona pemanjangan (elongasi). Disini sel-sel memanjang sampai sepuluh kali semula, sehingga mendorong ujung akar, termasuk meristem ke depan. Meristem akan mandukung pertumbuhan secara terus-menerus dengan menambahkan sel-sel ke ujung termuda zona pemanjangan tersebut (Campbell, 1999).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan distribusi akar menurut Gardner et al. :
1. Genotipe, karakteristik akar secara kuantitatif akan diturunkan ke generasi selanjutnya dan dikendalikan oleh gen, perbedaan genetik ini lalu akan berinteraksi dengan lingkungan.
2. Persaingan, kompetisi spesies tumbuhan mengeluarkan bahan panghambat oleh akar disebut alelopati.
3. Penghilangan daun, pemotongan daun dapat mengurangi pertumbuhan akar dan pucuk.
4. Atmosfer tanah, kandungan CO2 yang lebih banyak dari O2 dalam rhizospere akan merangsang pertumbuhan akar.
5. PH, dalam pH kurang dari 6 akan membatasi pertumbuhan akar karena meningkatkan kelarutan Al, Mn, Fe.
6. Temperatur tanah, temperatur optimum pertumbuhan akar lebih rendah dari bagian pucuk.
7. Kesuburan tanah, pertumbuhan dan perkembangan akar memerlukan sumber mineral yang cukup.
8. Air, akar tidak akan tumbuh melalui lapisan tanah yang kering.
9. Daya mekanik dan fisik, akar mngalami resistensi mekanik terhadap pertumbuhan dari bermacam-macam sebab, misal ukuran partikel, kurangnya penggumpalan, kompaksi tanah dan lain-lain.






Analisis Pertumbuhan
Pengertian pertumbuhan membutuhkan ukuran secara tepat dan dapat dibaca dengan bentuk kuantitatif yang dapat diukur. Analisis pertumbuhan merupakan suatu cara untuk mengikuti dinamika fotosintesis yang diukur oleh produksi bahan kering. Pertumbuhan tanaman dapat diukur tanpa mengganggu tanaman, yaitu dengan pengukuran tinggi tanaman atau jumlah daun, tetapi sering kurang mencerminkan ketelitian kuantitatif. Akumulasi bahan kering sangat disukai sebagai ukuran pertumbuhan. Akumulasi bahan kering mencerminkan kemampuan tanaman dalam mengikat energi dari cahaya matahari melalui proses fotosintesis, serta interaksinya dengan faktor-faktor lingkungan lainnya. Distribusi akumulasi bahan kering pada bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, daun dan bagian generatif, dapat mencerminkan produktivitas tanaman.
Indeks Luas Daun (ILD) adalah luas daun (A) pada tiap satuan luas lahan (P) yang dinaytakan secara matematik :
ILD = A/P
Laju Tumbuh Pertamanan (LTP) adalah suatu peningkatan bobot kering tiap satuan luas lahan (L) tiap satua waktu yang dinyatakan secara matematik :
LTP = dw/dt atau LTP = LAN x ILD
Laju Asimilasi Neto (LAN adalah kaju peningkatan bobot kering tanaman pada saat tertentu (t) tiap satuan luas (L), yang dinyatakan secara matematik :
LAN =1/L .dw/dt atau LAN = (ln L2 – lnL1)/(L2 – L1 ) x (w2 – w1)/(t2 – t1)
Nisbah Luas Daun (NLD) adalah perbandingan luas daun (L) terhadap bobot kering tanaman yang ada (W), yang dinyatakan secara matematik :
NLD = L/W
Laju Tumbuh Relatif (LTR) pada saat tertentu (t) adalah laju peningkatan bobot kering tanaman (W) tiap satuan bobot kering, yang dinyatakan secara matematik :
LTR = 1/w . dw/dt atau LTR = LAN x NLD


Tabel 1. Distribusi Bobot Kering Tanaman Kedelai Menurut Waktu Pengamatan
Pengamatan
Minggu ke Bobot Kering Tanaman (g/m2)
Daun Akar Batang Total
3 2,88 0,96 0,64 4,48
4 12,16 3,52 7,04 22,72
5 67,84 4,48 43,84 116,16
6 77, 12 13,44 55,36 145,92
7 79,68 17,92 90,88 188,48
8 117,12 22,40 145,92 285,44

