SELAMAT DATANG

SELAMAT DATANG DI GUDANG ILMU PERTANIAN DAN LAINNYA

Senin, 03 Januari 2011

.KONSEP DAN STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN HORTI

A. Konsep Kawasan
Konsep pengembangan kawasan merupakan konsep yang sangat tepat dalam rangka mengintegrasikan beberapa kegiatan dengan Eselon I terkait lingkup Kementerian Pertanian dan instansi di luar Kementerian. Pengembangan kawasan hortikultura dengan pendampingan intensif pada tahun 2009 berada pada 11 provinsi, 48 kabupaten/ kota dan pada tahun 2010 berada pada 21 provinsi, 91 kabupaten/ kota. Sedangkan pengembangan kawasan inisiasi hortikultura pada tahun 2010 sebanyak 31 provinsi, 77 kabupaten/ kota.
Menurut Permentan No: 41 Tahun 2009, berdasarkan dominasi komoditasnya, tipe kawasan agribisnis hortikultura dapat dibedakan atas:
1. Kawasan dengan dominasi komoditas hortikultura dengan sedikit atau tanpa tambahan/sisipan komoditas lainnya;
2. Kawasan budidaya hortikultura yang seimbang atau hampir seimbang antara komoditas hortikultura dan komoditas lainnya;
3. Kawasan dengan dominasi komoditas nonhortikultura dengan sedikit atau banyak tambahan/ sisipan komoditas hortikultura di dalamnya.
Kriteria yang menjadi dasar penetapan kawasan budidaya hortikultura menurut Permentan No: 41 Tahun 2009 adalah:
1. Mempunyai kesesuaian lahan yang didukung adanya sarana dan prasarana budidaya, panen dan pasca panen;
2. Memiliki potensi untuk pengembangan sistem dan usaha agribisnis hortikultura;
3. Mempunyai akses dan prasarana transportasi jalan dan pengangkutan yang mudah, dekat dengan pusat pemasaran dan pengumpulan produksi.
Sedangkan pendekatan pengembangan kawasan hortikultura menurut Direktorat Jenderal Hortikultura adalah:
1. Basis: kawasan (beberapa sentra produksi hortikultura kabupaten/ kota yang berdekatan)
2. Fokus:
a. Komoditas potensial pada lokasi yang berdampingan dan/ atau berdekatan;
b. Kesamaan karakter komoditas, agroklimat, kondisi sosial budaya;
c. Efisiensi dan efektivitas pengembangan wilayah dan penyediaan prasarana;
d. Kesamaan manajemen pengelolaan tanaman.
3. Skala usaha ekonomis dengan pengembangan kawasan hortikultura yang luas
4. Lebih efektif dalam pengembangan wilayah
5. Lebih efektif dalam penyediaan prasarana
6. Cakupan area pengembangan dengan kuantitas dan kualitas yang lebih luas dan lebih baik.

B. Strategi Pengembangan Kawasan Hortikultura
Strategi dasar pengembangan kawasan diawali dari optimalisasi potensi komoditas unggulan yang telah berkembang di wilayah tertentu dan kemudian secara terfokus dan terarah dikembangkan dengan basis pendekatan agribisnis dengan memperhatikan keterkaitan hulu-hilir secara berkesinambungan. Pengembangan kawasan hortikultura ini tidak berdiri sendiri, namun lebih merupakan keterpaduan dari berbagai program dan kegiatan pengembangan antar sektor/subsektor, antar institusi, dan antar pelaku yang telah ada di daerah, yang terfokus di kawasan. Pada hakekatnya pengembangan kawasan merupakan kerjasama dari setiap pelaku, termasuk di dalamnya adalah kontribusi dari berbagai sektor terkait, seperti perindustrian, perdagangan, koperasi dan UKM, PU dan lainnya, pusat penelitian, perguruan tinggi, swasta, asosiasi, perbankan, dan lainnya.
Dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura, strategi dasar yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut :
1. Kawasan sebagai pusat pertumbuhan pengembangan produk hortikultura unggulan (dapat lebih dari 1 komoditas) yang menjadi komoditas unggulan dan spesifik di kawasan tersebut. Keluaran dari pengembangan kawasan difokuskan pada pengembangan produk berdaya saing dengan orientasi pada pasar regional, nasional atau internasional melalui penerapan GAP
2. Pemerintah sebagai katalisator dan fasilitator, mendorong peran aktif swasta dan masyarakat untuk berinvestasi dalam mengembangkan agribisnis hortikultura di kawasan
3. Kawasan memiliki keterkaitan dengan sektor industri hulu-hilir (backward and forward linkages), yang merupakan stimulan kegiatan ekonomi, sehingga akan mampu meningkatkan daya saing.
4. Pengembangan kawasan mempunyai keterkaitan antar kabupaten/kota ataupun antar provinsi, oleh karena itu keterpaduan menjadi dasar keberhasilan dalam pengembangan kawasan.

