SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG DI GUDANG ILMU PERTANIAN DAN LAINNYA

Jumat, 21 Januari 2011

Pertumbuhan dan perkembangan

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan suatu proses yang penting . Secara empiris, pertumbuhan tanaman dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi dari genotif x lingkungan = f (factor pertumbuhan internal x factor pertumbuhan eksternal ).
Definisi Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan (growth) didefinisikan sebagai suatu peningkatan ukuran yang prosesnya tidak dapat balik (Ireversible), serta dihasilkan dari pembelahan sel dan perbesaran sel. Pertumbuhan menyangkut aspek kuantitatif sehingga dapat dinyatakan dengan angka dan dapat diukur dengan alat ukur panjang atau berat. Melalui suatu rangkaian pembelahan mitosis, zigot akan menjadi embrio multiseluler didalam sebuah biji. Setelah perkecambahan, terjadi pembelahan mitosis yang sebagian besar terpusat pada meristem apikal dekat dengan ujung akar dan ujung tunas. Pembesaran sel-sel yang baru dibuat inilah yang bertanggung jawab terhadap peningkatan ukuran sesungguhnya dari suatu tumbuhan.

Perkembangan yaitu perubahan pada makhluk hidup menuju kedewasaan. Perkembangan menyangkut aspek kualitatif kelengkapan organ tubuh menjadi makhluk yang sempurna dan dewasa . Perkembangan berlangsung bersamaan dengan pertumbuhan. Misalnya jagung yang tumbuh juga mengalami perkembangan sehingga terbentuk struktur yang dewasa (bunga, buah dan biji).
Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan dimualai dengan perkecambahan biji. Biji akan berkembang menjadi tumbuhan kecil atau kecambah (planula). Kecambah akan berkembang menjadi tumbuhan kecil yang sempurna, yang kemudian tumbuh membesar. Setelah mencapai masa tertentu, tumbuhan akan berbunga dan menghasilkan buah serta biji. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan terjadi pembelahan sel, pemanjangan sel dan diferensiasi sel.

Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan yang tidak dapat balik dalam ukuran pada semua sistem biologi. Pertumbuhan ini digambarkan dengan kurve yang sigmoid. Proses pertumbuhan ini diatur oleh pesan hormonal dan respon dari lingkungan (panjang hari, temperatur rendah, perubahan persediaan air. Pertumbuhan berikutnya disebut diferensiasi, yang didefinisikan sebagai pengontrolan gen dan hormonal serta lingkungan yang merubah struktur dan biokimiawi perubahan ini terjadi pada hewan dan tanaman saat berkembang (Kaufman et al., 1975).

Gambar 1.2 Daerah pembelahan, daerah pemanjangan, dan daerah diferensiasi.

Pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan merupakan hasil interaksi komplek dua faktor, yaitu faktor dalam atau intern dan faktor luar atau ekstern. Faktor intern adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh tumbuhan sendiri yang berpengaruh terhadap pertumbuhan. Faktor itu dibedakan menjadi dua, yaitu faktor intrasel dan intersel. Yang termasuk factor intrasel adalah sifat menurun atau factor hereditas, sedangkan yang termasuk factor intersel adalah hormone. Faktor luar atau ekstern yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan adalah air tanah dan mineral, kelembapan udara, suhu udara, cahaya, dan lain-lain ( Prawirohartono 2003 : 51).
Pertumbuhan tanaman dapat didefenisikan sebagai bertambah besarnya tanaman yaang diikuti oleh peningkatan bobot kering. Tanaman yang bertambah panjang ditempat gelap belum dapat dikatakan tumbuh walaupun volumenya bertambah karena bobot keringnya sebenarnya menurun akibat respirasi yang terus berlangsung. Sedangkan fotosintesis tidak terjadi. Dalam keadaan normal pertambahan volume diikuti oleh peningkatan bobot kering. ( Darmawan dan Baharsjah, 1983 ).
Pertumbuhan dan perkembangan bagian-bagian vegetatif tanaman diatas tanah Terutama ditentukan oleh aktivitas meristem apikal karena disini primordia daun terbentuk, karena pemanjangan batang permulaannya tergantung pada jaringan batang baru yang terbentuk pada ujung dan karena banyak rangsangan hormonal ( Goldsworthy dan Fisher, 1996 ).
Faktor lingkungan juga penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tidak hanya lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan, tetapi juga banyak faktor seperti cahaya, temperatur, kelembaban, dan faktor nutrisi mempengaruhi akhir morfologi dari tanaman. Cahaya meliputi pada lekukan dari batang morfogenesis. Temperatur, kelembaban,dan nutrisi mempunyai efek yang lebih halus, tetapi juga mempengaruhi perubahan morfologi ( Ting, 1987 ).
Penelitian kultur embrio menunjukkan bahwa embrio membutuhkan sejumlah zat tumbuh tergantung pada stadium perkembangannya. Embrio yang masih sangat muda membutuhkan auksin, giberelin, sitokinin, vitamin, dan mungkin juga siklitor dan senyawa-senyawa lain sampai mencapai perkembangan yang normal ( Prawiranata, dkk, 1981 ).
Pertumbuhan adalah manifestasi yang paling jelas. Pertumbuhan adalah hasil dari jaringan proses metabolik yang berjalan pada tumbuhan. Dibawah kondisi yang normal, kondisi dan bentuk proses lebih besar daripada destruktif dengan hasil yang meningkat pada zat dari tumbuhan. Pertumbuhan zat tumbuh selalu merupakan hasil dari konstruktif metabolisme dan menyertai dengan kenaikan berat basah ( Pradhan, 2001 ).
Daerah meristematis pucuk batang mengalami pertumbuhan primer seperti yang terjadi pada akar. Namun, caranya lebih kompleks karena tidak hanya proliferasi aksis batang namun juga pembentukan organ lateral lainnya. Pembelahan sel pada batang umumnya terjadi pada internodus paling atas. Selam periode pertumbuhan aktif, meristem ujung batang yang tipis, berdinding lembut dan isodiametris, aktif melakukan proliferasi sel. Pemanjangan sel diperpanjang sepanjang internodus. Semakin jauh dari internodus maka kecepatan pemanjangan semakin lambat. Daerah pemanjangan di belakang ujung batang biasanya 10 cm panjangnya (Loveless, 1991). Proses pemanjangan tunas terjadi melalui pertumbuhan ruas yang sedikit lebih tua di bawah ujung tunas tersebut. Pertumbuhan ini disebabkan pembelahan sel dan pemanjangan sel dalam ruas tersebut. Pembelahan sel dan pertumbuhan yang terus menerus sehingga mendorong ke arah pemanjangan batang dan tunas (Campbell, 1999). Salisbury (1992) juga menjelaskan bahwa pada batang yang sedang tumbuh, daerah pembelahan sel batang lebih jauh letaknya dari ujung daripada daerah pembelahan akar, terletak beberapa sentimeter dibawah ujung.

Inisiasi Akar Tanaman
Pada ujung akar dan ujung batang tumbuhan berbiji yang aktif tumbuh, terdapat tiga daerah (zona) pertumbuhan dan perkembangan.
a. Daerah pembelahan (daerah meristematik)
Daerah pembelahan merupakan daerah yang paling ujung dan merupakan tempat terbentuknya sel-sel baru. Sel-sel didaerah ini mempunyai inti sel yang erlatif besar, ber dinding tipis, dan aktif membelah diri.
b. Daerah pemanjangan
Daerah pemanjangan merupakan daerah hasil pembelahan sel-sel meristem. Sel-sel hasil pembelahan etrsebut akan bertambah besar ukurannya sehingga menjadi bagian dari daerah pemanjangan. Ukuran selnya bertambah beberapa puluh kali dibanding sel-sel meristematik.
c. Daerah diferensiasi
Daerah diferensiasi merupakan daerah yang terletak dibawah daerah pemanjangan. Sel-sel didaerah diferensiasi umumnya mempunyai dinding yang tebal dan beberapa diantaranya mengalami diferensiasi menjadi epidermis, kortek dan empulur. Sel yang lain berdiferensiasi menjadi pearenkim, jaringan penunjang dan jaringan pengangkut (xylem dan floem)

Gambar penampang akar
Sel-sel inisial membentuk sel-sel pada ujung akar yang bersifat meristematis. Pembelahan sel terjadi secara longitudinal dan beberapa ke arah lateral yang menyebabkan akar berbentuk silindris (Campbell, 1999). Selanjutnya sel-sel dekat ujung akar aktif berproliferasi, dimana terletak tiga zona sel dengan tahapan pertumbuhan primer yang berurutan (zona pembelahan sel, zona pemanjangan dan zona pematangan). Zona pembelahan sel meliputi meristem apikal dan turunannya, yang disebut meristem primer (terdiri dari protoderm, prokambium dan meristem dasar). Meristem apikal yang terdapat di pusat zona pembelahan menghasilkan sel-sel meristem primer yang bersifat meristematik. Zona pembelahan sel bergabung ke zona pemanjangan (elongasi). Disini sel-sel memanjang sampai sepuluh kali semula, sehingga mendorong ujung akar, termasuk meristem ke depan. Meristem akan mandukung pertumbuhan secara terus-menerus dengan menambahkan sel-sel ke ujung termuda zona pemanjangan tersebut (Campbell, 1999).
Proses pemanjangan akar terkonsentrasi pada sel-sel dekat ujung akar, dimana terletak tiga zona sel dengan tahapan pertumbuhan primer yang berurutan. Dari ujung akar ke arah atas terdapat zona pembelahan sel, zona pemanjangan dan zona pematangan. Zona pembelahan sel meliputi meristem apikal dan turunannya, yang disebut meristem primer (terdiri dari protoderm, prokambium dan meristem dasar). Meristem apikal yang terdapat di pusat zona pembelahan menghasilkan sel-sel meristem primer yang bersifat meristematik. Zona pembelahan sel bergabung ke zona pemanjangan (elongasi). Disini sel-sel memanjang sampai sepuluh kali semula, sehingga mendorong ujung akar, termasuk meristem ke depan. Meristem akan mandukung pertumbuhan secara terus-menerus dengan menambahkan sel-sel ke ujung termuda zona pemanjangan tersebut (Campbell, 1999).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan distribusi akar menurut Gardner et al. :
1. Genotipe, karakteristik akar secara kuantitatif akan diturunkan ke generasi selanjutnya dan dikendalikan oleh gen, perbedaan genetik ini lalu akan berinteraksi dengan lingkungan.
2. Persaingan, kompetisi spesies tumbuhan mengeluarkan bahan panghambat oleh akar disebut alelopati.
3. Penghilangan daun, pemotongan daun dapat mengurangi pertumbuhan akar dan pucuk.
4. Atmosfer tanah, kandungan CO2 yang lebih banyak dari O2 dalam rhizospere akan merangsang pertumbuhan akar.
5. PH, dalam pH kurang dari 6 akan membatasi pertumbuhan akar karena meningkatkan kelarutan Al, Mn, Fe.
6. Temperatur tanah, temperatur optimum pertumbuhan akar lebih rendah dari bagian pucuk.
7. Kesuburan tanah, pertumbuhan dan perkembangan akar memerlukan sumber mineral yang cukup.
8. Air, akar tidak akan tumbuh melalui lapisan tanah yang kering.
9. Daya mekanik dan fisik, akar mngalami resistensi mekanik terhadap pertumbuhan dari bermacam-macam sebab, misal ukuran partikel, kurangnya penggumpalan, kompaksi tanah dan lain-lain.






Analisis Pertumbuhan
Pengertian pertumbuhan membutuhkan ukuran secara tepat dan dapat dibaca dengan bentuk kuantitatif yang dapat diukur. Analisis pertumbuhan merupakan suatu cara untuk mengikuti dinamika fotosintesis yang diukur oleh produksi bahan kering. Pertumbuhan tanaman dapat diukur tanpa mengganggu tanaman, yaitu dengan pengukuran tinggi tanaman atau jumlah daun, tetapi sering kurang mencerminkan ketelitian kuantitatif. Akumulasi bahan kering sangat disukai sebagai ukuran pertumbuhan. Akumulasi bahan kering mencerminkan kemampuan tanaman dalam mengikat energi dari cahaya matahari melalui proses fotosintesis, serta interaksinya dengan faktor-faktor lingkungan lainnya. Distribusi akumulasi bahan kering pada bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, daun dan bagian generatif, dapat mencerminkan produktivitas tanaman.
Indeks Luas Daun (ILD) adalah luas daun (A) pada tiap satuan luas lahan (P) yang dinaytakan secara matematik :
ILD = A/P
Laju Tumbuh Pertamanan (LTP) adalah suatu peningkatan bobot kering tiap satuan luas lahan (L) tiap satua waktu yang dinyatakan secara matematik :
LTP = dw/dt atau LTP = LAN x ILD
Laju Asimilasi Neto (LAN adalah kaju peningkatan bobot kering tanaman pada saat tertentu (t) tiap satuan luas (L), yang dinyatakan secara matematik :
LAN =1/L .dw/dt atau LAN = (ln L2 – lnL1)/(L2 – L1 ) x (w2 – w1)/(t2 – t1)
Nisbah Luas Daun (NLD) adalah perbandingan luas daun (L) terhadap bobot kering tanaman yang ada (W), yang dinyatakan secara matematik :
NLD = L/W
Laju Tumbuh Relatif (LTR) pada saat tertentu (t) adalah laju peningkatan bobot kering tanaman (W) tiap satuan bobot kering, yang dinyatakan secara matematik :
LTR = 1/w . dw/dt atau LTR = LAN x NLD


Tabel 1. Distribusi Bobot Kering Tanaman Kedelai Menurut Waktu Pengamatan
Pengamatan
Minggu ke Bobot Kering Tanaman (g/m2)
Daun Akar Batang Total
3 2,88 0,96 0,64 4,48
4 12,16 3,52 7,04 22,72
5 67,84 4,48 43,84 116,16
6 77, 12 13,44 55,36 145,92
7 79,68 17,92 90,88 188,48
8 117,12 22,40 145,92 285,44