Bobot kering tanaman mencerminkan pola tanaman mengakumulasikan produk dari proses fotosintesis dan merupakan integrasi dengan faktor-faktor lingkungan lainnya. Tabel 1 menunjukkan bahwa tanaman kedelai sampai mingu ke 8 belum menunjukkan maksimum dalam mengakumulasi bahan kering. Laju produksi bahan kering yang maksimum pada kedelai terjadi selama periode pembungaan masih meningkat (Shibles dan Weber, 1965). Distribusi bahan kering pada minggu ke 8 tanaman kedelai adalah 41,03 % daun, 7,85 % akar dan 51,12 % batang.
Daun merupakan organ fotosintetik utama dalam tubuh tanaman, di mana terjadi proses perubahan energi cahaya menjadi energi kimia dan mengakumulasikan dalam bentuk bahan kering. Dalam analisis pertumbuhan, perkembangan daun menjadi perhatian utama. Berbagai ukuran dapat digunakan, seperti pengukuran indeks luas daun, nisbah luas daun dan nisbah berat daun pada waktu tertentu. Perubahan-perubahan selama pertumbuhan mencerminkan perubahan bagian yang aktif berfotosintetsis.
Berbagai ukuran dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan tanaman dengan cara membandingkan bobot bahan kering dan luas daun tanaman dari waktu ke waktu. Dengan memperhatikan luas daun dan bobot kering dapat diukur laju asimilasi neto. Dengan hanya memperhatikan bobot kering tanaman dapat dikur laju tumbuh pertanaman dan laju pertumbuhan relatif (Leopold dan Kriedermann, 1975). Analisis tumbuh tanaman digunakan untuk memperoleh ukuran kuantitatif dalam mengikuti dan membandingkan pertumbuhan tanaman, dalam aspek fisiologis maupun ekologis, baik secara individu maupun pertanaman.
Menurut Leopold dan Kriedermann (1975) dan Radford (1967) parameter pertumbuhan yang diduga antara lain adalah Indek Luas Daun (Leaf Area Index), Laju Tumbuh Pertanaman (Crop Growth Rate), Laju Asimilasi Netto (Net Assimilation Rate), Nisbah Luas Daun (Leaf Area Ratio) dan Laju Tumbuh Relatif (Relatif Growth Rate).
Pada tanaman kedelai terlihat perkembangan indeks Luas Daun setelah awal pertumbuhan, terjadi peningkatan yang cepat yang mendekati linier sampai fase pembungaan, saat dicapai ILD 5 – 8. Setelah mencapai maksimum kemudian menurun dengan cepat karena daun-daun bawah luruh. Selama fase pengisian biji sampai fase masak fisiologis, nilai ILD berkisar antara 4 – 6 (Shibbles, Anderson dan Gibson, 1975). Blad dan Baker mngemukakan hubungan ILD selama pertumbuhan tanaman kedelai berdasarkan hasil penelitian pada varietas Chippena 64 dan Hank, diperoleh bahwa setelah awal pertumbuhan tanaman kedelai, terlihat peningkatan sesuai bertambahnya umur tanaman, kemudian turun dan ILD maksimum dicapai pada saat jumlah daun dan ukuran daun maksimum.
Jika diperhatikan bahwa walaupun ukuran daun varietas Hark lebih kecil dari varietas Cheppena 64, tetapi jumlah daunnya lebih banyak, sehingga nilai ILD maksimum untuk kedua varietas tersebut hampir sama yaitu 4,3 dan 4,5. Namun saat tercapainya ILD maksimum sedikit berbeda. Varietas Cheppena lebih awal 10 hari dibanding varietas Hark. Lokasi juga bisa memepngaruhi ILD maksimum, seperti yang ditunjukkan varietas Cheppena yang dapat mencapai 7,0 di daerah yang mempunyai radiasi yang tinggi.
Shibles dan Weber (1965) mengemukakan bahwa ada hubungan antara nilai ILD dan produksi bahan kering yang mengikuti kurva asimtotik. Pada kurva ini terlihat bahwa selama produksi bahan kering tanaman kedelai tidak menurun pada tingkat ILD yang lebih besar dari kebutuhan untuk intersepsi radiasi penuh, maka daun bagian bawah yang terlindungi kanopi bukan parasit bagi bagian yang preoduktif.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Indeks Luas Daun (ILD), Nisbah Luas Daun (NLD) dan Nisbah Berat Daun (NBD) Tanaman Kedelai.
Pengamatan
Minggu Ke ILD
(m2/m2) NLD
(m2/g) NDB
(g/g)
3 0,12 0,027 0,64
4 1,63 0,072 0,53
5 2,28 0,20 0,58
6 2,89 0,20 0,53
7 3,47 0,18 0,42
8 4,03 0,014 0,41

Daun adalah organ fotosintetik tanaman sehingga luas daun yang tercermin dari ILD penting diperhatikan. Luas daun mencerminkan luas bagian yang melakukukan fotosintesis, sedangkan ILD mencerminkan besarnya intersepso cahaya oleh tanaman. Meskipun bagian batang juga ikut mengintersepsi cahaya, tetapi lebih aktivitas lebih efektif terjadi pada daun. ILD meningkat dengan meningkatnya intensitas cahaya sampai batas optimum tanaman mengintersepsi cahaya. Tabel 2 menunjukkan bahwa sampai minggu ke 8 masih diperlihatkan peningkatan ILD. Pada kedelai dapat diperoleh ILD 0,30 sampai 7,37 dari kanopi dewasa (Scott dan Batchelor, 1979). Setelah ILD mencapai maksimum, kemudian akan menurun dengan cepat karena daun-daun bagian bawah dekat tanah menua selama pengisian biji.
Nisbah Luas Daun (NLD) mencerminkan luas daun tiap satuan luas daun, ternyata pada tanaman kedelai semakin menurun dengan meningkatnya umur tanaman (Tabel 2). Dengan meningkatnya umur tanaman ILD juga meningkat, tanaman semakin rimbun dan terlihat rapat. Menurut hukum Beer dengan meningkatnya ILD intensitas cahaya dalam tajuk tanaman juga makin berkurang. Daun tanaman yang kekurangan cahaya cenderung lebih luas tetapi lebih tipis (Wilsie, 1962), sehingga luas daun per satuan berat daun semakin rendah.
Nisbah Berat Daun (NBD) juga menunjukkan penurunan sampai minggu ke 7, yang berarti bahwa akumulasi bahan kering tidak hanya pada daun, tetapi juga ditranslokasikan pada bagian lain yaitu pada bagian batang dan akar. Akumulasi bahan kering pada bagian batang dan akar juga diperlukan untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Perkembangan perakaran yang baik diperlukan seiring dengan pertumbuhan tanaman, untuk pengambilan hara dan air dari dalam tanah lebih banyak. NBD yang besar menunjukkan bagian yang aktif berfotosintesis yang masih besar. NBD yang lebih besar menunjukkan fase vegetatif yang lebih panjang.
Tabel 3. Hasil Analisis Tumbuh : Laju Asimilasi Neto (LAN), Laju Pertanaman (LTP) dan Laju Tumbuh Relatif (LTR) Tanaman Kedelai.
Pengamatan
Minggu Ke LAN
(g / m2) LTP
(g / m2) LTR
(g / g)
3 – 4 31,51 51,36 2,26
4 – 5 48,24 109,99 0,94
5 – 6 11,57 33,44 0,23
6 – 7 13,42 46,57 0,25
7 - 8 25,90 104,38 0,36

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa LAN, LTP dan LTR terlihat berfluktuasi dari minggu ke minggu pengamatan. LAN dan LTP meningkat dari minggu 3-4 ke 4-5 tetapi kemudian menunjukkan penurunan sampai minggu 6-7, kemudian meningkat lagi pada minggu 7-8. LTR kedelai menunjukkan pola yang konsisten, yaitu menunjukkan penurunan dari minggu 3-4 sampai 7-8. Rata-rata laju tumbuh sampai minggu ke 8 kedelai yang tercermin dari LAN, LTP dan LTR berturut-turut adalah 3,73 g/m2/hari, 9,88 g/m2/hari dan 0,12 g/g/hari. Nilai-nilai ini masuk dalam kisaran yang diperlihatkan oleh Scott dan Batchalor (1979), bahwa LTP berkisar antara 1,33-8,50 g/m2/hari, niali LTP berkisar antara 4,01-18,28 g/m2/hari, sedangkan LTR berkisar antara 0,011 – 0355 g/g/hari.

PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN

Struktur Morfologi bunga Secara Umum
Kelopak bunga (calyx)
• Fungsi : melindungi bagian-bagian bunga lainnya sebelum kuncup itu mekar
• Terdiri atas beberapa helai daun kelopak (sepalum)
• Pada beberapa spesies, di bawah daun kelopak terdapat kelopak tambahan (epicalyx); misalnya pada Kapas (Gossypium acuminatum Roxb), Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinnensis L.)

Tajuk/mahkota bunga (corolla)
• Fungsi :
• membungkus dan melindungi putik dan benang sari selama kuncup bunga belum mekar
• menjadi atraktan (daya tarik) bagi serangga penyerbuk, saat bunga mencapai reseptif dan siap melakukan penyerbukan
• Terdiri dari beberapa helai daun tajuk (petalum)
• Daun kelopak (sepalum) dan daun tajuk (petalum) bersama-sama membentuk perhiasan bunga (perianthium)

Benang sari (stamen)
• Fungsi : alat perkembangbiakan jantan
• Terdiri dari :
1. Tangkai sari (filamentum)
2. Kepala sari (anthera)
• Kepala sari mempunyai 2 ruang serbuk sari (theca), dan di dalam ruang ini terdapat serbuk sari (pollen)


Putik (pistillum)
• Fungsi : alat perkembangbiakan betina
• Terdiri dari :
1. Kepala putik (stigma)
2. Tangkai putik (stylus)
3. Bakal buah (ovarium)
4. Bakal biji (ovulum)

Berdasar jumlah daun buah (carpellum) yang membentuknya, bakal buah dibedakan menjadi:
 Unilocularis/beruang tunggal : bakal buah terbentuk dari sehelai daun buah (carpellum) dan membentuk sebuah ruangan
 Bilocularis/beruang dua : bakal buah terbentuk dari 2 helai daun buah (carpellum) dan membentuk 2 buah ruangan
 Trilocularis/beruang tiga : bakal buah terbentuk dari 3 helai daun buah (carpellum) dan membentuk 3 buah ruangan
 Multilocularis/beruang banyak : bakal buah terbentuk dari banyak daun buah (carpellum) dan membentuk banyak ruangan

Berdasar letak bakal buah pada dasar bunga (receptaculum), bakal buah dibedakan menjadi:
 Superus : bakal buah menumpang di atas dasar bunga
 Inferus : bakal buah tenggelam di dalam dasar bunga
 Semi inferus : bakal buah setengah tenggelam



Ruangan dalam bakal buah (ovarium) berisi bakal biji (ovulum). Ovulum tersusun sepanjang papan bakal biji (placenta), dan dihubungkan oleh tangkai tali pusat (funiculus)
Bakal biji (ovulum) terdiri dari :
 Nucellus : inti bakal biji
 Integumentum : lapisan kulit bakal biji
 Chalaza : pangkal dari nucellus, tempat melekatnya integumentum
 Funiculus : tangkai tempat menggantungnya bakal biji
 Hilum/pusat biji : tempat melekatnya ujung funiculus
 Micropyle : liang kecil pada bagian ujung integumentum
Tipe bakal biji :
 Atropus : lurus
 Anatropus : terbalik
 Campylotropus : melengkung


b. Beberapa tipe seks pada bunga
Androecium : seluruh alat kelamin jantan yang terdapat pada bunga, yaitu:
 benang sari (stamen)
 Tepung sari (pollen) : mengandung inti sperma
Gynaecium : seluruh alat kelamin betina yang terdapat pada bunga, yaitu:
 bakal buah (ovarium)
 bakal biji (ovulum) : mengandung sel telur (ovum)
Berdasarkan keberadaan alat kelamin, bunga dibedakan menjadi :
 bunga jantan (masculus :  ) : hanya punya androecium
 bunga betina (femineus : ) : hanya memiliki gynaecium
 hermaphroditus ( ) : memiliki keduanya

c. Tipe simetri
Bidang simetri : bid. vertikal yang membagi bentuk bunga menjadi 2 bagian yang sama & sebangun.

1. Radial simetri (actinomorphus/regularis) : banyak bidang simetri
Misal : Lombok (Capsicum annuum L), tembakau (Nicotiana tabaccum L)

Tipe simetri (kiri) dan bentuk bunga (kanan) actinomorphus

2. Bilateral simetri (zygomorphus): hanya dapat dibagi oleh bidang simetri dalam satu jurusan
Misal : Anggrek (Orchidaceae), kacang-kacangan (Papilionaceae)

Tipe simetri (kiri) dan bentuk bunga (kanan) zygomorphus
3. Asimetri (asymmetrus) : tidak mempunyai bidang simetri sama sekali
Misal : Cannaceae dan Marantaceae
d. Perbungaan (inflorescentia)
Perbungaan (inflorescentia) : sekelompok bunga yang serupa dan tersusun menurut cara-cara tertentu pada sebuah pohon bunga
Berdasarkan atas urutan mekarnya bunga-bunga, perbungaan dibedakan menjadi:
1. Perbungaan tak terbatas (Inflorescentia racemosa, centripetala)
• Tangkai utama (pedunculus) panjang dan ujungnya tidak berbunga
• Tangkai utama dalam pertumbuhan memanjang berturut-turut membentuk anak tangkai dari pangkal ke ujung
• Jumlah anak tangkai tidak terbatas
• Tangkai utama lebih panjang dari anak tangkai
• Bunga mekar dari bawah ke atas
2. Perbungaan terbatas (Inflorescentia cymosa, centrifuga)
• Ujung tangkai utama (pedunculus) berbunga (tidak dapat tumbuh terus ke atas)
• Percabangan anak tangkai tidak berbeda dengan tangkai utama
• Jumlah anak tangkai terbatas
• Tangkai utama lebih pendek dari anak tangkai
• Bunga pada ujung tangkai utama mekar lebih dulu (Bunga mekar dari atas ke bawah)