III. KUNCI PENGEMBANGAN KAWASAN
Beberapa kunci dalam pengembangan kawasan dapat dirinci sebagai berikut :
A. Pemberdayaan atau Penguatan Sumberdaya Manusia
Dalam penguatan sumberdaya manusia diarahkan pada para petugas pendamping (penyuluh, staf teknis), petani dan pelaku usaha, dengan orientasi pada budidaya yang baik, pengembangan bisnis dan profesionalisme. Kegiatan ini dilaksanakan antara lain melalui pengembangan sekolah lapang. Fokus penguatan sumberdaya manusia mencakup aspek budidaya, SLPHT, penanganan pasca panen, pengolahan dan pemasaran, serta kelembagaan dalam satu rangkaian yang terfokus pada komoditas unggulan.

B. Penelitian dan Pengembangan
Aspek penelitian dan pengembangan merupakan hal yang terpenting dalam rancang bangun kawasan. Kegiatan litbang diarahkan dalam rangka mendukung produk yang berdaya saing yang terdiri dari aspek teknologi produksi, teknologi panen dan pasca panen serta pengolahan. Peran dan dukungan lembaga penelitian (BPTP, balai penelitian, perguruan tinggi) lebih diorientasikan untuk menjawab dan mengantisipasi kebutuhan petani akan teknologi dan lebih ditekankan upaya pendampingan dalam rangka alih teknologi serta sosialisasi hasil penelitian secara langsung seperti pelatihan/ magang lebih diintensifkan.

C. Pengembangan Pasar
Pasar merupakan penarik utama dalam pengembangan komoditas. Potensi pasar perlu dieksplorasi secara optimal, antara lain melalui upaya kajian pasar (tujuan, kontinuitas permintaan, kualitas, jumlah dll), penyediaan informasi pasar, pengembangan jaringan pasar dan promosi. Pengembangan pasar perlu dibarengi dengan pembenahan manajemen rantai pasok (supply chain management), sehingga produk yang dipasarkan dapat diterima di tangan konsumen dengan kualitas yang baik dan keuntungan yang terdistribusi secara proporsional pada setiap pelaku usaha serta adanya jaminan pasokan.
D. Pengembangan Sarana Prasarana dan Infrastruktur
Aspek dasar pengembangan kawasan, terdiri dari pengembangan sarana dan prasarana dasar (infrastruktur fisik seperti jalan, bendungan dan irigasi) dan sarana prasarana pendukung kegiatan produksi dan/atau pengolahan. Keberadaan infrastruktur sangat penting untuk menjamin akses keluar-masuk transportasi ke kawasan sehingga produk dapat tersalurkan keluar kawasan dengan baik. Aspek sarana & prasarana sangat penting dan menentukan kualitas produk hortikultura yang dihasilkan.