Bobot kering tanaman mencerminkan pola tanaman mengakumulasikan produk dari proses fotosintesis dan merupakan integrasi dengan faktor-faktor lingkungan lainnya. Tabel 1 menunjukkan bahwa tanaman kedelai sampai mingu ke 8 belum menunjukkan maksimum dalam mengakumulasi bahan kering. Laju produksi bahan kering yang maksimum pada kedelai terjadi selama periode pembungaan masih meningkat (Shibles dan Weber, 1965). Distribusi bahan kering pada minggu ke 8 tanaman kedelai adalah 41,03 % daun, 7,85 % akar dan 51,12 % batang.
Daun merupakan organ fotosintetik utama dalam tubuh tanaman, di mana terjadi proses perubahan energi cahaya menjadi energi kimia dan mengakumulasikan dalam bentuk bahan kering. Dalam analisis pertumbuhan, perkembangan daun menjadi perhatian utama. Berbagai ukuran dapat digunakan, seperti pengukuran indeks luas daun, nisbah luas daun dan nisbah berat daun pada waktu tertentu. Perubahan-perubahan selama pertumbuhan mencerminkan perubahan bagian yang aktif berfotosintetsis.
Berbagai ukuran dapat digunakan untuk mengetahui laju pertumbuhan tanaman dengan cara membandingkan bobot bahan kering dan luas daun tanaman dari waktu ke waktu. Dengan memperhatikan luas daun dan bobot kering dapat diukur laju asimilasi neto. Dengan hanya memperhatikan bobot kering tanaman dapat dikur laju tumbuh pertanaman dan laju pertumbuhan relatif (Leopold dan Kriedermann, 1975). Analisis tumbuh tanaman digunakan untuk memperoleh ukuran kuantitatif dalam mengikuti dan membandingkan pertumbuhan tanaman, dalam aspek fisiologis maupun ekologis, baik secara individu maupun pertanaman.
Menurut Leopold dan Kriedermann (1975) dan Radford (1967) parameter pertumbuhan yang diduga antara lain adalah Indek Luas Daun (Leaf Area Index), Laju Tumbuh Pertanaman (Crop Growth Rate), Laju Asimilasi Netto (Net Assimilation Rate), Nisbah Luas Daun (Leaf Area Ratio) dan Laju Tumbuh Relatif (Relatif Growth Rate).
Pada tanaman kedelai terlihat perkembangan indeks Luas Daun setelah awal pertumbuhan, terjadi peningkatan yang cepat yang mendekati linier sampai fase pembungaan, saat dicapai ILD 5 – 8. Setelah mencapai maksimum kemudian menurun dengan cepat karena daun-daun bawah luruh. Selama fase pengisian biji sampai fase masak fisiologis, nilai ILD berkisar antara 4 – 6 (Shibbles, Anderson dan Gibson, 1975). Blad dan Baker mngemukakan hubungan ILD selama pertumbuhan tanaman kedelai berdasarkan hasil penelitian pada varietas Chippena 64 dan Hank, diperoleh bahwa setelah awal pertumbuhan tanaman kedelai, terlihat peningkatan sesuai bertambahnya umur tanaman, kemudian turun dan ILD maksimum dicapai pada saat jumlah daun dan ukuran daun maksimum.
Jika diperhatikan bahwa walaupun ukuran daun varietas Hark lebih kecil dari varietas Cheppena 64, tetapi jumlah daunnya lebih banyak, sehingga nilai ILD maksimum untuk kedua varietas tersebut hampir sama yaitu 4,3 dan 4,5. Namun saat tercapainya ILD maksimum sedikit berbeda. Varietas Cheppena lebih awal 10 hari dibanding varietas Hark. Lokasi juga bisa memepngaruhi ILD maksimum, seperti yang ditunjukkan varietas Cheppena yang dapat mencapai 7,0 di daerah yang mempunyai radiasi yang tinggi.
Shibles dan Weber (1965) mengemukakan bahwa ada hubungan antara nilai ILD dan produksi bahan kering yang mengikuti kurva asimtotik. Pada kurva ini terlihat bahwa selama produksi bahan kering tanaman kedelai tidak menurun pada tingkat ILD yang lebih besar dari kebutuhan untuk intersepsi radiasi penuh, maka daun bagian bawah yang terlindungi kanopi bukan parasit bagi bagian yang preoduktif.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Indeks Luas Daun (ILD), Nisbah Luas Daun (NLD) dan Nisbah Berat Daun (NBD) Tanaman Kedelai.
Pengamatan
Minggu Ke ILD
(m2/m2) NLD
(m2/g) NDB
(g/g)
3 0,12 0,027 0,64
4 1,63 0,072 0,53
5 2,28 0,20 0,58
6 2,89 0,20 0,53
7 3,47 0,18 0,42
8 4,03 0,014 0,41

Daun adalah organ fotosintetik tanaman sehingga luas daun yang tercermin dari ILD penting diperhatikan. Luas daun mencerminkan luas bagian yang melakukukan fotosintesis, sedangkan ILD mencerminkan besarnya intersepso cahaya oleh tanaman. Meskipun bagian batang juga ikut mengintersepsi cahaya, tetapi lebih aktivitas lebih efektif terjadi pada daun. ILD meningkat dengan meningkatnya intensitas cahaya sampai batas optimum tanaman mengintersepsi cahaya. Tabel 2 menunjukkan bahwa sampai minggu ke 8 masih diperlihatkan peningkatan ILD. Pada kedelai dapat diperoleh ILD 0,30 sampai 7,37 dari kanopi dewasa (Scott dan Batchelor, 1979). Setelah ILD mencapai maksimum, kemudian akan menurun dengan cepat karena daun-daun bagian bawah dekat tanah menua selama pengisian biji.
Nisbah Luas Daun (NLD) mencerminkan luas daun tiap satuan luas daun, ternyata pada tanaman kedelai semakin menurun dengan meningkatnya umur tanaman (Tabel 2). Dengan meningkatnya umur tanaman ILD juga meningkat, tanaman semakin rimbun dan terlihat rapat. Menurut hukum Beer dengan meningkatnya ILD intensitas cahaya dalam tajuk tanaman juga makin berkurang. Daun tanaman yang kekurangan cahaya cenderung lebih luas tetapi lebih tipis (Wilsie, 1962), sehingga luas daun per satuan berat daun semakin rendah.
Nisbah Berat Daun (NBD) juga menunjukkan penurunan sampai minggu ke 7, yang berarti bahwa akumulasi bahan kering tidak hanya pada daun, tetapi juga ditranslokasikan pada bagian lain yaitu pada bagian batang dan akar. Akumulasi bahan kering pada bagian batang dan akar juga diperlukan untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Perkembangan perakaran yang baik diperlukan seiring dengan pertumbuhan tanaman, untuk pengambilan hara dan air dari dalam tanah lebih banyak. NBD yang besar menunjukkan bagian yang aktif berfotosintesis yang masih besar. NBD yang lebih besar menunjukkan fase vegetatif yang lebih panjang.
Tabel 3. Hasil Analisis Tumbuh : Laju Asimilasi Neto (LAN), Laju Pertanaman (LTP) dan Laju Tumbuh Relatif (LTR) Tanaman Kedelai.
Pengamatan
Minggu Ke LAN
(g / m2) LTP
(g / m2) LTR
(g / g)
3 – 4 31,51 51,36 2,26
4 – 5 48,24 109,99 0,94
5 – 6 11,57 33,44 0,23
6 – 7 13,42 46,57 0,25
7 - 8 25,90 104,38 0,36

Berdasarkan Tabel 3 dapat diketahui bahwa LAN, LTP dan LTR terlihat berfluktuasi dari minggu ke minggu pengamatan. LAN dan LTP meningkat dari minggu 3-4 ke 4-5 tetapi kemudian menunjukkan penurunan sampai minggu 6-7, kemudian meningkat lagi pada minggu 7-8. LTR kedelai menunjukkan pola yang konsisten, yaitu menunjukkan penurunan dari minggu 3-4 sampai 7-8. Rata-rata laju tumbuh sampai minggu ke 8 kedelai yang tercermin dari LAN, LTP dan LTR berturut-turut adalah 3,73 g/m2/hari, 9,88 g/m2/hari dan 0,12 g/g/hari. Nilai-nilai ini masuk dalam kisaran yang diperlihatkan oleh Scott dan Batchalor (1979), bahwa LTP berkisar antara 1,33-8,50 g/m2/hari, niali LTP berkisar antara 4,01-18,28 g/m2/hari, sedangkan LTR berkisar antara 0,011 – 0355 g/g/hari.

PEMBUNGAAN DAN PEMBUAHAN

Struktur Morfologi bunga Secara Umum
Kelopak bunga (calyx)
• Fungsi : melindungi bagian-bagian bunga lainnya sebelum kuncup itu mekar
• Terdiri atas beberapa helai daun kelopak (sepalum)
• Pada beberapa spesies, di bawah daun kelopak terdapat kelopak tambahan (epicalyx); misalnya pada Kapas (Gossypium acuminatum Roxb), Kembang Sepatu (Hibiscus rosa-sinnensis L.)

Tajuk/mahkota bunga (corolla)
• Fungsi :
• membungkus dan melindungi putik dan benang sari selama kuncup bunga belum mekar
• menjadi atraktan (daya tarik) bagi serangga penyerbuk, saat bunga mencapai reseptif dan siap melakukan penyerbukan
• Terdiri dari beberapa helai daun tajuk (petalum)
• Daun kelopak (sepalum) dan daun tajuk (petalum) bersama-sama membentuk perhiasan bunga (perianthium)

Benang sari (stamen)
• Fungsi : alat perkembangbiakan jantan
• Terdiri dari :
1. Tangkai sari (filamentum)
2. Kepala sari (anthera)
• Kepala sari mempunyai 2 ruang serbuk sari (theca), dan di dalam ruang ini terdapat serbuk sari (pollen)


Putik (pistillum)
• Fungsi : alat perkembangbiakan betina
• Terdiri dari :
1. Kepala putik (stigma)
2. Tangkai putik (stylus)
3. Bakal buah (ovarium)
4. Bakal biji (ovulum)

Berdasar jumlah daun buah (carpellum) yang membentuknya, bakal buah dibedakan menjadi:
 Unilocularis/beruang tunggal : bakal buah terbentuk dari sehelai daun buah (carpellum) dan membentuk sebuah ruangan
 Bilocularis/beruang dua : bakal buah terbentuk dari 2 helai daun buah (carpellum) dan membentuk 2 buah ruangan
 Trilocularis/beruang tiga : bakal buah terbentuk dari 3 helai daun buah (carpellum) dan membentuk 3 buah ruangan
 Multilocularis/beruang banyak : bakal buah terbentuk dari banyak daun buah (carpellum) dan membentuk banyak ruangan

Berdasar letak bakal buah pada dasar bunga (receptaculum), bakal buah dibedakan menjadi:
 Superus : bakal buah menumpang di atas dasar bunga
 Inferus : bakal buah tenggelam di dalam dasar bunga
 Semi inferus : bakal buah setengah tenggelam



Ruangan dalam bakal buah (ovarium) berisi bakal biji (ovulum). Ovulum tersusun sepanjang papan bakal biji (placenta), dan dihubungkan oleh tangkai tali pusat (funiculus)
Bakal biji (ovulum) terdiri dari :
 Nucellus : inti bakal biji
 Integumentum : lapisan kulit bakal biji
 Chalaza : pangkal dari nucellus, tempat melekatnya integumentum
 Funiculus : tangkai tempat menggantungnya bakal biji
 Hilum/pusat biji : tempat melekatnya ujung funiculus
 Micropyle : liang kecil pada bagian ujung integumentum
Tipe bakal biji :
 Atropus : lurus
 Anatropus : terbalik
 Campylotropus : melengkung


b. Beberapa tipe seks pada bunga
Androecium : seluruh alat kelamin jantan yang terdapat pada bunga, yaitu:
 benang sari (stamen)
 Tepung sari (pollen) : mengandung inti sperma
Gynaecium : seluruh alat kelamin betina yang terdapat pada bunga, yaitu:
 bakal buah (ovarium)
 bakal biji (ovulum) : mengandung sel telur (ovum)
Berdasarkan keberadaan alat kelamin, bunga dibedakan menjadi :
 bunga jantan (masculus :  ) : hanya punya androecium
 bunga betina (femineus : ) : hanya memiliki gynaecium
 hermaphroditus ( ) : memiliki keduanya

c. Tipe simetri
Bidang simetri : bid. vertikal yang membagi bentuk bunga menjadi 2 bagian yang sama & sebangun.

1. Radial simetri (actinomorphus/regularis) : banyak bidang simetri
Misal : Lombok (Capsicum annuum L), tembakau (Nicotiana tabaccum L)

Tipe simetri (kiri) dan bentuk bunga (kanan) actinomorphus

2. Bilateral simetri (zygomorphus): hanya dapat dibagi oleh bidang simetri dalam satu jurusan
Misal : Anggrek (Orchidaceae), kacang-kacangan (Papilionaceae)

Tipe simetri (kiri) dan bentuk bunga (kanan) zygomorphus
3. Asimetri (asymmetrus) : tidak mempunyai bidang simetri sama sekali
Misal : Cannaceae dan Marantaceae
d. Perbungaan (inflorescentia)
Perbungaan (inflorescentia) : sekelompok bunga yang serupa dan tersusun menurut cara-cara tertentu pada sebuah pohon bunga
Berdasarkan atas urutan mekarnya bunga-bunga, perbungaan dibedakan menjadi:
1. Perbungaan tak terbatas (Inflorescentia racemosa, centripetala)
• Tangkai utama (pedunculus) panjang dan ujungnya tidak berbunga
• Tangkai utama dalam pertumbuhan memanjang berturut-turut membentuk anak tangkai dari pangkal ke ujung
• Jumlah anak tangkai tidak terbatas
• Tangkai utama lebih panjang dari anak tangkai
• Bunga mekar dari bawah ke atas
2. Perbungaan terbatas (Inflorescentia cymosa, centrifuga)
• Ujung tangkai utama (pedunculus) berbunga (tidak dapat tumbuh terus ke atas)
• Percabangan anak tangkai tidak berbeda dengan tangkai utama
• Jumlah anak tangkai terbatas
• Tangkai utama lebih pendek dari anak tangkai
• Bunga pada ujung tangkai utama mekar lebih dulu (Bunga mekar dari atas ke bawah)

Berdasarkan atas percabangan tangkai utama, perbungaan dibedakan menjadi :
1. Tangkai utama tidak bercabang dan bunga-bunga tidak bertangkai (duduk)
• Bulir (spica)
• Untai (amentum)
• Tongkol (spadix)
• Bongkol (capitulum)
2. Tangkai utama tidak bercabang dan bunga-bunganya bertangkai
• Tandan (racemus/botrys)
• Payung (umbella)
3. Tangkai utama bercabang berulang kali; masing-masing dengan dua cabang samping
• Malai (panicula)
• Payung majemuk (umbella composita)
• Lembing (anthela)
4. Tangkai utama bercabang dan tiap cabang membentuk satu cabang samping; bunga-bunganya bertangkai monochasium
• Sekrup (bostryx)
• Sinsinus (cincinnus)
• Sabit (drepanium)
• Kipas (rhipidium)






Pembungaan pada Angiospermae dan Gymnospermae
Tanaman berbiji dikelompokkan menjadi 3 taxa: Angiospermae, Gymnospermae dan Pteridospermae. Pteridospermae hanya dijumpai dalam bentuk fosil dari awal periode karbon (Carboniferous period) (Darwin, 1903). Hingga saat ini Pteridospermae dianggap sebagai tanaman pertama yang memiliki ovule yang mampu membentuk biji.
Stuktur Bunga
ANGIOSPERMAE