Berdasarkan atas percabangan tangkai utama, perbungaan dibedakan menjadi :
1. Tangkai utama tidak bercabang dan bunga-bunga tidak bertangkai (duduk)
• Bulir (spica)
• Untai (amentum)
• Tongkol (spadix)
• Bongkol (capitulum)
2. Tangkai utama tidak bercabang dan bunga-bunganya bertangkai
• Tandan (racemus/botrys)
• Payung (umbella)
3. Tangkai utama bercabang berulang kali; masing-masing dengan dua cabang samping
• Malai (panicula)
• Payung majemuk (umbella composita)
• Lembing (anthela)
4. Tangkai utama bercabang dan tiap cabang membentuk satu cabang samping; bunga-bunganya bertangkai monochasium
• Sekrup (bostryx)
• Sinsinus (cincinnus)
• Sabit (drepanium)
• Kipas (rhipidium)






Pembungaan pada Angiospermae dan Gymnospermae
Tanaman berbiji dikelompokkan menjadi 3 taxa: Angiospermae, Gymnospermae dan Pteridospermae. Pteridospermae hanya dijumpai dalam bentuk fosil dari awal periode karbon (Carboniferous period) (Darwin, 1903). Hingga saat ini Pteridospermae dianggap sebagai tanaman pertama yang memiliki ovule yang mampu membentuk biji.
Stuktur Bunga
ANGIOSPERMAE

• Tersusun atas kelopak (sepal), mahkota (petal), putik (♀) dan benang sari (♂)
• Bisa berupa bunga sempurna (strukturnya lengkap) atau tak sempurna (salah satu/beberapa struktur penyusunnya tidak ada)
• Bisa berumah satu/monoecious (♀dan ♂dalam bunga/pohon yang sama) atau berumah dua/dioecious (♀dan ♂dalam pohon yang berbeda)
• Bisa bersifat hermafrodit (♀dan ♂lengkap dalam 1 bunga), masculus (hanya memiliki ♂), atau femineus (hanya memiliki ♀)

GYMNOSPERMAE
• Tipe strobili (cones) : strukturnya tersusun atas sumbu sentral (central axis) yang mendukung kelopak (bracts) dan sisik (scales)
• Organ jantan dan betina terpisah, tapi bisa berumah satu/monoecious (dalam pohon yang sama) atau berumah dua/dioecious
• Pada bunga jantan (male/staminate cone), tiap scales (microsporophyll) berisi dua kantung tepung sari (pollen sac/microsporangia)
• Pada bunga betina (female/ovulate cone), tiap scales (macrosporophyll) memiliki dua ovule (megasporangia) pada permukaan atasnya

b. Masa Reseptif dan Kematangan Tepung Sari
ANGIOSPERMAE

Tepung sari
Ketika tepung sari (pollen) matang, secara otomatis kepala sari (anthera) akan pecah dan menghamburkan butiran-butiran tepung sari yang matang. Kematangan tepung sari berhubungan dengan penurunan kadar air dan penyusutan jaringan pada kepala sari, yang merupakan fungsi higroskopis untuk membuka kantung tepung sari. Mekanisme ini diduga merupakan fungsi alami dari tanaman untuk menghamburkan tepung sarinya demi kepentingan penyebaran alam dan regenerasi .
Butiran tepung sari tersusun atas empat komponen mendasar:
- exine atau lapisan dinding terluar
mengandung protein
- intine atau lapisan dinding dalam

- pollenkit atau mantel memberi warna pollen
- colpi atau lubang germinasi mengandung lemak
Secara visual, tepung sari yang matang dapat dideteksi dari perubahan warna dan kelekatan (stickiness) butiran-butirannya . Perubahan warna permukaan butiran tepung sari dari kuning pucat menjadi kuning terang mengindikasikan adanya peningkatan sporopollenin – bagian dari exine yang merupakan ciri spesifik dari suatu spesies yang mempengaruhi kenampakan luarnya; dan pollenkit yang basah, lengket dan berwarna; mengandung lemak, protein, karbohidrat, pigmen, senyawa fenolik dan ensim.
Peningkatan kelekatan butiran tepung sari mengindikasikan bahwa tepung sari tersebut telah siap untuk berkecambah dengan melakukan proses hidrasi dan melepaskan protein. Mekanisme hidrasi inilah yang dianggap paling menentukan dalam mengawali terjadinya proses penyerbukan, yang merupakan rangkaian dari proses interaksi jantan-betina (male-female interaction), perkecambahan tepung sari (pollen germination) dan pembentukan buluh tepung sari (pollen tube growth) .