E. Akses terhadap Sumber Permodalan
Diperlukan fasilitasi dan kemudahan bagi pelaku usaha di kawasan untuk mempunyai akses yang lebih mudah terhadap Lembaga keuangan serta dengan persyaratan yang tidak memberatkan pelaku usaha. Pelayanan kepada petani diharapkan dapat lebih mudah, serta dapat difasilitasi dengan pendamping dalam mediasi dan mempermudah akses permodalan, seperti yang sudah dilakukan dalam jaringan UKM;

F. Pengembangan Kelembagaan
Kelembagaan di tingkat petani, baik itu kelompok tani ataupun kelompok usaha perlu dikembangkan, ditingkatkan, diaktifkan, dikuatkan sebagai ujung tombak pengembangan usaha di kawasan. Pengembangan kelompok tani diarahkan pada pembentukan/ pengaktifan kelompok tani dan gabungan kelompok tani, asosiasi serta penguatan kelembagaan ekonomi petani. Pendekatan partisipatif dalam pengelolaan kelembagaan untuk selanjutnya akan mewarnai pengembangan kawasan melalui pemberdayaan masyarakatnya. Para champion di setiap mata rantai dari produksi sampai pasar diberdayakan untuk mendorong keberhasilan agribisnis. Kelembagaan usaha di tingkat petani juga di arahkan untuk bermitra dengan perusahaan/ swasta yang mempunyai akses pasar.

G. Iklim Usaha
Perbaikan regulasi/ peraturan yang memberikan kemudahan dan kelancaran dalam berusaha, meliputi kebijakan-kebijakan yang diarahkan kepada peninjauan dan perbaikan terhadap peraturan-peraturan pemerintah yang menghambat terciptanya iklim usaha yang kondusif. Pengembangan kawasan didukung oleh adanya sistem pelayanan satu atap untuk kemudahan perijinan usaha dan investasi yang mendukung keterpaduan antar sektor dan antar pelaku untuk kemudahan berinvestasi. Kebijakan pemerintah juga sangat diperlukan dalam memberikan jaminan tersedianya permodalan untuk pengembangan.
H. Jejaring Kerja
Keberhasilan dalam pengembangan kawasan sangat tergantung dari kerjasama dan interaksi antar pelaku yang ada di dalamnya, yaitu pemerintah, pelaku usaha (swasta/asosiasi) dan masyarakat (LSM). Oleh karena itu komunikasi dan jejaring kerja antar pemangku kepentingan perlu dijalin dan dibina sehingga berbagai permasalahan yang timbul dan berkembang dapat diantisipasi dan diselesaikan secara cepat dan tepat.

I. Komitmen
Komitmen daerah di dalam memberikan dukungan/ fasilitas untuk pengembangan kawasan secara berkelanjutan sangat diharapkan. Adanya komitmen dari Pemerintah Daerah baik propinsi, kabupaten maupun kota akan mempunyai dampak yang sangat besar terhadap pembangunan kawasan.

















IV.KETERKAITAN PENGEMBANGAN KAWASAN-FATIH-SCM-GAP

Kawasan merupakan fokus dan lokus binaan dalam pengembangan komoditas hortikultura. Dalam pengembangan kawasan hortikultura dilakukan melalui upaya transformasi budidaya dengan meningkatkan kualitas dan produktivitas melalui perbaikan budidaya penerapan GAP/SOP, mendorong perubahan/ penataan rantai pasokan (Supply Chain Management). Transformasi pengembangan kelembagaan dan dukungan instansi terkait dalam Fasilitasi Terpadu Investasi Hortikultura (FATIH) serta dengan memanfaatkan teknologi yang sesuai.