• Tersusun atas kelopak (sepal), mahkota (petal), putik (♀) dan benang sari (♂)
• Bisa berupa bunga sempurna (strukturnya lengkap) atau tak sempurna (salah satu/beberapa struktur penyusunnya tidak ada)
• Bisa berumah satu/monoecious (♀dan ♂dalam bunga/pohon yang sama) atau berumah dua/dioecious (♀dan ♂dalam pohon yang berbeda)
• Bisa bersifat hermafrodit (♀dan ♂lengkap dalam 1 bunga), masculus (hanya memiliki ♂), atau femineus (hanya memiliki ♀)

GYMNOSPERMAE
• Tipe strobili (cones) : strukturnya tersusun atas sumbu sentral (central axis) yang mendukung kelopak (bracts) dan sisik (scales)
• Organ jantan dan betina terpisah, tapi bisa berumah satu/monoecious (dalam pohon yang sama) atau berumah dua/dioecious
• Pada bunga jantan (male/staminate cone), tiap scales (microsporophyll) berisi dua kantung tepung sari (pollen sac/microsporangia)
• Pada bunga betina (female/ovulate cone), tiap scales (macrosporophyll) memiliki dua ovule (megasporangia) pada permukaan atasnya

b. Masa Reseptif dan Kematangan Tepung Sari
ANGIOSPERMAE

Tepung sari
Ketika tepung sari (pollen) matang, secara otomatis kepala sari (anthera) akan pecah dan menghamburkan butiran-butiran tepung sari yang matang. Kematangan tepung sari berhubungan dengan penurunan kadar air dan penyusutan jaringan pada kepala sari, yang merupakan fungsi higroskopis untuk membuka kantung tepung sari. Mekanisme ini diduga merupakan fungsi alami dari tanaman untuk menghamburkan tepung sarinya demi kepentingan penyebaran alam dan regenerasi .
Butiran tepung sari tersusun atas empat komponen mendasar:
- exine atau lapisan dinding terluar
mengandung protein
- intine atau lapisan dinding dalam

- pollenkit atau mantel memberi warna pollen
- colpi atau lubang germinasi mengandung lemak
Secara visual, tepung sari yang matang dapat dideteksi dari perubahan warna dan kelekatan (stickiness) butiran-butirannya . Perubahan warna permukaan butiran tepung sari dari kuning pucat menjadi kuning terang mengindikasikan adanya peningkatan sporopollenin – bagian dari exine yang merupakan ciri spesifik dari suatu spesies yang mempengaruhi kenampakan luarnya; dan pollenkit yang basah, lengket dan berwarna; mengandung lemak, protein, karbohidrat, pigmen, senyawa fenolik dan ensim.
Peningkatan kelekatan butiran tepung sari mengindikasikan bahwa tepung sari tersebut telah siap untuk berkecambah dengan melakukan proses hidrasi dan melepaskan protein. Mekanisme hidrasi inilah yang dianggap paling menentukan dalam mengawali terjadinya proses penyerbukan, yang merupakan rangkaian dari proses interaksi jantan-betina (male-female interaction), perkecambahan tepung sari (pollen germination) dan pembentukan buluh tepung sari (pollen tube growth) .


PUTIK
Masa reseptif putik biasanya ditandai dengan :
- perubahan warna putik menjadi lebih terang
- pembesaran pori-pori pada kepala putik
- tangkai putik berangsur menjadi lurus
- permukaan putik memproduksi sekresi
Secara visual, reseptivitas putik dapat dideteksi dari perubahan kelekatan (stickiness), warna dan bentuk, baik pada kepala maupun tangkai putik .Kepala putik yang reseptif tampak berwarna lebih terang dan lengket dikarenakan adanya peningkatan sekresi ekstraseluler . sekresi ekstraseluler tersebut mengandung lemak dan protein. Sekresi ini berperan sebagai medium yang berfungsi untuk menangkap butiran tepung sari, serta merupakan penentu keberhasilan pembentukan buluh tepung sari (pollen tube) yang akan membawa sel kelamin jantan menuju ke ovary .
Reseptifnya putik juga ditandai oleh perubahan warna permukaan putik dari hijau menjadi kuning terang, yang dimulai dari pangkal tangkai putik (stylus). Makin terangnya warna putik menunjukkan bahwa sel-sel epidermis terluar sedang berkembang untuk meningkatkan produksi sekresi, dan pori-pori membesar untuk meningkatkan kemampuan sekresi.
Kepala putik (stigma) yang berangsur membengkak merupakan tanda bahwa jaringan transmisi yang ada pada bagian tersebut mulai memperbesar rongga-rongganya, untuk mempersiapkan diri dalam membentuk buluh tepung sari (pollen tube). Pembengkakan kepala putik juga merupakan mekanisme alami untuk meningkatkan luas bidang penempelan tepung sari ketika terjadi proses penyerbukan.
Tangkai putik yang berangsur menjadi lurus juga merupakan suatu mekanisme alami untuk mempersiapkan diri dalam membentuk buluh tepung sari (pollen tube).
GYMNOSPERMAE
• Masa reseptif biasanya ditandai dengan :
- perubahan warna female cone menjadi lebih terang
- scales terbuka perlahan-lahan dan akan tertutup kembali dalam waktu yang singkat
c.Perkembangan Organ Reproduktif
ANGIOSPERMAE

Jantan Betina



GYMNOSPERMAE

Jantan Betina



d. Penyerbukan dan Pembuahan
Interaksi jantan-betina (male-female interaction) merupakan tahapan pertama pada proses pembuahan, yaitu tahap ketika terjadi interaksi antara sekresi ekstraseluler yang diproduksi oleh kepala putik yang reseptif, dengan permukaan butiran tepung sari yang masak.



ANGIOSPERMAE
Putik memproduksi sekresi ekstraseluler yang mengandung protein, karbohidrat, lemak, enzim, fenol dan asam amino.
Sekresi ini berfungsi sebagai :
- Medium untuk menangkap butiran tepung sari
- Pendeteksi kesesuaian antara putik dengan tepung sari
Butiran tepung sari tersusun atas empat komponen mendasar:
- exine atau lapisan dinding terluar
mengandung protein
- intine atau lapisan dinding dalam
- pollenkit atau mantel: memberi warna pollen
- colpi atau lubang germinasi: mengandung lemak

Proses interaksi :
 Putik yang reseptif memproduksi sekresi ekstraseluler
 Butiran tepung sari yang masak jatuh pada kepala putik
 Proses hidrasi : butiran tepung sari menyerap sekresi putik melalui lubang germinasi
 Hidrasi menyebabkan pollen membengkak, akhirnya lubang germinasi pecah dan membebaskan lemak
 Exine dan intine membebaskan protein
 Proses perkecambahan pollen : lubang germinasi mendorong protein dari exine masuk ke dalam pori-pori jaringan transmisi yang ada pada putik
 Pembentukan pollen tube : formasi dinding pollen tube dimulai, selanjutnya protein dari intine ikut membentuk dinding pollen tube
 Selama terjadinya interaksi ini, jaringan transmisi yang ada pada putik menebal dan memperbesar pori-porinya, untuk membuka jalan bagi pollen tube yang akan membentang dari kepala putik hingga mikrofil.



GYNOSPERMAE
 Bunga betina memiliki dua ovule terbuka (telanjang) dalam tiap scales (macrosporophyll): yang berfungsi menangkap butiran tepung sari adalah permukaan jaringan integument.
 Ketika bunga betina mencapai reseptif, permukaan jaringan integument memproduksi sekresi ekstraseluler dan membentuk mikrofil terbuka.
 Ketika jaringan integument membentuk mikrofil terbuka, terjadi penebalan dan penyusutan pada jaringan scale yang menyebabkan scale membuka sesaat. Pada saat itulah butiran tepung sari menempel pada ujung nucellus.
 Proses hidrasi : pollen menyerap air dari jaringan integument, dan perkecambahan pollen terjadi pada ujung nucellus.
 Pollen tube terbentuk dari intine.



e. Perkembangan Buah dan Biji

ANGIOSPERMAE
• Cadangan makanan berasal dari 2 polar nuclei (2n) + 1 inti generatif (n) = endosperm (3n)
• Endosperm (3n) dan embrio (2n) sama-sama berkembang, biasanya endosperm berkembang terlebih dahulu untuk menjamin ketersediaan suplai makanan
• Endosperm berangsur mengecil karena diserap oleh embrio dan ditransfer ke cotyledon
- Monocotyl : biji memiliki 1 cotyledon
- Dicotyl : biji memiliki 2 cotyledon

GYMNOSPERMAE
• Cadangan makanan berasal dari endosperm yang merupakan perkembangan dari tapetum (female gametophyte) = n
• Karena endosperm (n) sudah terbentuk sebelum pembuahan, maka energi difokuskan untuk perkembangan embrio (2n)



f. Ripening Phase (Fase Kematangan Buah Dan Biji)
Tiga tipe buah pada Angiospermae:
1. Dry dehiscent fruit: buah bertipe kering, terbuka dengan sendirinya untuk menghamburkan biji pada saat biji tersebut masak
2. Dry indehiscent fruit : buah bertipe kering, tertutup (biasanya berbiji tunggal), dan pada saat masak biji tetap berada di dalam buah
3. Fleshy fruit : buah berdaging









PEMBUNGAAN
Proses pembungaan mengandung sejumlah tahap penting, yang semuanya harus berhasil dilangsungkan untuk memperoleh hasil akhir yaitu biji. Masing-masing tahap tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal yang berbeda.
1. Induksi bunga (evokasi)
 Adalah tahap pertama dari proses pembungaan, yaitu suatu tahap ketika meristem vegetatif diprogram untuk mulai berubah menjadi meristem reproduktif.
 Terjadi di dalam sel.
 Dapat dideteksi secara kimiawi dari peningkatan sintesis asam nukleat dan protein, yang dibutuhkan dalam pembelahan dan diferensiasi sel.
2. Inisiasi bunga
 Adalah tahap ketika perubahan morfologis menjadi bentuk kuncup reproduktif mulai dapat terdeteksi secara makroskopis untuk pertama kalinya.
 Transisi dari tunas vegetatif menjadi kuncup reproduktif ini dapat dideteksi dari perubahan bentuk maupun ukuran kuncup, serta proses-proses selanjutnya yang mulai membentuk organ-organ reproduktif.
3. Perkembangan kuncup bunga menuju anthesis (bunga mekar)
 Ditandai dengan terjadinya diferensiasi bagian-bagian bunga.
 Pada tahap ini terjadi proses megasporogenesis dan mikrosporogenesis untuk penyempurnaan dan pematangan organ-organ reproduksi jantan dan betina.
4. Anthesis
 Merupakan tahap ketika terjadi pemekaran bunga.
 Biasanya anthesis terjadi bersamaan dengan masaknya organ reproduksi jantan dan betina, walaupun dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Ada kalanya organ reproduksi, baik jantan maupun betina, masak sebelum terjadi anthesis, atau bahkan jauh setelah terjadinya anthesis.
 Bunga-bunga bertipe dichogamy mencapai kemasakan organ reproduktif jantan dan betinanya dalam waktu yang tidak bersamaan.


5. Penyerbukan dan pembuahan
Tahap ini memberikan hasil terbentuknya buah muda. Detil dari proses penyerbukan dan pembuahan akan dijelaskan pada bab tersendiri.
6. Perkembangan buah muda menuju kemasakan buah dan biji
Tahap ini diawali dengan pembesaran bakal buah (ovarium), yang diikuti oleh perkembangan cadangan makanan (endosperm), dan selanjutnya terjadi perkembangan embryo.
Pembesaran buah merupakan efek dari pembelahan dan pembesaran sel, yang meliputi tiga tahap:
 Tahap pertama :
Terjadi peningkatan penebalan pada pericarp oleh adanya pembelahan sel.
 Tahap kedua :
Terjadi pembentukan dan pembesaran vesikel berair (juice vesicle); biasanya terjadi pada buah-buah fleshy
 Tahap ketiga :
Tahap pematangan, biasanya terjadi pengkerutan jaringan dan pengerasan endocarp pada buah-buah dry
Selama tahap-tahap ini terjadi pula akumulasi air dan gula, hingga pada tahap ketiga buah telah mengandung 80-90% air dan 10-20% gula.

f. Faktor yang berpengaruh pada
fase reproduktif
Pembungaan pada tanaman berkayu adalah proses sangat kompleks yang meliputi banyak tahapan perkembangan. Karena sifatnya yang perenial (berumur panjang/menahun), pohon harus berinteraksi dengan kondisi lingkungan setiap waktu sepanjang tahun, dan pembungaan biasanya dihubungkan dengan perubahan iklim. Proses pembungaan pada dasarnya merupakan interaksi dari pengaruh dua faktor besar, yaitu faktor eksternal (lingkungan) dan internal.

1. Faktor eksternal (lingkungan)
 Suhu
 Cahaya
 Kelembaban
 Unsur hara
2. Faktor internal
 Fitohormon
 Genetik
1. Faktor eksternal
Suhu
• Pada spesies temperate dingin, suhu yang relatif tinggi pada musim panas dan awal musim gugur tampaknya dapat merangsang inisiasi bunga. Fungsi suhu di sini adalah mematahkan dormansi kuncup.
• Pada spesies temperate hangat, subtropis dan tropis, pengurangan relatif pada suhu justru lebih bermanfaat . Pada apokat suhu optimal untuk perkembangan bunga adalah 25oC. Jika tanaman ditempatkan pada suhu 33oC sepanjang siang hari, selanjutnya akan terjadi penghambatan perkembangan bunga pada tahap diferensiasi tepung sari . Pada Acacia pycnantha suhu di atas 19oC menghambat baik mikrosporogenesis maupun makrosporogenesis .Pada jeruk, suhu di atas 30oC dilaporkan telah merusak perkembangan kuncup bunga .
• Suhu rendah menstimulir terjadinya perubahan pola pembelahan meristem, dari apikal menjadi lateral. Penempatan tanaman pada suhu rendah adalah penting untuk induksi dan inisiasi bunga dengan kebutuhan sekitar 300 jam pada 12oC .
• Suhu tinggi hingga batas ambang tertentu dibutuhkan oleh meristem lateral (primordia bunga) untuk mulai membentuk kuncup-kuncup bunga dan melangsungkan proses pembungaan.
• Selisih antara suhu max di siang hari dengan suhu min di malam hari akan mempengaruhi proses terbentuknya bunga: selisih yang besar akan mempercepat terjadinya pembungaan. Namun fluktuasi suhu yang terlalu besar dapat mengacaukan meiosis pada kuncup yang sedang berkembang pada tanaman larch, yang berakibat pada penurunan fertilitas biji .Suhu tinggi akan meningkatkan aktivitas metabolik dalam tubuh tanaman: fotosintesis, asimilasi, dan akumulasi makanan untuk mensuplai energi pembungaan.
Curah hujan/kelembaban
• Stres air dapat memacu inisiasi bunga, terutama pada tanaman pohon tropis dan subtropis seperti leci dan jeruk .Pembungaan melimpah pada tanaman kayu tropis genus Shorea juga telah dihubungkan dengan terjadinya kekeringan pada periode sebelumnya .Namun, hasil yang berlawanan telah teramati pada spesies iklim-sedang seperti pinus, apel dan zaitun.
• Kebanyakan pembungaan di daerah tropis terjadi saat transisi dari musim hujan menuju kemarau.
• Pada musim hujan tanaman melakukan aktivitas maksimal untuk menyerap hara dan air, agar dapat mengakumulasikan cadangan makanan dan menyimpan energi sebanyak-banyaknya → pertumbuhan vegetatif lebih dominan
• Transisi menuju kemarau berhubungan dengan meningkatnya intensitas cahaya, lama penyinaran dan suhu udara → meningkatnya aktivitas metabolik pada tanaman
• Pembungaan di daerah tropis merupakan respon terhadap turunnya status air dalam tanah
• Air dan nitrogen melimpah → titik tumbuh apikal aktif → pertumbuhan vegetatif dominan
• Kandungan air menurun → suhu dalam tanah meningkat → aktivitas meristem apikal menurun → terjadi mobilisasi energi dan cadangan makanan untuk membentuk meristem lateral