PUTIK
Masa reseptif putik biasanya ditandai dengan :
- perubahan warna putik menjadi lebih terang
- pembesaran pori-pori pada kepala putik
- tangkai putik berangsur menjadi lurus
- permukaan putik memproduksi sekresi
Secara visual, reseptivitas putik dapat dideteksi dari perubahan kelekatan (stickiness), warna dan bentuk, baik pada kepala maupun tangkai putik .Kepala putik yang reseptif tampak berwarna lebih terang dan lengket dikarenakan adanya peningkatan sekresi ekstraseluler . sekresi ekstraseluler tersebut mengandung lemak dan protein. Sekresi ini berperan sebagai medium yang berfungsi untuk menangkap butiran tepung sari, serta merupakan penentu keberhasilan pembentukan buluh tepung sari (pollen tube) yang akan membawa sel kelamin jantan menuju ke ovary .
Reseptifnya putik juga ditandai oleh perubahan warna permukaan putik dari hijau menjadi kuning terang, yang dimulai dari pangkal tangkai putik (stylus). Makin terangnya warna putik menunjukkan bahwa sel-sel epidermis terluar sedang berkembang untuk meningkatkan produksi sekresi, dan pori-pori membesar untuk meningkatkan kemampuan sekresi.
Kepala putik (stigma) yang berangsur membengkak merupakan tanda bahwa jaringan transmisi yang ada pada bagian tersebut mulai memperbesar rongga-rongganya, untuk mempersiapkan diri dalam membentuk buluh tepung sari (pollen tube). Pembengkakan kepala putik juga merupakan mekanisme alami untuk meningkatkan luas bidang penempelan tepung sari ketika terjadi proses penyerbukan.
Tangkai putik yang berangsur menjadi lurus juga merupakan suatu mekanisme alami untuk mempersiapkan diri dalam membentuk buluh tepung sari (pollen tube).
GYMNOSPERMAE
• Masa reseptif biasanya ditandai dengan :
- perubahan warna female cone menjadi lebih terang
- scales terbuka perlahan-lahan dan akan tertutup kembali dalam waktu yang singkat
c.Perkembangan Organ Reproduktif
ANGIOSPERMAE

Jantan Betina



GYMNOSPERMAE

Jantan Betina



d. Penyerbukan dan Pembuahan
Interaksi jantan-betina (male-female interaction) merupakan tahapan pertama pada proses pembuahan, yaitu tahap ketika terjadi interaksi antara sekresi ekstraseluler yang diproduksi oleh kepala putik yang reseptif, dengan permukaan butiran tepung sari yang masak.



ANGIOSPERMAE
Putik memproduksi sekresi ekstraseluler yang mengandung protein, karbohidrat, lemak, enzim, fenol dan asam amino.
Sekresi ini berfungsi sebagai :
- Medium untuk menangkap butiran tepung sari
- Pendeteksi kesesuaian antara putik dengan tepung sari
Butiran tepung sari tersusun atas empat komponen mendasar:
- exine atau lapisan dinding terluar
mengandung protein
- intine atau lapisan dinding dalam
- pollenkit atau mantel: memberi warna pollen
- colpi atau lubang germinasi: mengandung lemak

Proses interaksi :
 Putik yang reseptif memproduksi sekresi ekstraseluler
 Butiran tepung sari yang masak jatuh pada kepala putik
 Proses hidrasi : butiran tepung sari menyerap sekresi putik melalui lubang germinasi
 Hidrasi menyebabkan pollen membengkak, akhirnya lubang germinasi pecah dan membebaskan lemak
 Exine dan intine membebaskan protein
 Proses perkecambahan pollen : lubang germinasi mendorong protein dari exine masuk ke dalam pori-pori jaringan transmisi yang ada pada putik
 Pembentukan pollen tube : formasi dinding pollen tube dimulai, selanjutnya protein dari intine ikut membentuk dinding pollen tube
 Selama terjadinya interaksi ini, jaringan transmisi yang ada pada putik menebal dan memperbesar pori-porinya, untuk membuka jalan bagi pollen tube yang akan membentang dari kepala putik hingga mikrofil.



GYNOSPERMAE
 Bunga betina memiliki dua ovule terbuka (telanjang) dalam tiap scales (macrosporophyll): yang berfungsi menangkap butiran tepung sari adalah permukaan jaringan integument.
 Ketika bunga betina mencapai reseptif, permukaan jaringan integument memproduksi sekresi ekstraseluler dan membentuk mikrofil terbuka.
 Ketika jaringan integument membentuk mikrofil terbuka, terjadi penebalan dan penyusutan pada jaringan scale yang menyebabkan scale membuka sesaat. Pada saat itulah butiran tepung sari menempel pada ujung nucellus.
 Proses hidrasi : pollen menyerap air dari jaringan integument, dan perkecambahan pollen terjadi pada ujung nucellus.
 Pollen tube terbentuk dari intine.



e. Perkembangan Buah dan Biji

ANGIOSPERMAE
• Cadangan makanan berasal dari 2 polar nuclei (2n) + 1 inti generatif (n) = endosperm (3n)
• Endosperm (3n) dan embrio (2n) sama-sama berkembang, biasanya endosperm berkembang terlebih dahulu untuk menjamin ketersediaan suplai makanan
• Endosperm berangsur mengecil karena diserap oleh embrio dan ditransfer ke cotyledon
- Monocotyl : biji memiliki 1 cotyledon
- Dicotyl : biji memiliki 2 cotyledon

GYMNOSPERMAE
• Cadangan makanan berasal dari endosperm yang merupakan perkembangan dari tapetum (female gametophyte) = n
• Karena endosperm (n) sudah terbentuk sebelum pembuahan, maka energi difokuskan untuk perkembangan embrio (2n)



f. Ripening Phase (Fase Kematangan Buah Dan Biji)
Tiga tipe buah pada Angiospermae:
1. Dry dehiscent fruit: buah bertipe kering, terbuka dengan sendirinya untuk menghamburkan biji pada saat biji tersebut masak
2. Dry indehiscent fruit : buah bertipe kering, tertutup (biasanya berbiji tunggal), dan pada saat masak biji tetap berada di dalam buah
3. Fleshy fruit : buah berdaging