V. OPERASIONAL DAN RENCANA AKSI KAWASAN

A. Operasional Pengembangan Kawasan
Proses pengembangan kawasan agribisnis dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yaitu : (1) Perencanaan, (2) Pelaksanaan dan (3) Monitoring, Evaluasi dan Pengawasan.
1. Perencanaan
a. Identifikasi
Pengembangan kawasan hortikultura dimulai dengan identifikasi potensi pada kawasan dimaksud yang meliputi beberapa aspek, yaitu : aspek teknis, ekonomis, kelembagaan, sarana prasarana/ Infrastruktur serta sumberdaya manusia. Data yang diperlukan adalah sampai dengan tingkat kecamatan dan desa.
1) Aspek Teknis
Data dasar aspek teknis yang diperlukan adalah sebagai berikut :
(1) Agroklimat yang meliputi tipe agroklimat, kelembaban, suhu, curah hujan
(2) Lahan: meliputi luas lahan (potensial dan yang sudah dikembangkan), jenis tanah, struktur tanah, topografi, ketinggian, luasan
(3) Komoditas: meliputi jenis tanaman, luas tanam dan luas panen, produksi, bulan tanam, bulan panen, panen raya, penanganan produk, pola tanam, benih tersedia
(4) Sarana produksi: meliputi ketersediaan benih bermutu, pupuk dan pestisida, peralatan dan mesin pertanian, peralatan panen dan pasca panen
(5) Kendala teknis dalam pengembangan hortikultura
2) Aspek Ekonomi
Data dasar yang menyangkut aspek ekonomi dalam pengembangan kawasan adalah informasi pasar yang terdiri dari tujuan pasar, rantai pasar, keberadaan pusat informasi pasar, terminal agribisnis/subterminal agribisnis, kemitraan dengan perusahaan/ asosiasi, potensi ekonomi, dan berbagai aspek ekonomi maupun kendala-kendala ekonomi dalam pengembangan hortikultura.
3) Aspek Kelembagaan
Identifikasi yang dilakukan terhadap profil kelembagaan pada kawasan pengembangan hortikultura mencakup Kelembagaan tani (kelompok tani/gapoktan/asosiasi), Balai benih, Penangkar Benih, perusahaan yang bergerak di bidang hortikultura, lembaga keuangan, koperasi/KUD, Laboratorium Pengamat Hama dan Penyakit Tanaman (Laboratorium PHP), Laboratorium Pestisida, Brigade Proteksi Tanaman, Lembaga sertifikasi dan pengawasan mutu benih, dan kelembagaan-kelembagaan lain yang terkait dengan pengembangan hortikultura.
4) Aspek Sarana Prasarana/ Infrastruktur.
Identifikasi sarana dan prasarana mencakup ketersediaan dan kapasitas sarana prasarana yang meliputi jalan usahatani, jalan desa, jalan kecamatan, prasarana dan sarana untuk akses pasar, pelabuhan, sarana gudang penyimpanan, packing house, sarana dan prasarana pengairan (sumur sprinkle, embung, irigasi teknis/1/2 teknis)
5) Aspek Sumberdaya Manusia.
Identifikasi sumberdaya manusia di kawasan mencakup tenaga penyuluh, PHP/POPT, pengawas benih, petani/ kelompok tani/ gapoktan/ asosiasi, alumni Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT).
b. Penyusunan Roadmap
Roadmap pengembangan kawasan akan menjadi acuan bagi pemangku kepentingan dalam mengembangkan kawasan sesuai dengan domainnya masing-masing. Oleh karena itu dalam penyusunan roadmap seluruh pemangku kepentingan harus dapat dipetakan peran dan fungsinya dalam pencapaian tujuan pengembangan kawasan, sehingga penyusunan roadmap pengembangan kawasan agribisnis hortikultura harus mencakup target dan sasaran yang terukur, strategi pengelolaan yang terpadu dengan melibatkan semua pemangku kepentingan, serta tahapan pencapaian yang jelas.
2. Pelaksanaan
a. Sosialisasi
Sosialisasi dilaksanakan untuk menyamakan persepsi semua pihak yang terkait dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura. Pada tahap awal sosialisasi akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Hortikultura kepada Kepala Dinas Pertanian provinsi serta para pemangku kepentingan (stakeholders) terkait di tingkat provinsi. Selanjutnya Dinas Pertanian provinsi melakukan sosialisasi kepada Dinas Pertanian Kabupaten/Kota serta pemangku kepentingan terkait di wilayahnya masing-masing.