Cahaya
Cahaya mempengaruhi pembungaan melalui dua cara, yaitu intensitas cahaya dan fotoperiodisitas (panjang hari).
1. Intensitas Cahaya
 Berhubungan dengan tingkat fotosintesis: sumber energi bagi proses pembungaan
 Intensitas cahaya mempunyai pengaruh yang lebih besar dan efeknya lebih konsisten dari pada panjang hari. Pengurangan intensitas cahaya akan mengurangi inisiasi bunga pada banyak spesies pohon .Peningkatan cahaya harian rata-rata telah dihubungkan dengan pembungaan yang melimpah pada dipterokarpa di Malaysia ,dan menejemen kanopi pada pohon apel untuk memaksimalkan penetrasi cahaya dapat memberikan efek yang serupa). Kuncup bunga lebih banyak terbentuk pada ujung cabang/ranting yang mendapatkan cahaya matahari penuh.
 Pada spesies monoesi dan dioesi, yang hanya mempunyai bunga-bunga berkelamin-satu (single-sex), intensitas cahaya dapat memberikan efek yang berbeda pada inisiasi bunga betina dan jantan. Intensitas cahaya yang tinggi merangsang inisiasi bunga betina pada walnut dan pinus, sedangkan intensitas cahaya yang rendah, yang biasanya disebabkan oleh naungan kanopi, lebih merangsang terbentuknya bunga jantan . Intensitas cahaya yang tinggi dapat memacu pembungaan pada pinus dengan cara meningkatkan suhu dalam primordia.

2. Fotoperiodisitas (panjang hari)
 Merupakan perbandingan antara lamanya waktu siang dan malam hari
 Di daerah tropis panjang siang dan malam hampir sama. Makin jauh dari equator (garis lintang besar), perbedaan antara panjang siang dan malam hari juga makin besar
 Misalnya pada garis 60o LU:
Musim panas: siang hari hampir 19 jam, malam hari 5 jam
Musim dingin: siang hari hanya 6 jam, malam hari 18 jam
 Sehubungan dengan fotoperiodisitas tersebut, pada daerah-daerah 4 musim, tanaman dapat dibedakan menjadi:
• Tanaman berhari pendek
• Tanaman berhari panjang
• Tanaman yang butuh hari pendek untuk mengawali pembungaannya, namun selanjutnya butuh hari panjang untuk melanjutkan proses pembungaan itu
• Tanaman yang dapat berbunga setiap waktu
• Pada Picea glauca, pematahan sinar infra merah pada malam hari akan menghambat pembentukan kon betina, yang mengindikasikan bahwa pembungaan merupakan pengaruh dari hari-pendek (short-day) (Durzan dkk, 1979), dan pengaruh serupa telah teramati pada sejumlah spesies Pinus .
• Aplikasi hari-pendek dengan penyinaran selama 8 jam akan meningkatkan inisiasi bunga pada Rhododendron .Pengaruh hari-pendek direncanakan untuk diaplikasikan pada spesies pohon temperate, mengingat bahwa inisiasi bunga secara normal terjadi pada musim gugur seiring dengan berkurangnya panjang hari.
• Namun demikian, pembentukan kuncup bunga pada apel lebih berhasil dilakukan pada 14 jam penyinaran dibandingkan dengan 8 jam, yang mengindikasikan bahwa pada tanaman ini panjang hari di musim panas memberikan hasil yang berbeda nyata . Pada Hibiscus syriacus subtropis, pembungaan tampaknya juga merupakan pengaruh hari-panjang (long-day) .
Unsur hara
• Keberadaan unsur hara dalam tanah berhubungan dengan ketersediaan suplai energi dan bahan pembangun bagi proses pembentukan dan perkembangan bunga.
1. Carbon/protein ratio
 Kuncup bunga terbentuk setelah tanaman mencapai keseimbangan carbon/protein
 Hal ini berhubungan dengan kemampuan tanaman untuk melakukan asimilasi, akumulasi makanan, dan alokasi/distribusi hasil asimilasi
 Panjang tunas merupakan faktor penting pada inisiasi bunga pecan. Tunas yang lebih panjang mampu memproduksi lebih banyak bunga secara konsisten dan membentuk lebih banyak polong, dibanding tunas yang lebih pendek yang telah berbunga dan berbuah pada tahun sebelumnya 1982. Efek ini mungkin berhubungan dengan peningkatan cadangan makanan pada tunas yang lebih panjang.
2. Carbon/Nitrogen ratio
 Carbon sebagian besar diperoleh dari mobilisasi cadangan makanan dan hasil fotosintesis
 Konsentrasi carbon yang tinggi menentukan ketersediaan energi dan akumulasi makanan untuk pembentukan bunga
 Nitrogen → Dampak positif: ekspansi percabangan,
Dampak negatif: memacu pertumbuhan vegetatif
• Secara umum, aplikasi pupuk terutama nitrogen meningkatkan pembungaan pada sebagian besar tanaman pohon .

2. Faktor Internal
Fitohormon
• Auxin
 Merupakan respon terhadap cahaya
 Disintesis di jaringan meristematik apikal (ujung)
 Menstimulir terjadinya pembelahan pada meristem apikal → mempengaruhi proses perpanjangan ujung tanaman
• Ethylene
 Disintesis oleh daun
 Diransfer ke tunas lateral → memulai proses induksi bunga
• Cytokinin
 Disintesis pada jaringan endosperm, ujung akar, dan xylem
 Ditransfer ke daun melalui jaringan xylem
 Berfungsi untuk meningkatkan energi metabolisme → ditransfer untuk membentuk kuncup-kuncup bunga
 Mengendalikan proses translokasi → menjamin ketersediaan energi untuk pembungaan
 Mematahkan dominansi apikal.
 Berperan dalam memacu inisiasi bunga dan dijumpai pada level lebih tinggi pada akar Douglas-fir yang sedang berbunga, dibanding pohon yang tidak berbunga .
• Gibberellin
 Disintesis pada primordia akar dan batang
 Ditranslokasikan pada xylem dan floem
 Menstimulir proses perpanjangan internodia dan buku-buku pada batang
 Asam giberelik mempunyai efek penghambatan yang sangat kuat terhadap pembungaan berbagai pohon angisperma termasuk tanaman-tanaman buah temperate, rhododendron, jeruk dan mangga .Pada Citrus sinensis, GA3 dapat menyebabkan kuncup-kuncup dorman yang sesungguhnya potensial berbunga kembali sepenuhnya ke tingkat vegetatif, sampai tiba waktunya pembentukan kelopak bunga . Giberelin yang dihasilkan oleh biji-biji yang sedang berkembang dalam buah muda diduga telah menghambat pembentukan bunga, dan dengan demikian mengurangi pembungaan pada musim semi berikutnya.
 Pada umumnya, zat penghambat-tumbuh, seperti Chlormequat Cycocel; (2-cloroethyl)trimethylammonium chloride, Alar dan TIBA (tri-iodobenzoic acid), mengurangi pertumbuhan vegetatif dan memacu pembungaan pada spesies pohon angiosperma . Paclobutrazol adalah salah satu penghambat biosistesis giberelin, yang digunakan pada pengurangan ukuran pohon, peningkatan produksi kuncup bunga, dan peningkatan panenan buah .
Gimnosperma tampaknya memberikan reaksi yang berbeda. Penghambat pertumbuhan telah meningkatkan pembungaan pada spruce Norwegia, namun hal ini tidak berlaku pada spesies konifer . Sebaliknya, Giberelin akan memacu pembungaan pada banyak gimnosperma termasuk Cryptomeria, Cupressus, Thuja, Thujopsis, Juniperus, Metasequoia, Taxodium, Chamaecyparis, Sequoia, Larix, Picea, Pinus, Pseudotsuga dan Tsuga .
Penelitian terbaru telah memunculkan dugaan bahwa tipe giberelin mungkin merupakan faktor penting dalam respon fisiologis pada tanaman. Dengan demikian aspek pengaruh giberelin pada pembungaan tanaman berkayu menahun atau perenial membutuhkan pengamatan lebih lanjut, mengingat minimnya metode deteksi dan produksi giberelin saat ini.

Genetik

Fase besar dalam siklus hidup tanaman, yaitu fase vegetatif dan fase reproduktif, banyak dipengaruhi oleh berbagai mekanisme yang merupakan kontrol genetik.
Fase vegetatif atau juvenil adalah interval waktu selama tanaman tersebut belum mampu bereproduksi (membentuk biji). Secara alami periode ini berakhir setelah 1 hingga 45 tahun tergantung pada spesies dan kondisi lingkungannya . Lamanya periode juvenil lebih dipengaruhi oleh kontrol genetik. Inheritance pada Betula telah teramati sebagai pengaruh poligen . Sedangkan pada pohon apel dan pir, faktor poligen menentukan inheritance secara akumulatif. Sejumlah karakter morfologis dan fisiologis mungkin dapat dihubungkan dengan fase juvenil ini; seperti pembentukan duri pada jeruk, pesatnya pertumbuhan meninggi pada larch dan jeruk, susunan daun pada pistachio, bulu-bulu daun pada pecan, perbedaan bentuk, warna, kelekatan atau filotaksis dedaunan pada beberapa jenis ekaliptus dan pinus, dan kemampuan untuk memproduksi akar dan kuncup adventif .
Fase juvenil diawali dengan pembukaan tunas dan perluasan sel meristem apikal. Semua proses yang berlangsung dalam tubuh tanaman ditujukan untuk pertambahan jumlah dan volume sel meristem pada titik-titik tumbuh tanaman. Pertumbuhan meninggi dan pembentukan tunas-tunas pucuk mendominasi proses pertumbuhan.
Transisi menuju tingkat dewasa pada umumnya berlangsung secara bertahap, dan dalam satu pohon tertentu, tidak semua karakter juvenil berubah pada tahap yang sama. Beberapa jenis ekaliptus, seperti Eucalyptus pulverulenta, mempertahankan pola daun juvenilnya sementara memasuki masa dewasa yang berhubungan dengan kemampuan pembentukan bunga.
Fase reproduktif adalah masa ketika tanaman telah mampu membentuk organ-organ reproduksi dan melangsungkan proses reproduksi untuk membentuk biji. Fase ini terjadi setelah pertambahan jumlah dan volume sel memadai (tanaman mencapai jumlah primordia tertentu yang memungkinkan tanaman untuk mulai berbunga), yang ditandai dengan stabilnya pembelahan sel: pola pembelahan berubah untuk mulai membentuk meristem lateral. Tanaman memasuki fase reproduktif setelah tercapainya suatu karakter genetik yang disebut size effect dan endogenous timing. Size effect adalah ukuran tertentu yang berhubungan dengan kemampuan tanaman mengatur penyerapan, suplai dan alokasi makanan. Endogenous timing adalah umur tertentu yang secara genetis berhubungan dengan kesiapannya untuk berbunga.
Pemasakan dan Pengisian Biji

Pengisian biji secara kimiawi adalah proses translokasi karbohidrat ke dalam biji. Proses pentranslokasian ini melewati floem, funiculus-kalaza dan akhirnya masuk ke dalam biji. Karbohidrat tadi ditranslokasikan dalam bentuk sukrosa dan ketika sukrosa tersebut sudah sampai di dalam biji maka akan diubah lagi menjadi pati.
Faktor internal yang berpengaruh dalam proses pemasakan dan pengisian biji adalah faktor internal yang terdiri dari jenis tanaman dan keberagaman gen antar varietas di dalam spesies. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh adalah faktor lingkungan dan faktor teknik budidaya. Saat tepat memanen biji yang digunakan untuk produksi pertanian adalah pada saat biji mencapai masak fisiologis yang ditandai dengan berfluktuasinya kadar air dan maksimalnya berat kering dari biji. Dampak yang timbul ketika biji dipanen pada saat yang tepat adalah biji akan mempunyai daya dan kecepatan kecambah yang tinggi.

lanjutan pengembangan Kawasan Horti...2

A. Konsep Kawasan
Konsep pengembangan kawasan merupakan konsep yang sangat tepat dalam rangka mengintegrasikan beberapa kegiatan dengan Eselon I terkait lingkup Kementerian Pertanian dan instansi di luar Kementerian. Pengembangan kawasan hortikultura dengan pendampingan intensif pada tahun 2009 berada pada 11 provinsi, 48 kabupaten/ kota dan pada tahun 2010 berada pada 21 provinsi, 91 kabupaten/ kota. Sedangkan pengembangan kawasan inisiasi hortikultura pada tahun 2010 sebanyak 31 provinsi, 77 kabupaten/ kota.
Menurut Permentan No: 41 Tahun 2009, berdasarkan dominasi komoditasnya, tipe kawasan agribisnis hortikultura dapat dibedakan atas:
1. Kawasan dengan dominasi komoditas hortikultura dengan sedikit atau tanpa tambahan/sisipan komoditas lainnya;
2. Kawasan budidaya hortikultura yang seimbang atau hampir seimbang antara komoditas hortikultura dan komoditas lainnya;
3. Kawasan dengan dominasi komoditas nonhortikultura dengan sedikit atau banyak tambahan/ sisipan komoditas hortikultura di dalamnya.
Kriteria yang menjadi dasar penetapan kawasan budidaya hortikultura menurut Permentan No: 41 Tahun 2009 adalah:
1. Mempunyai kesesuaian lahan yang didukung adanya sarana dan prasarana budidaya, panen dan pasca panen;
2. Memiliki potensi untuk pengembangan sistem dan usaha agribisnis hortikultura;
3. Mempunyai akses dan prasarana transportasi jalan dan pengangkutan yang mudah, dekat dengan pusat pemasaran dan pengumpulan produksi.
Sedangkan pendekatan pengembangan kawasan hortikultura menurut Direktorat Jenderal Hortikultura adalah:
1. Basis: kawasan (beberapa sentra produksi hortikultura kabupaten/ kota yang berdekatan)
2. Fokus:
a. Komoditas potensial pada lokasi yang berdampingan dan/ atau berdekatan;
b. Kesamaan karakter komoditas, agroklimat, kondisi sosial budaya;
c. Efisiensi dan efektivitas pengembangan wilayah dan penyediaan prasarana;
d. Kesamaan manajemen pengelolaan tanaman.
3. Skala usaha ekonomis dengan pengembangan kawasan hortikultura yang luas
4. Lebih efektif dalam pengembangan wilayah
5. Lebih efektif dalam penyediaan prasarana
6. Cakupan area pengembangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih luas dan lebih baik.