PEMBUNGAAN
Proses pembungaan mengandung sejumlah tahap penting, yang semuanya harus berhasil dilangsungkan untuk memperoleh hasil akhir yaitu biji. Masing-masing tahap tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal yang berbeda.
1. Induksi bunga (evokasi)
 Adalah tahap pertama dari proses pembungaan, yaitu suatu tahap ketika meristem vegetatif diprogram untuk mulai berubah menjadi meristem reproduktif.
 Terjadi di dalam sel.
 Dapat dideteksi secara kimiawi dari peningkatan sintesis asam nukleat dan protein, yang dibutuhkan dalam pembelahan dan diferensiasi sel.
2. Inisiasi bunga
 Adalah tahap ketika perubahan morfologis menjadi bentuk kuncup reproduktif mulai dapat terdeteksi secara makroskopis untuk pertama kalinya.
 Transisi dari tunas vegetatif menjadi kuncup reproduktif ini dapat dideteksi dari perubahan bentuk maupun ukuran kuncup, serta proses-proses selanjutnya yang mulai membentuk organ-organ reproduktif.
3. Perkembangan kuncup bunga menuju anthesis (bunga mekar)
 Ditandai dengan terjadinya diferensiasi bagian-bagian bunga.
 Pada tahap ini terjadi proses megasporogenesis dan mikrosporogenesis untuk penyempurnaan dan pematangan organ-organ reproduksi jantan dan betina.
4. Anthesis
 Merupakan tahap ketika terjadi pemekaran bunga.
 Biasanya anthesis terjadi bersamaan dengan masaknya organ reproduksi jantan dan betina, walaupun dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Ada kalanya organ reproduksi, baik jantan maupun betina, masak sebelum terjadi anthesis, atau bahkan jauh setelah terjadinya anthesis.
 Bunga-bunga bertipe dichogamy mencapai kemasakan organ reproduktif jantan dan betinanya dalam waktu yang tidak bersamaan.


5. Penyerbukan dan pembuahan
Tahap ini memberikan hasil terbentuknya buah muda. Detil dari proses penyerbukan dan pembuahan akan dijelaskan pada bab tersendiri.
6. Perkembangan buah muda menuju kemasakan buah dan biji
Tahap ini diawali dengan pembesaran bakal buah (ovarium), yang diikuti oleh perkembangan cadangan makanan (endosperm), dan selanjutnya terjadi perkembangan embryo.
Pembesaran buah merupakan efek dari pembelahan dan pembesaran sel, yang meliputi tiga tahap:
 Tahap pertama :
Terjadi peningkatan penebalan pada pericarp oleh adanya pembelahan sel.
 Tahap kedua :
Terjadi pembentukan dan pembesaran vesikel berair (juice vesicle); biasanya terjadi pada buah-buah fleshy
 Tahap ketiga :
Tahap pematangan, biasanya terjadi pengkerutan jaringan dan pengerasan endocarp pada buah-buah dry
Selama tahap-tahap ini terjadi pula akumulasi air dan gula, hingga pada tahap ketiga buah telah mengandung 80-90% air dan 10-20% gula.

f. Faktor yang berpengaruh pada
fase reproduktif
Pembungaan pada tanaman berkayu adalah proses sangat kompleks yang meliputi banyak tahapan perkembangan. Karena sifatnya yang perenial (berumur panjang/menahun), pohon harus berinteraksi dengan kondisi lingkungan setiap waktu sepanjang tahun, dan pembungaan biasanya dihubungkan dengan perubahan iklim. Proses pembungaan pada dasarnya merupakan interaksi dari pengaruh dua faktor besar, yaitu faktor eksternal (lingkungan) dan internal.

1. Faktor eksternal (lingkungan)
 Suhu
 Cahaya
 Kelembaban
 Unsur hara
2. Faktor internal
 Fitohormon
 Genetik
1. Faktor eksternal
Suhu
• Pada spesies temperate dingin, suhu yang relatif tinggi pada musim panas dan awal musim gugur tampaknya dapat merangsang inisiasi bunga. Fungsi suhu di sini adalah mematahkan dormansi kuncup.
• Pada spesies temperate hangat, subtropis dan tropis, pengurangan relatif pada suhu justru lebih bermanfaat . Pada apokat suhu optimal untuk perkembangan bunga adalah 25oC. Jika tanaman ditempatkan pada suhu 33oC sepanjang siang hari, selanjutnya akan terjadi penghambatan perkembangan bunga pada tahap diferensiasi tepung sari . Pada Acacia pycnantha suhu di atas 19oC menghambat baik mikrosporogenesis maupun makrosporogenesis .Pada jeruk, suhu di atas 30oC dilaporkan telah merusak perkembangan kuncup bunga .
• Suhu rendah menstimulir terjadinya perubahan pola pembelahan meristem, dari apikal menjadi lateral. Penempatan tanaman pada suhu rendah adalah penting untuk induksi dan inisiasi bunga dengan kebutuhan sekitar 300 jam pada 12oC .
• Suhu tinggi hingga batas ambang tertentu dibutuhkan oleh meristem lateral (primordia bunga) untuk mulai membentuk kuncup-kuncup bunga dan melangsungkan proses pembungaan.
• Selisih antara suhu max di siang hari dengan suhu min di malam hari akan mempengaruhi proses terbentuknya bunga: selisih yang besar akan mempercepat terjadinya pembungaan. Namun fluktuasi suhu yang terlalu besar dapat mengacaukan meiosis pada kuncup yang sedang berkembang pada tanaman larch, yang berakibat pada penurunan fertilitas biji .Suhu tinggi akan meningkatkan aktivitas metabolik dalam tubuh tanaman: fotosintesis, asimilasi, dan akumulasi makanan untuk mensuplai energi pembungaan.
Curah hujan/kelembaban
• Stres air dapat memacu inisiasi bunga, terutama pada tanaman pohon tropis dan subtropis seperti leci dan jeruk .Pembungaan melimpah pada tanaman kayu tropis genus Shorea juga telah dihubungkan dengan terjadinya kekeringan pada periode sebelumnya .Namun, hasil yang berlawanan telah teramati pada spesies iklim-sedang seperti pinus, apel dan zaitun.
• Kebanyakan pembungaan di daerah tropis terjadi saat transisi dari musim hujan menuju kemarau.
• Pada musim hujan tanaman melakukan aktivitas maksimal untuk menyerap hara dan air, agar dapat mengakumulasikan cadangan makanan dan menyimpan energi sebanyak-banyaknya → pertumbuhan vegetatif lebih dominan
• Transisi menuju kemarau berhubungan dengan meningkatnya intensitas cahaya, lama penyinaran dan suhu udara → meningkatnya aktivitas metabolik pada tanaman
• Pembungaan di daerah tropis merupakan respon terhadap turunnya status air dalam tanah
• Air dan nitrogen melimpah → titik tumbuh apikal aktif → pertumbuhan vegetatif dominan
• Kandungan air menurun → suhu dalam tanah meningkat → aktivitas meristem apikal menurun → terjadi mobilisasi energi dan cadangan makanan untuk membentuk meristem lateral