Direktorat Jenderal Hortikultura akan menerbitkan Pedoman Umum dan/ atau Pedoman Khusus Pengembangan Kawasan Hortikultura, selanjutnya Dinas Pertanian Provinsi menyusun Petunjuk Pelaksanaan dan selanjutnya Dinas Pertanian Kabupaten/Kota menyusun Petunjuk Teknis.
Melalui sosialisasi tersebut diharapkan dapat diperoleh dukungan dari berbagai pihak yang terkait dalam pengembangan kawasan hortikultura.
b. Perumusan permasalahan dan upaya pemecahannya
Identifikasi permasalahan dimaksudkan untuk mengetahui berbagai kendala yang dihadapi dalam rencana pengembangan kawasan hortikultura. Berbagai permasalahan yang ditemukan akan dirumuskan upaya-upaya pemecahannya sehingga pelaksanaan menjadi lebih efektif dan efisien.
c. Penyusunan Rencana Tindak
Rancangan pengembangan kawasan hortikultura yang disepakati bersama antar pemangku kepentingan dijabarkan dalam bentuk rencana tindak yang memuat berbagai kegiatan, waktu pelaksanaan dan penanggungjawab pelaksanaan. Rencana tindak ini juga berisi komitmen serta rencana tindak bagi pelaku usaha di sektor/subsektor yang terkait dengan pengembangan kawasan hortikultura termasuk kebutuhan biayanya. Penyusunan rencana tindak agar dilakukan secara komprehenship untuk jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang serta keterlibatan berbagai pihak terkait. Setiap kegiatan dalam rencana tindak agar diuraikan dengan jelas faktor-faktor penentu keberhasilannya.
3. Pembinaan dan Monitoring
Pembinaan terhadap pengembangan kawasan hortikultura dilakukan oleh semua pihak sesuai dengan kewenangannya berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku. Pemerintah pusat (Direktorat Jenderal Hortikultura) berkewajiban melaksanakan pembinaan terhadap terlaksananya Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Hortikultura. Pemerintah Provinsi (Dinas Pertanian Provinsi) bertanggung jawab atas terlaksananya Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Kawasan Hortikultura. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya berkewajiban mengkoordinasikan seluruh instansi yang terkait dalam pengembangan kawasan sesuai dengan rencana tindak yang telah disusun.
Monitoring dilakukan terhadap pelaksanaan pedoman baik di lapangan maupun pada instansi yang bertanggung jawab dalam pengembangan kawasan hortikultura. Pemerintah provinsi melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan petunjuk pelaksanaan (Juklak) baik secara langsung dengan melakukan kunjungan ke lokasi maupun tidak langsung melalui pelaporan yang dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Untuk mengetahui kemajuan pelaksanaan pengembangan kawasan hortikultura dilakukan monitoring dan evaluasi. Hal ini dimaksudkan untuk dapat segera mengambil tindakan penyempurnaan terhadap perencanaan dan pelaksanaan. Monitoring dan evaluasi dapat dilakukan secara berkala maupun secara insidentil sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi di lapangan.
4. Pendampingan dan Kajian Teknologi Terapan
Pengembangan kawasan dengan arah penyediaan produk dalam jumlah dan mutu yang prima memerlukan dukungan pendampingan yang aktif serta tersedianya teknologi tepat guna yang sesuai untuk suatu daerah. Oleh karena itu, keterlibatan dan pendampingan BPTP maupun balai pelatihan menjadi sangat penting.
Lembaga penelitian dapat melakukan pembinaan, pendampingan, maupun melakukan kajian penerapan teknologi pada lokasi pengembangan kawasan hortikultura untuk menguji dan/ atau melakukan kaji terap teknologi baru untuk komoditas unggulan yang dikembangkan di kawasan.