B. Strategi Pengembangan Kawasan Hortikultura
Strategi dasar pengembangan kawasan diawali dari optimalisasi potensi komoditas unggulan yang telah berkembang di wilayah tertentu dan kemudian secara terfokus dan terarah dikembangkan dengan basis pendekatan agribisnis dengan memperhatikan keterkaitan hulu-hilir secara berkesinambungan. Pengembangan kawasan hortikultura ini tidak berdiri sendiri, namun lebih merupakan keterpaduan dari berbagai program dan kegiatan pengembangan antar sektor/subsektor, antar institusi, dan antar pelaku yang telah ada di daerah, yang terfokus di kawasan. Pada hakekatnya pengembangan kawasan merupakan kerjasama dari setiap pelaku, termasuk di dalamnya adalah kontribusi dari berbagai sektor terkait, seperti perindustrian, perdagangan, koperasi dan UKM, PU dan lainnya, pusat penelitian, perguruan tinggi, swasta, asosiasi, perbankan, dan lainnya.
Dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura, strategi dasar yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut :
1. Kawasan sebagai pusat pertumbuhan pengembangan produk hortikultura unggulan (dapat lebih dari 1 komoditas) yang menjadi komoditas unggulan dan spesifik di kawasan tersebut. Keluaran dari pengembangan kawasan difokuskan pada pengembangan produk berdaya saing dengan orientasi pada pasar regional, nasional atau internasional melalui penerapan GAP
2. Pemerintah sebagai katalisator dan fasilitator, mendorong peran aktif swasta dan masyarakat untuk berinvestasi dalam mengembangkan agribisnis hortikultura di kawasan
3. Kawasan memiliki keterkaitan dengan sektor industri hulu-hilir (backward and forward linkages), yang merupakan stimulan kegiatan ekonomi, sehingga akan mampu meningkatkan daya saing.
4. Pengembangan kawasan mempunyai keterkaitan antar kabupaten/kota ataupun antar provinsi, oleh karena itu keterpaduan menjadi dasar keberhasilan dalam pengembangan kawasan.

III. KUNCI PENGEMBANGAN KAWASAN
Beberapa kunci dalam pengembangan kawasan dapat dirinci sebagai berikut :
A. Pemberdayaan atau Penguatan Sumberdaya Manusia
Dalam penguatan sumberdaya manusia diarahkan pada para petugas pendamping (penyuluh, staf teknis), petani dan pelaku usaha, dengan orientasi pada budidaya yang baik, pengembangan bisnis dan profesionalisme. Kegiatan ini dilaksanakan antara lain melalui pengembangan sekolah lapang. Fokus penguatan sumberdaya manusia mencakup aspek budidaya, SLPHT, penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran, serta kelembagaan dalam satu rangkaian yang terfokus pada komoditas unggulan.

B. Penelitian dan Pengembangan
Aspek penelitian dan pengembangan merupakan hal yang terpenting dalam rancang bangun kawasan. Kegiatan litbang diarahkan dalam rangka mendukung produk yang berdaya saing yang terdiri dari aspek teknologi produksi, teknologi panen dan pasca panen serta pengolahan. Peran dan dukungan lembaga penelitian (BPTP, balai penelitian, perguruan tinggi) lebih diorientasikan untuk menjawab dan mengantisipasi kebutuhan petani akan teknologi dan lebih ditekankan upaya pendampingan dalam rangka alih teknologi serta sosialisasi hasil penelitian secara langsung seperti pelatihan/ magang lebih diintensifkan.

C. Pengembangan Pasar
Pasar merupakan penarik utama dalam pengembangan komoditas. Potensi pasar perlu dieksplorasi secara optimal, antara lain melalui upaya kajian pasar (tujuan, kontinuitas permintaan, kualitas, jumlah dll), penyediaan informasi pasar, pengembangan jaringan pasar dan promosi. Pengembangan pasar perlu dibarengi dengan pembenahan manajemen rantai pasok (supply chain management), sehingga produk yang dipasarkan dapat diterima di tangan konsumen dengan kualitas yang baik dan keuntungan yang terdistribusi secara proporsional pada setiap pelaku usaha serta adanya jaminan pasokan.
D. Pengembangan Sarana Prasarana dan Infrastruktur
Aspek dasar pengembangan kawasan, terdiri dari pengembangan sarana dan prasarana dasar (infrastruktur fisik seperti jalan, bendungan dan irigasi) dan sarana prasarana pendukung kegiatan produksi dan/atau pengolahan. Keberadaan infrastruktur sangat penting untuk menjamin akses keluar-masuk transportasi ke kawasan sehingga produk dapat tersalurkan keluar kawasan dengan baik. Aspek sarana & prasarana sangat penting dan menentukan kualitas produk hortikultura yang dihasilkan.

E. Akses terhadap Sumber Permodalan
Diperlukan fasilitasi dan kemudahan bagi pelaku usaha di kawasan untuk mempunyai akses yang lebih mudah terhadap Lembaga keuangan serta dengan persyaratan yang tidak memberatkan pelaku usaha. Pelayanan kepada petani diharapkan dapat lebih mudah, serta dapat difasilitasi dengan pendamping dalam mediasi dan mempermudah akses permodalan, seperti yang sudah dilakukan dalam jaringan UKM;

F. Pengembangan Kelembagaan
Kelembagaan di tingkat petani, baik itu kelompok tani ataupun kelompok usaha perlu dikembangkan, ditingkatkan, diaktifkan, dikuatkan sebagai ujung tombak pengembangan usaha di kawasan. Pengembangan kelompok tani diarahkan pada pembentukan/ pengaktifan kelompok tani dan gabungan kelompok tani, asosiasi serta penguatan kelembagaan ekonomi petani. Pendekatan partisipatif dalam pengelolaan kelembagaan untuk selanjutnya akan mewarnai pengembangan kawasan melalui pemberdayaan masyarakatnya. Para champion di setiap mata rantai dari produksi sampai pasar diberdayakan untuk mendorong keberhasilan agribisnis. Kelembagaan usaha di tingkat petani juga di arahkan untuk bermitra dengan perusahaan/ swasta yang mempunyai akses pasar.

G. Iklim Usaha
Perbaikan regulasi/ peraturan yang memberikan kemudahan dan kelancaran dalam berusaha, meliputi kebijakan-kebijakan yang diarahkan kepada peninjauan dan perbaikan terhadap peraturan-peraturan pemerintah yang menghambat terciptanya iklim usaha yang kondusif. Pengembangan kawasan didukung oleh adanya sistem pelayanan satu atap untuk kemudahan perijinan usaha dan investasi yang mendukung keterpaduan antar sektor dan antar pelaku untuk kemudahan berinvestasi. Kebijakan pemerintah juga sangat diperlukan dalam memberikan jaminan tersedianya permodalan untuk pengembangan.
H. Jejaring Kerja
Keberhasilan dalam pengembangan kawasan sangat tergantung dari kerjasama dan interaksi antar pelaku yang ada di dalamnya, yaitu pemerintah, pelaku usaha (swasta/asosiasi) dan masyarakat (LSM). Oleh karena itu komunikasi dan jejaring kerja antar pemangku kepentingan perlu dijalin dan dibina sehingga berbagai permasalahan yang timbul dan berkembang dapat diantisipasi dan diselesaikan secara cepat dan tepat.

I. Komitmen
Komitmen daerah di dalam memberikan dukungan/ fasilitas untuk pengembangan kawasan secara berkelanjutan sangat diharapkan. Adanya komitmen dari Pemerintah Daerah baik propinsi, kabupaten maupun kota akan mempunyai dampak yang sangat besar terhadap pembangunan kawasan.

















IV.KETERKAITAN PENGEMBANGAN KAWASAN-FATIH-SCM-GAP

Kawasan merupakan fokus dan lokus binaan dalam pengembangan komoditas hortikultura. Dalam pengembangan kawasan hortikultura dilakukan melalui upaya transformasi budidaya dengan meningkatkan kualitas dan produktivitas melalui perbaikan budidaya penerapan GAP/SOP, mendorong perubahan/ penataan rantai pasokan (Supply Chain Management). Transformasi pengembangan kelembagaan dan dukungan instansi terkait dalam Fasilitasi Terpadu Investasi Hortikultura (FATIH) serta dengan memanfaatkan teknologi yang sesuai.

V. OPERASIONAL DAN RENCANA AKSI KAWASAN

A. Operasional Pengembangan Kawasan
Proses pengembangan kawasan agribisnis dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu : (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan dan (3) Monitoring, Evaluasi dan Pengawasan.
1. Perencanaan
a. Identifikasi
Pengembangan kawasan hortikultura dimulai dengan identifikasi potensi pada kawasan dimaksud yang meliputi beberapa aspek, yaitu : aspek teknis, ekonomis, kelembagaan, sarana prasarana/ Infrastruktur serta sumberdaya manusia. Data yang diperlukan adalah sampai dengan tingkat kecamatan dan desa.
1) Aspek Teknis
Data dasar aspek teknis yang diperlukan adalah sebagai berikut :
(1) Agroklimat yang meliputi tipe agroklimat, kelembaban, suhu, curah hujan
(2) Lahan: meliputi luas lahan (potensial dan yang sudah dikembangkan), jenis tanah, struktur tanah, topografi, ketinggian, luasan
(3) Komoditas: meliputi jenis tanaman, luas tanam dan luas panen, produksi, bulan tanam, bulan panen, panen raya, penanganan produk, pola tanam, benih tersedia
(4) Sarana produksi: meliputi ketersediaan benih bermutu, pupuk dan pestisida, peralatan dan mesin pertanian, peralatan panen dan pasca panen
(5) Kendala teknis dalam pengembangan hortikultura
2) Aspek Ekonomi
Data dasar yang menyangkut aspek ekonomi dalam pengembangan kawasan adalah informasi pasar yang terdiri dari tujuan pasar, rantai pasar, keberadaan pusat informasi pasar, terminal agribisnis/subterminal agribisnis, kemitraan dengan perusahaan/ asosiasi, potensi ekonomi, dan berbagai aspek ekonomi maupun kendala-kendala ekonomi dalam pengembangan hortikultura.
3) Aspek Kelembagaan
Identifikasi yang dilakukan terhadap profil kelembagaan pada kawasan pengembangan hortikultura mencakup Kelembagaan tani (kelompok tani/gapoktan/asosiasi), Balai benih, Penangkar Benih, perusahaan yang bergerak di bidang hortikultura, lembaga keuangan, koperasi/KUD, Laboratorium Pengamat Hama dan Penyakit Tanaman (Laboratorium PHP), Laboratorium Pestisida, Brigade Proteksi Tanaman, Lembaga sertifikasi dan pengawasan mutu benih, dan kelembagaan-kelembagaan lain yang terkait dengan pengembangan hortikultura.
4) Aspek Sarana Prasarana/ Infrastruktur.
Identifikasi sarana dan prasarana mencakup ketersediaan dan kapasitas sarana prasarana yang meliputi jalan usahatani, jalan desa, jalan kecamatan, prasarana dan sarana untuk akses pasar, pelabuhan, sarana gudang penyimpanan, packing house, sarana dan prasarana pengairan (sumur sprinkle, embung, irigasi teknis/1/2 teknis)
5) Aspek Sumberdaya Manusia.
Identifikasi sumberdaya manusia di kawasan mencakup tenaga penyuluh, PHP/POPT, pengawas benih, petani/ kelompok tani/ gapoktan/ asosiasi, alumni Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT).
b. Penyusunan Roadmap
Roadmap pengembangan kawasan akan menjadi acuan bagi pemangku kepentingan dalam mengembangkan kawasan sesuai dengan domainnya masing-masing. Oleh karena itu dalam penyusunan roadmap seluruh pemangku kepentingan harus dapat dipetakan peran dan fungsinya dalam pencapaian tujuan pengembangan kawasan, sehingga penyusunan roadmap pengembangan kawasan agribisnis hortikultura harus mencakup target dan sasaran yang terukur, strategi pengelolaan yang terpadu dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, serta tahapan pencapaian yang jelas.
2. Pelaksanaan
a. Sosialisasi
Sosialisasi dilaksanakan untuk menyamakan persepsi semua pihak yang terkait dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. Pada tahap awal sosialisasi akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura kepada Kepala Dinas Pertanian provinsi serta para pemangku kepentingan (stakeholders) terkait di tingkat provinsi. Selanjutnya Dinas Pertanian provinsi melakukan sosialisasi kepada Dinas Pertanian Kabupaten/Kota serta pemangku kepentingan terkait di wilayahnya masing-masing.
Direktorat Jenderal Hortikultura akan menerbitkan Pedoman Umum dan/ atau Pedoman Khusus Pengembangan Kawasan Hortikultura, selanjutnya Dinas Pertanian Provinsi menyusun Petunjuk Pelaksanaan dan selanjutnya Dinas Pertanian Kabupaten/Kota menyusun Petunjuk Teknis.
Melalui sosialisasi tersebut diharapkan dapat diperoleh dukungan dari berbagai pihak yang terkait dalam pengembangan kawasan hortikultura.
b. Perumusan permasalahan dan upaya pemecahannya
Identifikasi permasalahan dimaksudkan untuk mengetahui berbagai kendala yang dihadapi dalam rencana pengembangan kawasan hortikultura. Berbagai permasalahan yang ditemukan akan dirumuskan upaya-upaya pemecahannya sehingga pelaksanaan menjadi lebih efektif dan efisien.
c. Penyusunan Rencana Tindak
Rancangan pengembangan kawasan hortikultura yang disepakati bersama antar pemangku kepentingan dijabarkan dalam bentuk rencana tindak yang memuat berbagai kegiatan, waktu pelaksanaan dan penanggungjawab pelaksanaan. Rencana tindak ini juga berisi komitmen serta rencana tindak bagi pelaku usaha di sektor/subsektor yang terkait dengan pengembangan kawasan hortikultura termasuk kebutuhan biayanya. Penyusunan rencana tindak agar dilakukan secara komprehenship untuk jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang serta keterlibatan berbagai pihak terkait. Setiap kegiatan dalam rencana tindak agar diuraikan dengan jelas faktor-faktor penentu keberhasilannya.
3. Pembinaan dan Monitoring
Pembinaan terhadap pengembangan kawasan hortikultura dilakukan oleh semua pihak sesuai dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Pemerintah pusat (Direktorat Jenderal Hortikultura) berkewajiban melaksanakan pembinaan terhadap terlaksananya Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Hortikultura. Pemerintah Provinsi (Dinas Pertanian Provinsi) bertanggung jawab atas terlaksananya Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Kawasan Hortikultura. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya berkewajiban mengkoordinasikan seluruh instansi yang terkait dalam pengembangan kawasan sesuai dengan rencana tindak yang telah disusun.
Monitoring dilakukan terhadap pelaksanaan pedoman baik di lapangan maupun pada instansi yang bertanggung jawab dalam pengembangan kawasan hortikultura. Pemerintah provinsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan petunjuk pelaksanaan (Juklak) baik secara langsung dengan melakukan kunjungan ke lokasi maupun tidak langsung melalui pelaporan yang dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Untuk mengetahui kemajuan pelaksanaan pengembangan kawasan hortikultura dilakukan monitoring dan evaluasi. Hal ini dimaksudkan untuk dapat segera mengambil tindakan penyempurnaan terhadap perencanaan dan pelaksanaan. Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan secara berkala maupun secara insidentil sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi di lapangan.
4. Pendampingan dan Kajian Teknologi Terapan
Pengembangan kawasan dengan arah penyediaan produk dalam jumlah dan mutu yang prima memerlukan dukungan pendampingan yang aktif serta tersedianya teknologi tepat guna yang sesuai untuk suatu daerah. Oleh karena itu, keterlibatan dan pendampingan BPTP maupun balai pelatihan menjadi sangat penting.
Lembaga penelitian dapat melakukan pembinaan, pendampingan, maupun melakukan kajian penerapan teknologi pada lokasi pengembangan kawasan hortikultura untuk menguji dan/ atau melakukan kaji terap teknologi baru untuk komoditas unggulan yang dikembangkan di kawasan.