Cahaya
Cahaya mempengaruhi pembungaan melalui dua cara, yaitu intensitas cahaya dan fotoperiodisitas (panjang hari).
1. Intensitas Cahaya
 Berhubungan dengan tingkat fotosintesis: sumber energi bagi proses pembungaan
 Intensitas cahaya mempunyai pengaruh yang lebih besar dan efeknya lebih konsisten dari pada panjang hari. Pengurangan intensitas cahaya akan mengurangi inisiasi bunga pada banyak spesies pohon .Peningkatan cahaya harian rata-rata telah dihubungkan dengan pembungaan yang melimpah pada dipterokarpa di Malaysia ,dan menejemen kanopi pada pohon apel untuk memaksimalkan penetrasi cahaya dapat memberikan efek yang serupa). Kuncup bunga lebih banyak terbentuk pada ujung cabang/ranting yang mendapatkan cahaya matahari penuh.
 Pada spesies monoesi dan dioesi, yang hanya mempunyai bunga-bunga berkelamin-satu (single-sex), intensitas cahaya dapat memberikan efek yang berbeda pada inisiasi bunga betina dan jantan. Intensitas cahaya yang tinggi merangsang inisiasi bunga betina pada walnut dan pinus, sedangkan intensitas cahaya yang rendah, yang biasanya disebabkan oleh naungan kanopi, lebih merangsang terbentuknya bunga jantan . Intensitas cahaya yang tinggi dapat memacu pembungaan pada pinus dengan cara meningkatkan suhu dalam primordia.

2. Fotoperiodisitas (panjang hari)
 Merupakan perbandingan antara lamanya waktu siang dan malam hari
 Di daerah tropis panjang siang dan malam hampir sama. Makin jauh dari equator (garis lintang besar), perbedaan antara panjang siang dan malam hari juga makin besar
 Misalnya pada garis 60o LU:
Musim panas: siang hari hampir 19 jam, malam hari 5 jam
Musim dingin: siang hari hanya 6 jam, malam hari 18 jam
 Sehubungan dengan fotoperiodisitas tersebut, pada daerah-daerah 4 musim, tanaman dapat dibedakan menjadi:
• Tanaman berhari pendek
• Tanaman berhari panjang
• Tanaman yang butuh hari pendek untuk mengawali pembungaannya, namun selanjutnya butuh hari panjang untuk melanjutkan proses pembungaan itu
• Tanaman yang dapat berbunga setiap waktu
• Pada Picea glauca, pematahan sinar infra merah pada malam hari akan menghambat pembentukan kon betina, yang mengindikasikan bahwa pembungaan merupakan pengaruh dari hari-pendek (short-day) (Durzan dkk, 1979), dan pengaruh serupa telah teramati pada sejumlah spesies Pinus .
• Aplikasi hari-pendek dengan penyinaran selama 8 jam akan meningkatkan inisiasi bunga pada Rhododendron .Pengaruh hari-pendek direncanakan untuk diaplikasikan pada spesies pohon temperate, mengingat bahwa inisiasi bunga secara normal terjadi pada musim gugur seiring dengan berkurangnya panjang hari.
• Namun demikian, pembentukan kuncup bunga pada apel lebih berhasil dilakukan pada 14 jam penyinaran dibandingkan dengan 8 jam, yang mengindikasikan bahwa pada tanaman ini panjang hari di musim panas memberikan hasil yang berbeda nyata . Pada Hibiscus syriacus subtropis, pembungaan tampaknya juga merupakan pengaruh hari-panjang (long-day) .
Unsur hara
• Keberadaan unsur hara dalam tanah berhubungan dengan ketersediaan suplai energi dan bahan pembangun bagi proses pembentukan dan perkembangan bunga.
1. Carbon/protein ratio
 Kuncup bunga terbentuk setelah tanaman mencapai keseimbangan carbon/protein
 Hal ini berhubungan dengan kemampuan tanaman untuk melakukan asimilasi, akumulasi makanan, dan alokasi/distribusi hasil asimilasi
 Panjang tunas merupakan faktor penting pada inisiasi bunga pecan. Tunas yang lebih panjang mampu memproduksi lebih banyak bunga secara konsisten dan membentuk lebih banyak polong, dibanding tunas yang lebih pendek yang telah berbunga dan berbuah pada tahun sebelumnya 1982. Efek ini mungkin berhubungan dengan peningkatan cadangan makanan pada tunas yang lebih panjang.
2. Carbon/Nitrogen ratio
 Carbon sebagian besar diperoleh dari mobilisasi cadangan makanan dan hasil fotosintesis
 Konsentrasi carbon yang tinggi menentukan ketersediaan energi dan akumulasi makanan untuk pembentukan bunga
 Nitrogen → Dampak positif: ekspansi percabangan,
Dampak negatif: memacu pertumbuhan vegetatif
• Secara umum, aplikasi pupuk terutama nitrogen meningkatkan pembungaan pada sebagian besar tanaman pohon .