B. Rencana Aksi
Rencana aksi pengembangan kawasan hortikultura disusun berdasarkan data dari informasi hasil kegiatan sebagai dasar penyusunan rencana aksi, yang meliputi:
1. Data RUTR;
2. Kajian tentang pengembangan kawasan agribisnis hortikultura terintegrasi;
3. Koordinasi yang intensif dengan instansi terkait/pemangku kepentingan dalam penetapan kawasan agribisnis hortikultura di daerah yang meliputi pemerintah daerah, BPTP, BPTPH dan BBH;
4. Sosialisasi dengan kabupaten/kota yang masuk dalam kawasan;
5. Identifikasi potensi lahan dan kondisi agroklimat;
6. Identifikasi potensi areal pengembangan dari masing-masing komoditas potensial (unggulan nasional dan unggulan daerah);
7. Identifikasi masa panen dari masing-masing komoditas potensial (unggulan nasional dan unggulan daerah);
8. Identifikasi sarana dan prasarana pengairan;
9. Identifikasi sarana dan prasarana jalan;
10. Identifikasi Perbenihan;
11. Identifikasi sarana dan prasarana pasca panen (packing house);
12. Identifikasi rantai pasar dan tujuan pasar dari masing-masing komoditas potensial;
13. Identifikasi kondisi SDM Pertanian di kawasan (PPL, Mantri Tani, PHP/POPT, alumnus SLPHT, Kontak Tani);
14. Identifikasi kondisi kelembagaan pertanian;
15. Identifikasi kondisi sarana dan prasarana transportasi serta aksesibilitas;
Berdasarkan hasil kegiatan tersebut di atas disusun rencana aksi yang meliputi :
1. Jenis kegiatan yang akan dilaksanakan
Kegiatan pengembangan kawasan hortikultura yang dilaksanakan merupakan suatu rangkaian sistem usaha berbasis pertanian dan sumber daya lain dari hulu sampai hilir, meliputi berbagai subsistem antara lain : pengadaan dan penyaluran sarana produksi pertanian dan alat mesin pertanian (alsintan), usaha tani untuk produksi komoditas pertanian, pengadaan dan penanganan hasil-hasil pertanian (agroindustri), penyimpanan serta pemasaran dan perdagangan di hilir dan termasuk pula sub sistem pendukung lain seperti jasa permodalan/perbankan, asuransi angkutan dan sebagainya.
2. Volume kegiatan yang akan dilaksanakan
3. Perkiraan kebutuhan anggaran
4. Sumber pembiayaan
5. Penanggungjawab masing-masing kegiatan
6. Lokasi pelaksanaan kegiatan
7. Waktu/ jadwal pelaksanaan kegiatan
8. Tata laksana pelaksanaan kegiatan
Kegiatan pengembangan kawasan dilaksanakan oleh bidang yang menangani hortikultura di propinsi dan kabupaten/kota, berkoordinasi dengan bidang yang menangani sarana dan prasarana serta bidang yang menangani kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian. Sebagai penanggungjawab kegiatan adalah Kepala Dinas Propinsi dan Kabupaten/Kota.