B. Rencana Aksi
Rencana aksi pengembangan kawasan hortikultura disusun berdasarkan data dari informasi hasil kegiatan sebagai dasar penyusunan rencana aksi, yang meliputi:
1. Data RUTR;
2. Kajian tentang pengembangan kawasan agribisnis hortikultura terintegrasi;
3. Koordinasi yang intensif dengan instansi terkait/pemangku kepentingan dalam penetapan kawasan agribisnis hortikultura di daerah yang meliputi pemerintah daerah, BPTP, BPTPH dan BBH;
4. Sosialisasi dengan kabupaten/kota yang masuk dalam kawasan;
5. Identifikasi potensi lahan dan kondisi agroklimat;
6. Identifikasi potensi areal pengembangan dari masing-masing komoditas potensial (unggulan nasional dan unggulan daerah);
7. Identifikasi masa panen dari masing-masing komoditas potensial (unggulan nasional dan unggulan daerah);
8. Identifikasi sarana dan prasarana pengairan;
9. Identifikasi sarana dan prasarana jalan;
10. Identifikasi Perbenihan;
11. Identifikasi sarana dan prasarana pasca panen (packing house);
12. Identifikasi rantai pasar dan tujuan pasar dari masing-masing komoditas potensial;
13. Identifikasi kondisi SDM Pertanian di kawasan (PPL, Mantri Tani, PHP/POPT, alumnus SLPHT, Kontak Tani);
14. Identifikasi kondisi kelembagaan pertanian;
15. Identifikasi kondisi sarana dan prasarana transportasi serta aksesibilitas;
Berdasarkan hasil kegiatan tersebut di atas disusun rencana aksi yang meliputi :
1. Jenis kegiatan yang akan dilaksanakan
Kegiatan pengembangan kawasan hortikultura yang dilaksanakan merupakan suatu rangkaian sistem usaha berbasis pertanian dan sumber daya lain dari hulu sampai hilir, meliputi berbagai subsistem antara lain : pengadaan dan penyaluran sarana produksi pertanian dan alat mesin pertanian (alsintan), usaha tani untuk produksi komoditas pertanian, pengadaan dan penanganan hasil-hasil pertanian (agroindustri), penyimpanan serta pemasaran dan perdagangan di hilir dan termasuk pula sub sistem pendukung lain seperti jasa permodalan/perbankan, asuransi angkutan dan sebagainya.
2. Volume kegiatan yang akan dilaksanakan
3. Perkiraan kebutuhan anggaran
4. Sumber pembiayaan
5. Penanggungjawab masing-masing kegiatan
6. Lokasi pelaksanaan kegiatan
7. Waktu/ jadwal pelaksanaan kegiatan
8. Tata laksana pelaksanaan kegiatan
Kegiatan pengembangan kawasan dilaksanakan oleh bidang yang menangani hortikultura di propinsi dan kabupaten/kota, berkoordinasi dengan bidang yang menangani sarana dan prasarana serta bidang yang menangani kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Sebagai penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Dinas Propinsi dan Kabupaten/Kota.

VI. PEMBIAYAAN, KOORDINASI DAN DUKUNGAN KAWASAN

A. Pembiayaan
Dukungan pembiayaan dalam pengembangan kawasan tidak hanya berupa dana, tetapi juga dapat bersumber pada fasilitas atau sarana yang tersedia, antara lain sebagai berikut :
1) Dana APBN
Dana APBN yang dialokasikan pada DIPA Satker pada Dinas Pertanian (yang membidangi pengembangan hortikultura) Provinsi serta pada DIPA Satker Dinas Pertanian Kab/Kota.
2) Dana APBD
Diharapkan ada sharing dana APBD baik tingkat 1 maupun tingkat 2 dalam mendukung kegiatan yang bersifat fisik maupun non fisik.
3) Masyarakat
Peran masyarakat dalam hal ini dapat berupa penyediaan lahan, sarana, peralatan, sumber daya manusia
4) Swasta
Dukungan swasta dapat berupa bantuan peralatan dan bimbingan teknis, serta permodalan.

B. Koordinasi Pengembangan Kawasan Hortikultura
Permasalahan utama dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura terintegrasi adalah masalah koordinasi. Mengingat pengembangan kawasan agribisnis hortikultura tidak dibatasi oleh batas administrasi serta komoditas, masalah koordinasi menjadi sesuatu yang harus mendapat perhatian serius. Berbagai tingkat koordinasi harus dilakukan baik bagi para pemangku kepentingan di dalam kawasan kabupaten/kota, antar kabupaten/kota, antar kabupaten/kota dengan provinsi maupun antar provinsi yang saling terlibat dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura tersebut.
Mengingat pengembangan kawasan agribisnis hortikultura adalah kegiatan yang melibatkan banyak pihak, maka koordinasi antar instansi yang terkait dengan pelaku usaha perlu dikembangkan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan.
Gubernur atau Bupati/Walikota merupakan penanggung jawab pengembangan kawasan hortikultura di wilayahnya, selain itu sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya Gubernur atau Bupati/Walikota mengkoordinasikan berbagai pihak terkait untuk keberhasilan pengembangan kawasan hortikultura.

C. Dukungan Pengembangan Kawasan
1) Dukungan Eselon I lingkup Kementerian Pertanian :
 Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian : fasilitasi modal usaha (KKP-E, KUR, PKBL) dan PUAP
 Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air: perluasan areal, sarana dan prasarana irgasi, jalan usahatani, alat pembuat kompos, konservasi, sertifikasi lahan;
 Direktorat Jenderal Pemasaran dan Pengolahan Hasil Pertanian: bantuan alat dan mesin pasca panen dan pengolahan hasil, promosi, product branding, packing house, cool box;
 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian: pendampingan teknologi, rakitan teknologi baru, pengujian dan demplot;
 Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian: pelatihan teknis hortikultura, pemberdayaan penyuluh, magang;
 Badan Karantina : pengaturan dan pengendalian impor benih.

2) Dukungan Lintas Kementerian
 Kementerian Pekerjaan Umum: pembangunan jalan kabupaten/ provinsi, infrastruktur;
 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi: integrasi penyaluran bantuan saprodi dan sarana prasarana pengembangan kawasan di wilayah transmigrasi dengan kawasan hortikultura;
 Kementerian Perhubungan: transportasi dan distribusi;
 Kementerian Perdagangan : regulasi ekspor/ impor dan pengembangan pasar;
 Kementerian Perindustrian : penumbuhan industri olahan, diversifikasi produk olahan.









VII. INDIKATOR KEBERHASILAN

Keberhasilan dalam pengembangan kawasan hortikultura terintegrasi dapat ditunjukkan oleh indikator-indikator sebagai berikut :
1. Meningkatnya produktivitas dan kualitas produk hortikultura yang dicirikan oleh diterapkannya praktek budidaya yang baik (GAP) dan prosedur baku budidaya (SOP), serta teregistrasinya kebun dan lahan usaha hortikultura.
2. Tertatanya manajemen rantai pasokan yang dicirikan dengan terdistribusikannya secara proporsional keuntungan dalam setiap mata rantai pasar
3. Terjalinnya kemitrasetaraan antara kelompok tani dengan pengusaha
4. Meningkatnya jumlah investor untuk mengembangkan usaha hortikultura di kawasan, yang dicirikan oleh pengelolaan usaha hortikultura berskala kebun
5. Berkembangnya industri pengolahan hasil komoditas hortikultura unggulan yang merupakan usaha peningkatan nilai tambah produk segar
6. Meningkatnya penggunaan benih bermutu
7. Meningkatnya jumlah dan kualitas kelembagaan petani/champion (kelompok tani, kelompok wanita tani, gapoktan, koperasi, kelompok usaha, asosiasi, karang taruna tani)
8. Meningkatnya kualitas lingkungan dengan diterapkannya aspek konservasi lahan, pola tanam dan penanganan PHT dalam pengelolaan OPT.









III. PENUTUP

Penyusunan pedoman pengembangan kawasan agribisnis hortikultura terintegrasi merupakan muara pelaksanaan program dan kegiatan pengembangan hortikultura di daerah. Dengan adanya pedoman umum yang telah disusun, kawasan diharapkan dapat berfungsi sebagai simpul pengikat keterpaduan berbagai program lintas sektor dan subsektor di samping juga lintas provinsi dan kabupaten. Oleh karena itu koordinasi dan keterpaduan menjadi kata kunci keberhasilan dalam pengembangan kawasan.
Pengembangan berbasis kawasan juga merupakan penjabaran operasional dari desentralisasi dimana kabupaten/kota mempunyai kewenangan yang penuh dan utuh dalam mengembangkan dan meningkatkan daya saing wilayahnya dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya. Peran provinsi sebagai koordinator dan dirigen pengembangan wilayah akan tampak menonjol dan berfungsi dalam mensinergikan potensi daerah dilihat dari kerangka kepentingan regional. Demikian pula kepentingan kabupaten sebagai daerah otonom tidak akan muncul dan akan lebih mengedepankan kerjasama dengan daerah sekitarnya. Pada akhirnya kawasan akan bermakna jika kawasan tersebut dapat melibatkan dan mensejahterakan masyarakat yang berada di dalamnya.( dr. berbagai Sumber ).

Pengembangan Kawasan Horti bagian 1

Dalam dinamika perekonomian global yang semakin kompetitif, eksistensi wilayah sangat ditentukan oleh kemampuan wilayah tersebut menciptakan basis-basis keunggulan dalam persaingan ekonomi antar wilayah. Globalisasi telah menciptakan diversifikasi pasar, pesaing yang semakin banyak dan pilihan produk yang semakin bervariasi. Perkembangan teknologi yang berlangsung cepat merupakan salah satu pendorong persaingan bagi suatu wilayah. Hanya wilayah-wilayah yang berdaya saing tinggi yang mampu membangun strateginya melalui harmonisasi pengembangan sumberdaya manusia, pemanfaatan teknologi yang tepat, serta eksplorasi dan pemanfaatan sumberdaya alam yang optimal.
Dengan diterapkannya kebijakan otonomi daerah dimana tugas dan kewenangan pembangunan, termasuk di dalamnya pembangunan pertanian, kini menjadi tanggung jawab sepenuhnya pemerintah daerah, yang dalam hal ini adalah di tingkat kabupaten/kota sebagai daerah otonom, maka daerah sebagai ujung tombak pembangunan nasional dituntut untuk dapat bersaing dalam meningkatkan daya saing wilayahnya agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, dengan mengacu pada tolok ukur kemajuan pembangunan wilayah, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pendapatan per kapita yang merata dan tingkat pengangguran yang rendah.
Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berkembang pesat di Indonesia. Selain sebagai komoditas yang esensial bagi manusia yaitu sebagai pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam menyediakan vitamin dan mineral, serta memberikan kontribusi PDB sebesar 14,95 % pada tahun 2008 terhadap sub sektor lainnya.
Pembangunan pertanian melalui pengembangan komoditas hortikultura yang potensial di suatu wilayah merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan perekonomian wilayah, yang pada akhirnya akan meningkatkan daya saing wilayah tersebut. Untuk menciptakan kegiatan ekonomi yang efektif dan efisien dan berdampak bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat yang terlibat di dalamnya diperlukan volume, intensitas dan kualitas kegiatan yang memadai berbasis pada kesamaan kegiatan dalam ruang yang sama. Untuk itu diperlukan sinergisme intra dan/ atau antar wilayah (daerah otonom) sejauh wilayah tersebut merupakan suatu kesatuan yang utuh secara ekonomis, yang dapat dibatasi oleh kemiripan agroklimat dan kesatuan infrastruktur, sehingga akan dihasilkan dampak ekonomi yang nyata dan terukur, serta segala pelayanan dan fasilitasi di dalamnya dapat berjalan efektif dan efisien, yang dikenal dengan pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura.
Pengembangan hortikultura dalam kawasan yang luas dan kompak akan menggiring pemahaman dan penghayatan yang proporsional terhadap makna dan fungsi ekosistem, infrastruktur, dan pasar selain makna dan fungsi wilayah administratif bagi para petugas pemerintah dalam melayani masyarakat agribisnis yang cenderung tidak terikat kepada batas-batas wilayah administratif tersebut. Pelayanan terhadap kawasan akan menjadi suatu bentuk implementasi yang prima dari fungsi pemerintahan Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam kerangka desentralisasi pemerintahan. Pengembangan kawasan juga diharapkan dapat menggiring pelayanan pembangunan yang lebih bersifat partisipasi.
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tata ruang, dijelaskan bahwa kawasan pertanian yang termasuk ke dalam kawasan budidaya yaitu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan peruntukan pertanian salah satunya meliputi kawasan hortikultura.
Penetapan kawasan hortikultura ini diperlukan untuk memudahkan dalam penumbuhan dan pengembangan kawasan berbasis agribisnis mulai dari penyediaan sarana produksi, budidaya, pengolahan pasca panen dan pemasaran serta kegiatan pendukungnya secara terpadu, terintegrasi dan berkelanjutan. Mengingat begitu pentingnya kawasan hortikultura dalam menyokong pembangunan pertanian, diperlukan suatu pedoman pengembangan kawasan hortikultura yang terintegrasi dengan berbagai pemangku kepentingan.