2. Faktor Internal
Fitohormon
• Auxin
 Merupakan respon terhadap cahaya
 Disintesis di jaringan meristematik apikal (ujung)
 Menstimulir terjadinya pembelahan pada meristem apikal → mempengaruhi proses perpanjangan ujung tanaman
• Ethylene
 Disintesis oleh daun
 Diransfer ke tunas lateral → memulai proses induksi bunga
• Cytokinin
 Disintesis pada jaringan endosperm, ujung akar, dan xylem
 Ditransfer ke daun melalui jaringan xylem
 Berfungsi untuk meningkatkan energi metabolisme → ditransfer untuk membentuk kuncup-kuncup bunga
 Mengendalikan proses translokasi → menjamin ketersediaan energi untuk pembungaan
 Mematahkan dominansi apikal.
 Berperan dalam memacu inisiasi bunga dan dijumpai pada level lebih tinggi pada akar Douglas-fir yang sedang berbunga, dibanding pohon yang tidak berbunga .
• Gibberellin
 Disintesis pada primordia akar dan batang
 Ditranslokasikan pada xylem dan floem
 Menstimulir proses perpanjangan internodia dan buku-buku pada batang
 Asam giberelik mempunyai efek penghambatan yang sangat kuat terhadap pembungaan berbagai pohon angisperma termasuk tanaman-tanaman buah temperate, rhododendron, jeruk dan mangga .Pada Citrus sinensis, GA3 dapat menyebabkan kuncup-kuncup dorman yang sesungguhnya potensial berbunga kembali sepenuhnya ke tingkat vegetatif, sampai tiba waktunya pembentukan kelopak bunga . Giberelin yang dihasilkan oleh biji-biji yang sedang berkembang dalam buah muda diduga telah menghambat pembentukan bunga, dan dengan demikian mengurangi pembungaan pada musim semi berikutnya.
 Pada umumnya, zat penghambat-tumbuh, seperti Chlormequat Cycocel; (2-cloroethyl)trimethylammonium chloride, Alar dan TIBA (tri-iodobenzoic acid), mengurangi pertumbuhan vegetatif dan memacu pembungaan pada spesies pohon angiosperma . Paclobutrazol adalah salah satu penghambat biosistesis giberelin, yang digunakan pada pengurangan ukuran pohon, peningkatan produksi kuncup bunga, dan peningkatan panenan buah .
Gimnosperma tampaknya memberikan reaksi yang berbeda. Penghambat pertumbuhan telah meningkatkan pembungaan pada spruce Norwegia, namun hal ini tidak berlaku pada spesies konifer . Sebaliknya, Giberelin akan memacu pembungaan pada banyak gimnosperma termasuk Cryptomeria, Cupressus, Thuja, Thujopsis, Juniperus, Metasequoia, Taxodium, Chamaecyparis, Sequoia, Larix, Picea, Pinus, Pseudotsuga dan Tsuga .
Penelitian terbaru telah memunculkan dugaan bahwa tipe giberelin mungkin merupakan faktor penting dalam respon fisiologis pada tanaman. Dengan demikian aspek pengaruh giberelin pada pembungaan tanaman berkayu menahun atau perenial membutuhkan pengamatan lebih lanjut, mengingat minimnya metode deteksi dan produksi giberelin saat ini.

Genetik

Fase besar dalam siklus hidup tanaman, yaitu fase vegetatif dan fase reproduktif, banyak dipengaruhi oleh berbagai mekanisme yang merupakan kontrol genetik.
Fase vegetatif atau juvenil adalah interval waktu selama tanaman tersebut belum mampu bereproduksi (membentuk biji). Secara alami periode ini berakhir setelah 1 hingga 45 tahun tergantung pada spesies dan kondisi lingkungannya . Lamanya periode juvenil lebih dipengaruhi oleh kontrol genetik. Inheritance pada Betula telah teramati sebagai pengaruh poligen . Sedangkan pada pohon apel dan pir, faktor poligen menentukan inheritance secara akumulatif. Sejumlah karakter morfologis dan fisiologis mungkin dapat dihubungkan dengan fase juvenil ini; seperti pembentukan duri pada jeruk, pesatnya pertumbuhan meninggi pada larch dan jeruk, susunan daun pada pistachio, bulu-bulu daun pada pecan, perbedaan bentuk, warna, kelekatan atau filotaksis dedaunan pada beberapa jenis ekaliptus dan pinus, dan kemampuan untuk memproduksi akar dan kuncup adventif .
Fase juvenil diawali dengan pembukaan tunas dan perluasan sel meristem apikal. Semua proses yang berlangsung dalam tubuh tanaman ditujukan untuk pertambahan jumlah dan volume sel meristem pada titik-titik tumbuh tanaman. Pertumbuhan meninggi dan pembentukan tunas-tunas pucuk mendominasi proses pertumbuhan.
Transisi menuju tingkat dewasa pada umumnya berlangsung secara bertahap, dan dalam satu pohon tertentu, tidak semua karakter juvenil berubah pada tahap yang sama. Beberapa jenis ekaliptus, seperti Eucalyptus pulverulenta, mempertahankan pola daun juvenilnya sementara memasuki masa dewasa yang berhubungan dengan kemampuan pembentukan bunga.
Fase reproduktif adalah masa ketika tanaman telah mampu membentuk organ-organ reproduksi dan melangsungkan proses reproduksi untuk membentuk biji. Fase ini terjadi setelah pertambahan jumlah dan volume sel memadai (tanaman mencapai jumlah primordia tertentu yang memungkinkan tanaman untuk mulai berbunga), yang ditandai dengan stabilnya pembelahan sel: pola pembelahan berubah untuk mulai membentuk meristem lateral. Tanaman memasuki fase reproduktif setelah tercapainya suatu karakter genetik yang disebut size effect dan endogenous timing. Size effect adalah ukuran tertentu yang berhubungan dengan kemampuan tanaman mengatur penyerapan, suplai dan alokasi makanan. Endogenous timing adalah umur tertentu yang secara genetis berhubungan dengan kesiapannya untuk berbunga.
Pemasakan dan Pengisian Biji

Pengisian biji secara kimiawi adalah proses translokasi karbohidrat ke dalam biji. Proses pentranslokasian ini melewati floem, funiculus-kalaza dan akhirnya masuk ke dalam biji. Karbohidrat tadi ditranslokasikan dalam bentuk sukrosa dan ketika sukrosa tersebut sudah sampai di dalam biji maka akan diubah lagi menjadi pati.
Faktor internal yang berpengaruh dalam proses pemasakan dan pengisian biji adalah faktor internal yang terdiri dari jenis tanaman dan keberagaman gen antar varietas di dalam spesies. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh adalah faktor lingkungan dan faktor teknik budidaya. Saat tepat memanen biji yang digunakan untuk produksi pertanian adalah pada saat biji mencapai masak fisiologis yang ditandai dengan berfluktuasinya kadar air dan maksimalnya berat kering dari biji. Dampak yang timbul ketika biji dipanen pada saat yang tepat adalah biji akan mempunyai daya dan kecepatan kecambah yang tinggi.