VI. PEMBIAYAAN, KOORDINASI DAN DUKUNGAN KAWASAN

A. Pembiayaan
Dukungan pembiayaan dalam pengembangan kawasan tidak hanya berupa dana, tetapi juga dapat bersumber pada fasilitas atau sarana yang tersedia, antara lain sebagai berikut :
1) Dana APBN
Dana APBN yang dialokasikan pada DIPA Satker pada Dinas Pertanian (yang membidangi pengembangan hortikultura) Provinsi serta pada DIPA Satker Dinas Pertanian Kab/Kota.
2) Dana APBD
Diharapkan ada sharing dana APBD baik tingkat 1 maupun tingkat 2 dalam mendukung kegiatan yang bersifat fisik maupun non fisik.
3) Masyarakat
Peran masyarakat dalam hal ini dapat berupa penyediaan lahan, sarana, peralatan, sumber daya manusia
4) Swasta
Dukungan swasta dapat berupa bantuan peralatan dan bimbingan teknis, serta permodalan.

B. Koordinasi Pengembangan Kawasan Hortikultura
Permasalahan utama dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura terintegrasi adalah masalah koordinasi. Mengingat pengembangan kawasan agribisnis hortikultura tidak dibatasi oleh batas administrasi serta komoditas, masalah koordinasi menjadi sesuatu yang harus mendapat perhatian serius. Berbagai tingkat koordinasi harus dilakukan baik bagi para pemangku kepentingan di dalam kawasan kabupaten/kota, antar kabupaten/kota, antar kabupaten/kota dengan provinsi maupun antar provinsi yang saling terlibat dalam pengembangan kawasan agribisnis hortikultura tersebut.
Mengingat pengembangan kawasan agribisnis hortikultura adalah kegiatan yang melibatkan banyak pihak, maka koordinasi antar instansi yang terkait dengan pelaku usaha perlu dikembangkan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan.
Gubernur atau Bupati/Walikota merupakan penanggung jawab pengembangan kawasan hortikultura di wilayahnya, selain itu sesuai dengan kewenangan yang dimilikinya Gubernur atau Bupati/Walikota mengkoordinasikan berbagai pihak terkait untuk keberhasilan pengembangan kawasan hortikultura.

C. Dukungan Pengembangan Kawasan
1) Dukungan Eselon I lingkup Kementerian Pertanian :
 Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian : fasilitasi modal usaha (KKP-E, KUR, PKBL) dan PUAP
 Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air: perluasan areal, sarana dan prasarana irgasi, jalan usahatani, alat pembuat kompos, konservasi, sertifikasi lahan;
 Direktorat Jenderal Pemasaran dan Pengolahan Hasil Pertanian: bantuan alat dan mesin pasca panen dan pengolahan hasil, promosi, product branding, packing house, cool box;
 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian: pendampingan teknologi, rakitan teknologi baru, pengujian dan demplot;
 Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian: pelatihan teknis hortikultura, pemberdayaan penyuluh, magang;
 Badan Karantina : pengaturan dan pengendalian impor benih.

2) Dukungan Lintas Kementerian
 Kementerian Pekerjaan Umum: pembangunan jalan kabupaten/ provinsi, infrastruktur;
 Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi: integrasi penyaluran bantuan saprodi dan sarana prasarana pengembangan kawasan di wilayah transmigrasi dengan kawasan hortikultura;
 Kementerian Perhubungan: transportasi dan distribusi;
 Kementerian Perdagangan : regulasi ekspor/ impor dan pengembangan pasar;
 Kementerian Perindustrian : penumbuhan industri olahan, diversifikasi produk olahan.









VII. INDIKATOR KEBERHASILAN

Keberhasilan dalam pengembangan kawasan hortikultura terintegrasi dapat ditunjukkan oleh indikator-indikator sebagai berikut :
1. Meningkatnya produktivitas dan kualitas produk hortikultura yang dicirikan oleh diterapkannya praktek budidaya yang baik (GAP) dan prosedur baku budidaya (SOP), serta teregistrasinya kebun dan lahan usaha hortikultura.
2. Tertatanya manajemen rantai pasokan yang dicirikan dengan terdistribusikannya secara proporsional keuntungan dalam setiap mata rantai pasar
3. Terjalinnya kemitrasetaraan antara kelompok tani dengan pengusaha
4. Meningkatnya jumlah investor untuk mengembangkan usaha hortikultura di kawasan, yang dicirikan oleh pengelolaan usaha hortikultura berskala kebun
5. Berkembangnya industri pengolahan hasil komoditas hortikultura unggulan yang merupakan usaha peningkatan nilai tambah produk segar
6. Meningkatnya penggunaan benih bermutu
7. Meningkatnya jumlah dan kualitas kelembagaan petani/champion (kelompok tani, kelompok wanita tani, gapoktan, koperasi, kelompok usaha, asosiasi, karang taruna tani)
8. Meningkatnya kualitas lingkungan dengan diterapkannya aspek konservasi lahan, pola tanam dan penanganan PHT dalam pengelolaan OPT.