B. Tujuan dan Sasaran
1. Tujuan
Adapun tujuan dari pengembangan kawasan hortikultura adalah :

Menyamakan persepsi dalam melakukan pembinaan dan pengawasan yang didasarkan pada petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan pengembangan kawasan hortikultura sehingga mampu mendorong operasionalisasi penyelenggaraan pengembangan kawasan sesuai dengan konsep kawasan.
2. Sasaran
Adapun sasaran dari pe pengembangan kawasan hortikultura adalah :
Tumbuhnya kawasan-kawasan baru hortikultura dan berkembangnya kawasan hortikultura baik inisiasi maupun terintegrasi.

C. Manfaat
Pengembangan hortikultura berbasis kawasan akan memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Memungkinkan penanganan berbagai komoditas hortikultura secara terpadu sesuai dengan kesamaan karakteristiknya;
2. Memberikan peluang semua komoditas penting (potensial) di kawasan tersebut ditangani secara proporsional;
3. Merupakan wadah dan wahana pelaksanaan desentralisasi pembangunan secara nyata, sinergis dan harmonis antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota, mengingat kawasan bersifat lintas wilayah administratif;
4. Memungkinkan “critical mass” penggalangan sumberdaya sehingga terjadi sinergi dari berbagai sumber daya tersebut;
5. Membedakan secara jelas karakter dan pengukuran kinerja antara pengembangan dan perbaikan, sehingga daerah terpacu untuk melakukan upaya perbaikan (pengutuhan) kawasan;
6. Meningkatkan kegiatan ekonomi di kawasan dan sekitarnya, sehingga mempercepat pertumbuhan pendapatan, penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan sektor-sektor usaha terkait (backward and forward linkages);
7. Skala pengembangan usaha menjadi lebih luas;
8. Sebagai entry point pelayanan inovasi, pelaksanaan pendidikan dan latihan, penyuluhan dan pembiayaan.

D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Pengembangan Kawasan Agribisnis Hortikultura meliputi :
1. Konsep dan strategi pengembangan kawasan;
2. Aspek kunci pengembangan kawasan;
3. Keterkaitan pengembangan kawasan, FATIH, SCM dan GAP;
4. Operasional dan Rencana Aksi Kawasan;
5. Pembiayaan, koordinasi dan dukungan kawasan serta indikator keberhasilan.

E. Pengertian
1. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya yang sama sub sektornya;
2. Kawasan pengembangan hortikultura adalah kawasan yang dialokasikan dan memenuhi kriteria untuk budidaya tanaman hortikultura;
3. Kawasan hortikultura merupakan kawasan dimana komoditas hortikultura berfungsi sebagai faktor penggerak utama kawasan. Kawasan agribisnis hortikultura didefinisikan sebagai suatu ruang geografis yang dideliniasi oleh batas imaginer ekosistem dan disatukan oleh fasilitas infrastruktur ekonomi yang sama sehingga membentuk kawasan yang berisi berbagai kegiatan usaha berbasis hortikultura mulai dari penyediaan sarana produksi budidaya, penanganan dan pengolahan pasca panen, dan pemasaran serta berbagai kegiatan pendukungnya;
4. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, sumber daya buatan, ekosistem dan agroklimat yang mendukung;
5. Kawasan budidaya hortikultura adalah kawasan lahan kering dan sawah potensial untuk pemanfaatan dan pengembangan tanaman hortikultura secara monokultur maupun tumpang sari/ tumpang gilir;
6. Lahan adalah bagian daratan dan permukaan bumi sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia;
7. Lahan kering adalah lahan pertanian yang sumber utama pengairannya berasal dari air hujan atau air tanah;
8. Lahan pertanian pangan berkelanjutan adalah lahan yang dikelola untuk budidaya pertanian ramah lingkungan yang mampu mencapai produktivitas dan keuntungan optimal dengan tetap selalu menjaga kelestarian sumberdaya lahan dan lingkungan;
9. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan atau nilai kesesuaian sebidang lahan untuk pengembangan suatu komoditas pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan yang berbasis lahan. Tingkat kesesuaian lahan tersebut ditentukan oleh kecocokan antara persyaratan tumbuh/hidup komoditas yang bersangkutan dengan kualitas, karakteristik lahan yang mencakup aspek iklim, tanah dan terain (topografi, lereng dan elevasi);
10. Sistem budidaya tanaman adalah sistem pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya genetik melalui upaya manusia yang dengan modal, teknologi, dan sumberdaya lainnya menghasilkan barang guna memenuhi kebutuhan manusia secara lebih baik;
11. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dan tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman merata dan terjangkau;
12. Kriteria adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan sesuatu;
13. Kriteria teknis adalah kriteria yang berbasis aspek teknis meliputi sumberdaya lahan, infrastruktur, dan klimatologi yang menjadi dasar pertimbangan peruntukan pertanian.

F. Kriteria Teknis
Kriteria teknis kawasan pengembangan hortikultura adalah: (1) meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu hasil hortikultura, (2) mengembangkan keanekaragaman usaha hortikultura yang menjamin kelestarian fungsi dan manfaat lahan, (3) menciptakan lapangan kerja, meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan, meningkatkan kesempatan berusaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat dan negara, (4) meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kapasitas ekonomi dan sosial masyarakat petani, dan (5) meningkatkan ikatan komunitas masyarakat di sekitar kawasan yang memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan keamanannya.

Teknis pembibitan Horti

PERSYARATAN PEMBIBITAN

1. Lokasi
Dekat sumber air dan airnya tersedia sepanjang tahun, terutama untuk menghadapi musim kemarau.
Dekat jalan yang dapat dilewati kendaraan roda empat, untuk memudahkan kegiatan pengangkutan keluar dan masuk kebun.
Terpusat sehingga memudahkan dalam perawatan dan pengawasan.

Luasnya disesuaikan dengan kebutuhan produksi bibit.
• Lahan datar dan drainase baik.
• Teduh dan terlindung dari ternak.

2. Kesuburan tanah
Diperlukan untuk kebun koleksi pohon induk dan kebun persemaian batang bawah, sehingga pertumbuhan dan produktivitas tanaman dapat optimal.
Menunjang kemudahan dalam memperoleh media semai dan media tanam dalam polybag

3. Kondisi iklim
Daerah yang ideal untuk lokasi kebun pembibitan adalah daerah yang bersuhu udara sejuk, kelembaban udara yang relatif tinggi, serta curah hujan yang cukup akan menunjang pertumbuhan awal bibit tanaman.
Kondisi sebaliknya justru diperlukan untuk kebun produksi buah dengan hari kering (kemarau) harus tegas terpisah dari hari hujan. Karena ini berpengaruh pada pembungaan dan pembuahan.

4. Sumber daya produksi
Sumber daya manusia yang terampil, rajin dan cinta tanaman. Unsur cinta tanaman (hobby) ini penting artinya karena pada hakekatnya tanaman adalah makluk hidup yang penanganannya memerlukan perhatian khusus.
Sumber daya produksi lainnya yang diperlukan dalam pembibitan tanaman antara lain pupuk kandang, polybag, paranet, pestisida dan lain-lain. Kesulitan memperoleh bahanbahan tersebut terutama berdampak terhadap menurunnya mutu bibit yang dihasilkan, atau mahalnya biaya produksi.

Pengelolaan pembibitan

1. Media tumbuh dalam polybag
Syarat media tumbuh yang baik adalah ringan,murah,mudah didapat, porus (gembur) dan subur (kaya unsur hara). Penggunaan media tumbuh yang tepat akan menentukan pertumbuhan optimum bibit yang ditangkarkan.
Komposisi media tanam untuk mengisi polybag dapat digunakan campuran tanah, pupuk kandang dan sekam padi dengan perbandingan 1:1:1.
Sterilisasi pupuk kandang sebelum digunakan untuk campuran media bertujuan membunuh penyakit, cendawan, bakteri, biji gulma, nematoda dan serangga tanah. Sterilisasi ini misalnya dilakukan dengan uap air panas atau perebusan dengan menggunakan drum minyak tanah (isi 200 l). Drum diisi setengahnya, kemudian dipanaskan di atas tungku. Setelah air mendidih pupuk kandang dalam karung bekas dimasukkan ke dalam drum (direbus selama 0,5-1 jam).
Ukuran polybag yang banyak digunakan di pembibitan buah-buahan biasanya berukuran 15X20 cm (diameter x tinggi) sampai batang bawah dapat disambung atau diokulasi (sekitar 3-4 bulan setelah tanam biji). Tiga sampai empat bulan setelah itu, bibit dapat dipindahkan ke polybag berukuran 20x30 cm.Tiga sampai empat bulat berikutnya bibit dipindah ke polybag ukuran 30x40 cm. Hal ini diperlukan karena polybagnya sudah tidak memadai lagi untuk perkembangan akarnya, sedangkan bibit masih belum siap ditanam.
Akibat makin menyempitnya ruang tumbuh akar, kondisi kesuburan bibitnya jadi menurun, bahkan setelah beberapa lama pertumbuhannya seolah-olah berhenti.

2. Cara penggantian polybag

Polybag lama disobek dengan silet atau pisau secara hati-hati agar media di dalamnya tidak pecah atau berhamburan. Sebaiknya polybag disiram dengan air sebelum dilaksanakan pindah tanam, agar media lebih kompak/padat.
Polybag pengganti diisi media tumbuh yang baru, sampai seperempat bagian dari volume polybag.
Setelah itu, media lama yang menyelubungi perakaran bibit dikurangi sedikit dan perakaran yang sudah mati atau mengering dipotong dengan gunting setek, kemudian bibit dimasukkan ke dalam polybag pengganti.
Bibit diatur agar letaknya tepat di tengah polybag, kemudian media tumbuh yang baru dimasukkan ke dalam polybag sampai hampir menyentuh bibir polybag pengganti.
Bibit dalam polybag baru disiram sampai cukup basah agar media tumbuh yang baru dimasukkan memadat, sehingga kedudukan bibit menjadi kuat.

3. Naungan bibit
Fungsi naungan pada bibit sewaktu kecil:
o Mengatur sinar matahari yang masuk ke pembibitan hanya berkisar antara 30 - 60% saja.
o Menciptakan iklim mikro yang ideal bagi pertumbuhan awal bibit.
o Menghindarkan bibit dari sengatan matahari langsung yang dapat membakar daundaun muda.
o Menurunkan suhu tanah di siang hari, memelihara kelembaban tanah, mengurangi derasnya curahan air hujan dan menghemat penyiraman air.

• Jenis naungan untuk pembibitan:
Naungan seng plastik hijau meneruskan sinar sebesar 40-60% (40% untuk naungan plastik yang sudah lama terpasang hingga 60% untuk yang baru dipasang).
Naungan paranet dari bahan plastik atau nylon. Paranet tipe 55 dan 45 (55% dan 45% sinar yang diteruskan). Umur pakainya bisa bertahan lama (3-4 tahun), sehingga sekali pasang dapat dipakai untuk beberapa kali usaha pembibitan.
Naungan sederhana dari anyaman bambu, daun kelapa dan sebgainya, yang disusun sedemikian rupa, sehingga menghasilkan sinar masuk sekitar 50%.


4. Tempat pemeliharaan bibit berpolybag
Menggunakan rak yang terbuat dari bilah bambu atau besi.Ventilasi atau jalan angin di bawah rak bibit berfungsi:
Mencegah penularan bibit penyakit dari tanah yang sering terlontar ke daun bila terkena cipratan air hujan.
Kelebihan air siraman atau hujan dengan mudah menetes ke bawah, sehingga media tidak menjadi becek dan kelembaban udara di sekitar bibit tidak terlalu tinggi, ini penting untuk menghindari pertumbuhan cendawan.
Pertumbuhan akar tunggang akan terhambat atau berhenti apabila terkena udara di lubang dasar polybag dan sebaliknya pertumbuhan akar lateralnya bertambah, sehingga semakin menguatkan kedudukan bibit.

Menggunakan alas dari mulsa plastik hitam perak. Pemakaian alas berupa mulsa plastik berfungsi:
Mengurangi dan mencegah pertumbuhan gulma disekitar bibit tanaman.
Mencegah siraman air ke media polybag terus lari ke bawah atau lapisan tanah di bawah polybag, karena tertahan oleh lapisan mulsa plastik.
Pertumbuhan akar tunggang akan terhambat atau berhenti karena tidak mampu menempus lapisan mulsa plastik dan sebaliknya pertumbuhan akar lateralnya bertambah, sehingga semakin menguatkan kedudukan bibit.

5. Pemeliharaan bibit
Penyemprotan dengan insektisida apabila terdapat hama. Biasanya hama yang menyerang tanaman di pembibitan adalah kutu perisai, kutu putih dan ulat daun. Insektisida yang digunakan, misalnya Supracide 25 WP, Decis 2,5 EC, Reagent 50 SC atau Decis 2.5 EC dengan konsentrasi 2 cc/l air.

Penyemprotan dengan fungisida apabila terdapat serangan penyakit. Biasanya penyakit yang menyerang tanaman di pembibitan terutama yang disebabkan oleh Rhizoctonia sp, Phytophthora sp, Fusarium sp dan Phytium sp. Bibit yang terserang supaya tidak menular segera dipisahkan dari kelompok yang masih sehat, kemudian seluruh bibit disemprot dengan Antracol 70 WP, Dithane M-45 80 WP dengan konsentrasi 2 cc/l atau 2 g/l air. Penyemprotan diulang seminggu sekali.

Pemupukan dapat dilakukan dengan menggunakan pupuk daun seperti Atonik, Metalik atau Gandasil D dengan konsentrasi 2 cc/l air atau menggunakan pupuk NPK (15:15:15) dengan konsentrasi 1-2 g/l air. Pemberian pupuk ini dilakukan seminggu sekali. Selain itu pemupukan dapat juga diberikan melalui tanah dengan dosis 1-2 gram per tanaman yang dilakukan sebulan sekali.

Penyiraman bibit pada musim kemarau biasanya dilakukan setiap dua hari sekali,sedangkan pada musim hujan disesuaikan. Penyiraman bibit ini dilakukan dengan menggunakan gembor air.
Pengairan sistem genangan atau bahasa Jawanya dilep apabila pembibitannya dilakukan dalam polybag yang ditaruh di sawah, maka cara penyiramannya dengan menutup saluran pembuangan air, kemudian air dimasukkan ke areal pembibitan sampai media di polybag menjadi basah.Pemasukan air ini sebaiknya dilakukan pada waktu sore/malam hari ketika suhu tanah tidak tinggi. Lama perendaman 1-2 jam dengan tinggi air cukup ¾ tinggi polybagnya.

Penyiangan rumput pengganggu (gulma), karena rumput selalu bersaing dengan bibit dalam pengambilan hara, ruang tempat tumbuh, air dan sinar matahari.

6. Pengepakan bibit

Untuk bibit yang dikirim dalam bentuk stump (cabutan), pengirimannya tidak ada masalah
karena beberapa bibit bisa saja dibungkus dengan batang pisang atau bahan lain yang
bersifat lembab, sehingga akarnya tidak kering, semisal bibit jeruk dan jati.
• Pengepakan bibit yang peka, seperti bibit durian, dapat dilakukan dengan cara
mengeluarkan setengah tanahnya, kemudian ditambahkan serbuk kelapa (cocopit). Untuk
menghilangkan stres, sebelum diangkut bibit diletakkan dahulu di bawah naungan dan
disiram untuk adaptasi. Setelah satu minggu biasanya bibit sudah segar kembali dan dapat
dipak dalam peti berventilasi untuk dikirim. Dengan cara pengepakan seperti ini, maka
bibit dalam polybag yang semula beratnya 4-7 kg/bibit menjadi0,5-1 kg/bibit.
• Mengeluarkan setengah tanahnya dan ditambah dengan gel (Agrosoft), kemudian polybag
diikat. Keadaan ini membuat bibit mampu bertahan sampai 4-7 hari tanpa penyiraman
• Pengepakan tanpa mengurangi media tanam, biasanya untuk angkutan darat.


BIBIT UNGGUL

A. Bibit unggul
Bibit unggul adalah tanaman muda yang memiliki sifat unggul yaitu mampu menunjukkan sifat asli induknya dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, serta tidak mengandung hama dan penyakit.
Pada tanaman buah sifat unggul ini terutama nilai dari kualitas buahnya. Bila semakin banyak sifat yang disukai konsumen terkumpul dalam satu buah, maka semakin tinggi pula nilai ekonomi (harga) buah tersebut. Buah demikian dapat digolongkan sebagai buah unggul.
Untuk itu dapat diambil contoh cara menilai buah durian berdasarkan kriteria penampilan buah dan sifat buah yang disukai konsumen, sehingga diperoleh suatu daftar kriteria penilaian buah durian unggul.

a. Kelompok sifat utama
1. Rasa daging buah : manis berlemak, diutamakan dengan rasa khas
2. Ketebalan daging : tebal
3. Ukuran biji : kecil atau sekurang-kurangnya kempes
4. Warna daging : kuning sampai jingga
5. Kadar air daging : sedikit (kering)
6. Tekstur daging : halus, sedikit berserat
7. Ukuran buah : besar
8. Aroma : kuat merangsang
9. Kulit buah : tipis dan mudah dibuka bila buah sudah masak
10. Jumlah juring : 5-6 juring sempurna

b. Kelompok sifat menunjang :
1. Struktur pohon kokoh, percabangan merata/simetris, tajuk bulat.
2. Produksi buah tinggi dan stabil setiap tahun, diutamakan yang panen buahnya pada awal atau akhir musim.
3. Tahan terhadap hama penggerek dan beberapa jenis cendawan.
4. Mudah diperbanyak secara vegetatif.
5. Pertumbuhan cepat dan responsif terhadap kultur teknis budi daya (pemupukan, pengairan).

Apabila minimal terpenuhi 70 % sifat unggul dari daftar diatas maka buah atau bibit durian tersebut tergolong jenis unggul. Bila tidak memenuhi 70% persyaratan diatas, maka buah durian demikian tergolong buah yang biasa saja.
Cara penilaian seperti ini dapat dipakai untuk menilai jenis buah lainnya. Namun perlu mengadakan perubahan kriteria tertentu agar sesuai dengan sifat masing-masing jenis buah. Untuk lebih detailnya mengenai deskripsi varietas tanaman buah unggul.
B. Pohon Induk

Pohon induk adalah tanaman pilihan yang dipergunakan sebagai sumber batang atas (entres), baik itu tanaman kecil ataupun tanaman besar yang sudah produktif yang berasal dari biji atau hasil perbanyakan vegetatif.

Persyaratan pohon induk :
1. Memiliki sifat unggul dalam produktifitas dan kualitas buah untuk tanaman buah dan ketahanan terhadap serangan organisme penggangu tanaman (OPT).
2. Nama varietas pohon induk dan asal-usulnya (nama pemilik, tempat asal) harus jelas, sehingga memudahkan pelacakannya.
3. Tanaman dari biji harus sudah berproduksi minimal lima musim, untuk mengetahui kemantapan sifat yang dibawanya.
4. Ditanam dalam kebun yang terpisah dari tanaman lain yang dapat menjadi sumber penularan penyakit atau penyerbukan silang, terutama untuk pohon induk yang akan diperbanyak secara generatif yaitu diambil bijinya.


dodok08.wordpress.com/2009/03/09/bibit-mangga/


Kebun pohon induk adalah kebun yang ditanami dengan beberapa varietas buah unggul untuk sumber penghasil batang atas (mata tempel atau cabang entres) untuk perbanyakan dalam jumlah besar. Umumnya yang ditanam adalah tanaman hasil perbanyakan vegetatif (okulasi, sambung, susuan, cangkok, setek) dan memenuhi persyaratan sebagai pohon induk. Lokasi pohon induk sebaiknya tidak jauh dengan lokasi perbanyakan tanaman, untuk memudahkan pelaksanaan perbanyakan bibit.

Ada dua sistem penanaman kebun pohon induk:
1. Kebun pohon induk sekaligus sebagai kebun produksi.
2. Kebun pohon induk dengan jarak tanam lebih rapat, misalnya untuk tanaman durian, untuk kebun produksi biasanya berjarak tanam 10x10 m, sedangkan pada kebun pohon induk dapat berjarak tanam 3x3 m. Dengan jarak tanam yang rapat dapat diperoleh lebih banyak pohon induk dalam suatu areal yang relatif tidak luas.

Pencarian pohon induk untuk mendapatkan jenis tanaman unggul dengan cara:
1. Eksplorasi adalah kegiatan pencarian pohon induk dengan cara melacak suatu tanaman ke daerah sentra budidayanya sampai yang tumbuh liar di hutan. Semisal daerah sentra durian di perbukitan Desa Brongkol di Ambarawa (Jawa Tengah), Desa Rancamaya dan Cimahpar (Bogor, Jawa Barat). Tempat tersebut mempunyai ribuan pohon durian yang tumbuh secara alami dan di antara tanaman durian tersebut terdapat beberapa varietas yang mempunyai sifat-sifat unggul walaupun merupakan tanaman dari biji serta tumbuh setengah liar di alam. Sebagai contoh eksplorasi durian Matahari di Desa Cimahpar, Kecamatan Kedunghalang, Bogor.



www.travelpod.com/.../tpod.html


2. Promosi adalah kegiatan pencarian pohon induk dengan cara mengadakan kejuaraan buah unggul, dari lomba tersebut muncul durian unggul baru yang berpotensi sebagai pemenang lomba. Contoh yang paling terkenal adalah durian Petruk. Durian ini adalah juara lomba buah di Jepara dan sekarang sudah ditetapkan pemerintah sebagi durian unggul nasional.
3. Introduksi adalah kegiatan pencarian pohon induk dengan cara mendatangkan atau mengenalkan jenis buah yang terbukti unggul dari daerah atau negara lain. Cara ini merupakan jalan pintas untuk mempercepat perolehan bahan tanaman yang telah diketahui sifat keunggulannya. Hal yang harus diperhatikan adalah kesesuaian keadaan iklim, tanah dan cara budidaya pada tempat tumbuh asalnya dengan keadaan tempat tanam yang baru,agar kualitasnya tetap baik.Masalah lain yang muncul adalah adanya hama dan penyakit yang sebelumnya tidak diketahui di daerah asalnya, tetapi muncul setelah tanaman tersebut ditanam di tempat yang baru. Sebagai contoh adalah durian bangkok dari Thailand yang diintroduksi ke Indonesia seperti Chanee dan Monthong. Jenis ini ratarata tidak tahan terhadap penyakit busuk akar dan busuk leher batang atau kanker batang.


Batang bawah dan batang atas

1. Pemilihan Batang bawah
Batang bawah atau rootstock/understam adalah tanaman yang berfungsi sebagai batang bagian bawah yang masih dilengkapi dengan sistem perakaran yang berfungsi mengambil makanan dari dalam tanah untuk batang atas atau tajuknya.
Keuntungan batang bawah dari biji:
Perkembangan sistem perakarannya lebih kuat dan dalam, karena memiliki akar tunggang, sehingga relatif lebih tahan terhadap kekeringan.
Penyediaan batang bawah jenis ini bisa dilakukan dalam jumlah banyak.

Kriteria tanaman yang akan dijadikan batang bawah:
o Mampu beradaptasi atau tumbuh kompak dengan batang atasnya, sehingga batang bawah ini mampu menyatu dan menopang pertumbuhan batang atasnya.
o Tanaman dalam kondisi sehat.
o Sistem perakarannya baik dan dalam serta tahan terhadap keadaan tanah yang kurang menguntungkan, termasuk hama dan penyakit yang ada dalam tanah.
o Tidak mengurangi kualitas dan kuantitas buah pada tanaman yang disambungkan/diokulasi.

Perawatan batang bawah seperti pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, serta penyiraman perlu diperhatikan agar batang bawah tumbuh subur dan sehat.
Pertumbuhan yang subur dan sehat memudahkan pengelupasan kulit dan kayunya, karena sel-sel kambium berada dalam keadaan aktif membelah diri. Proses pembentukan kalus atau penyembuhan luka berlangsung dengan baik, sehingga pada akhirnya keberhasilan sambungan atau okulasinya juga tinggi.

2. Pemilihan batang atas

Batang atas yang biasanya disebut entres (scion) adalah calon bagian atas atau tajuk tanaman yang di kemudian hari akan menghasilkan buah berkualitas unggul.
Batang atas ini dapat berupa mata tunas tunggal yang digunakan dalam tehnik okulasi ataupun berupa ranting dengan lebih dari satu mata tunas atau ranting dengan tunas pucuk yang digunakan dalam sambungan (grafting).
Entres inilah yang disambungkan pada batang bawah, untuk menggabungkan sifat-sifat yang unggul dalam satu bibit tanaman. Karena itu entres sebagai batang atas harus diambil dari pohon induk yang sudah diketahui betul sifat unggulnya.
Pohon induk mempunyai bagian yang berbeda-beda fase perkembangannya. Bagian pangkal pohon merupakan bagian yang tertua menurut umurnya, tetapi karena terbentuk pada masa awal pertumbuhan pohon tersebut maka sel-selnya besifat sederhana, muda (juvenile) dan sangat vegetatif.
Semakin ke arah ujung ranting, semakin muda menurut umurnya, tetapi sel-sel yang terbentuk paling akhir ini justru bersifat lebih kompleks, dewasa (mature) dan siap untuk memasuki masa berbunga dan berbuah (generatif). Pengambilan entres dari pucuk tajuk pohon akan tetap membawa sifat dewasa atau generatif.
Penyambungan entres dengan batang bawah akan menghasilkan bibit yang sudah membawa sifat dewasa tersebut. Hal ini menyebabkan bibit hasil penyambungan atau okulasi lebih cepat berbuah daripada tanaman yang berasal dari biji.
Kriteria tanaman yang akan dijadikan sebagai batang atas:
Mampu beradaptasi atau tumbuh kompak dengan batang bawahnya, sehingga batang atas ini mampu menyatu dan dapat berproduksi dengan optimal.
Cabang dari pohon yang sehat, pertumbuhannya normal dan bebas dari serangan hama dan penyakit.
Cabang berasal dari pohon induk yang sifatnya benar-benar yang seperti kita kehendaki, misalnya berbuah lebat dan berkualitas tinggi.

3. Pengepakan batang atas
Tujuan pengepakan adalah menjaga kesegaran bahan batang atas selama mungkin, hingga dapat segera disambungkan di kebun pembibitan.
Metode pengepakan calon entres:
Cabang atau ranting pohon induk dipilih sesuai dengan kriteria dan idealnya berdiameter 2-4 mm untuk durian (diameter tergantung jenis dan kualitas pohon induknya), kemudian segera dirontokkan seluruh daunnya.Tujuannya adalah untuk mengurangi terjadinya kehilangan air dari permukaan daun yang dapat mengakibatkan entres menjadi keriput. Pohon induk yang disengaja untuk sumber entres saja dari satu rantingnya mampu menghasilkan 3-5 mata entres yang baik/ produktif. Harga mata entres berkisar Rp 50 s.d. Rp 200 per mata entres tergantung jenis dan kualitas pohon induknya.
Entres ini lalu disortir atau dipisahkan berdasarkan baik tidaknya mata tunas. Diusahakan agar entres ini tidak bercabang-cabang, tetapi berupa cabang tunggal sepanjang kurang lebih 20-30 cm.
Cabang tunggal ini kemudian diikat dengan karet gelang sebanyak 10-30 entres setiap ikatnya, tergantung dari besar-kecilnya diameter entres.
Bahan pembungkus yang digunakan untuk membungkus entres harus bisa meredam panas dan sekaligus menjaga kelembaban entres. Bahan yang biasa dipakai dan mudah didapat adalah kertas koran, kertas tisu, kantong plastik, daun dan pelepah pisang.
Setiap ikat entres yang telah disortasi kemudian dibungkus dengan beberapa lapis kertas tisu atau kertas koran. Bungkus pertama ini perlu diperciki dengan air agar agak lembab, tetapi jangan terlalu basah. Setelah itu dibungkus lagi dengan kantong plastik. Dengan cara ini, kesegaran entres dapat bertahan 2 hari. Dan lebih baik lagi kalau bungkus paling luar adalah pelepah pisang. Bahan ini merupakan peredam panas yang ideal, karena jaringan batang pisang segar banyak mengandung air dan sekaligus rongga-rongga udara. Kotak kardus atau karton dapat juga dipakai sebagai alternatif.
Pada waktu diangkut kendaraan, entres yang sudah dibungkus tidak boleh terkena sinar matahari langsung dan ditaruh di dekat mesin, karena entres bisa kering. Posisi menaruh entres harus datar agar cairan dalam entres tidak bergerak turun akibat gaya gravitasi, sehingga kulit batang entres tidak akan mengerut dan sulit untuk dikelupaskan dari kayunya.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah entres jangan dicuci dengan air, karena akan mengundang bakteri patogen dan cendawan masuk jaringan entres dan kambiumnya cepat tertarik keluar sehingga sering keluar cairan kental dari luka, sehingga pada saat akan diokulasikan atau disambungkan pada batang bawah, entres sudah membusuk.
Juga setelah turun hujan jangan melakukan pengambilan cabang entres. Bila ini terpaksa dilakukan, maka setelah cabang entres dipotong dari pohon induknya, segera dikering-anginkan, baru kemudian dibungkus.
Penggunaan es kering (dry ice) yang dimasukkan bersama-sama entres ke dalam cool box (termos) ternyata membawa pengaruh buruk terhadap kondisi entres, sehingga saat akan diokulasikan mata tunasnya banyak yang sudah kering.
Begitu juga halnya dengan menyimpan entres di dalam refrigerator (kulkas), perlu berhati-hati terhadap suhu dan kelembaban yang rendah. Kondisi demikian dapat menarik air keluar dari entres sehingga entres menjadi keriput dan kehilangan kesegarannya.